Skip to main content

Kode Etik Hakim Sebagai Profesi Hukum

CONTOH KASUS

TEMPO.CO, Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi menemukan barang bukti berupa uang tunai sebesar Rp 150 juta ketika menggrebek transaksi suap yang melibatkan Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Kartini Marpaung. KPK juga menangkap satu hakim lain, Heru Kusbandono, yang ternyata bertugas di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pontianak, Kalimantan Barat.
Tersangka pemberi suap adalah seorang perempuan bernama Sri Dartuti.  Diduga, Sri adalah kerabat dari terdakwa kasus korupsi yang sedang diadili Kartini di Pengadilan Tipikor Semarang. 
Sumber Tempo di KPK menyebut Sri Dartuti sebagai adik dari Ketua DPRD Grobogan, Jawa Tengah, Muhammad Yaeni. Dia sedang diadili dalam kasus korupsi perawatan mobil dinas DPRD Grobogan, Jawa Tengah senilai Rp 1,9 miliar.
Yaeni, politikus PDI Perjuangan di Grobogan, sebelumnya sudah mendapat banyak keistimewaan selama menjalani sidang. Hakim Kartini Marpaung sempat meloloskan permintaannya untuk tidak ditahan selama sidang. Walhasil, Yaeni pun hanya menjadi tahanan rumah. Jika kasus suap ini tak terungkap, Yaeni seharusnya divonis 27 Agustus 2012 depan. Dia dituntut hukuman penjara 2,5 tahun. Pelaku korupsi yang mengulangi perbuatannya terancam hukuman mati.




I.             PENDAHULUAN

A.           Latar Belakang Masalah
Dunia hukum di Indonesia telah mengalami pasang dan surut. Banyak pihak yang mencibir sinis dan pesimis namun ada juga yang tetap menaruh harapan. Banyak masalah yang memicu kekecewaan masyarakat, salah satunya adalah konkursus tentang etika profesi hukum yang sering dikangkangi oleh mereka-mereka sendiri yang berkecimpung di dalam dunia hukum itu sendiri. Hal ini pula berkaitan dengan profesi hakim sebagai salah satu profesi terhormat di dunia hukum atau dapat juga dikatakan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari profesi hukum sekaligus sebagai motor penggerak mesin peradilan.
Sehubungan dengan itu, telah dimaklumi bahwa sejak dulu keluhan-keluhan sering dialamatkan pada dunia peradilan kita. Kalaulah dapat disebut suatu masa, keluhan-keluhan itu terutama terjadi sejak masa orde lama, masa orde baru, dan tetap berlangsung hingga saat ini.Ditinjau dari kemampuan masyarakat memberikan reaksi, atau respons terhadap dunia peradilan, ada fluktuasi keluhan-keluhan yang disampaikan. Pada suatu saat masalah indepedensi mengemuka, di saat lain muncul ke permukaan masalah mutu hakim dan mutu putusan.
Semua keluhan di atas bermuara pada pertanyaan tentang profesionalitas hakim yang bersangkutan. Sehingga hampir dapat dikatakan bahwa hakim yang baik adalah hakim yang profesional di bidangnya. Bagir Manan menguraikan sedikitnya ada 5 (lima) perspektif untuk menjadi hakim yang profesional, yaitu : dalam perspektif intelektual sebagai perspektif pengetahuan dan konsep-konsep baik ilmu hukum maupun ilmu-ilmu atau konsep-konsep ilmu lain terutama ilmu sosial; dalam perspektif etik, berkaitan dengan moral; dalam perspektif hukum, sehubungan dengan ketaatan hakim pada kaidah-kaidah hukum baik bersifat administratif maupun pidana; dalam perspektif kesadaran beragama, berkenaan dengan hubungan seorang hakim dengan Tuhannya; dan terakhir dalam perspektif teknis peradilan dimana pengusaan terhadap hukum acara (hukum formil) mutlak diperlukan.
Peradilan di Indonesia banyak mengalami sorotan , berbagai permasalahan yang ada mulai dari mafia peradilan , penegakan hukum yang tidak memenuhi rasa keadilan , hingga jual beli kasus yang terjadi di pengadilan masih saja terjadi hingga saat ini. Disini peran profesi hukum, khususnya disini adalah hakim dalam menjalankan fungsi concern with the truth atau penjaga peradaban sangat diperlukan di dalamnya. Kepastian hukum dan keadilan merupakan dua nilai yang selalu terformulasikan dalam putusan hakim. Dalam menjatuhkan putusan, hakim tidak hanya merujuk pada hukum dan undang-undang,tetapi juga mengunakan pendekatan keadilan bagi terdakwa, disini terdapat aspek non hukum dibalik formulasi putusan yang tertulis. Putusan hakim yang baik akan lahir ketika adanya usaha secara intensif untuk mendapatkan kebenaran secara materiil.
Kemampuan hakim diantarannya profesi knowledge , profesi disposition , dan profesi skill sangat diperlukan dalam memutuskan suatu perkara agar menghasilkan keputusan yang berkualitas. Keputusan dikatakan berkualitas apabila didalamnya memenuhi rasa keadilan di dalamnya. Dalam menghadapi kasus seperti ini tidak hanya keadilan prosedural yang di utamakan tetapi yang lebih penting hakim harus memperhatikan keadilan substansial di dalamnya.Moralitas hakim juga sangat diperlukan disini agar dapat menciptakan hakim yang bermoral dan sesuai dengan kode etik hakim.

B.            Perumusan Masalah
1.    Bagaimana seharusnya profesi hukum dalam hal ini adalah hakim dalam menjalankan fungsi concern with the truth atau penjaga peradaban?
2.    Bagaimana langkah yang harus dilakukan untuk memberantas mafia peradilan , khususnya disini adalah terhadap perilaku hakim yang “nakal”


II.          PEMBAHASAN

A.           Hakim dalam menjalankan fungsi concern with the truth atau penjaga peradaban?
Istilah Etika berasal dari bahasa Yunani, “ethos” yang artinya cara berpikir, kebiasaan, adat, perasaan, sikap, karakter, watak kesusilaan atauadat. Dalam Kamus Bahasa Indonesia, ada 3 (tiga) arti yang dapat dipakai untuk kata Etika, antara lain Etika sebagai sistem nilai atau sebagai nilai-nilai atau norma-norma moral yang menjadi pedoman bagi seseorang ataukelompok untuk bersikap dan bertindak. Etika juga bisa diartikan sebagai kumpulan azas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak atau moral. Selain itu, Etika bisa juga diartikan sebagai ilmu tentang yang baik dan yang buruk yang diterima dalam suatu masyarakat, menjadi bahan refleksi yang diteliti secara sistematis dan metodis
Hakim sebagai sebuah profesi hukum menempati posisi sentral yang sangat strategis dalam proses penegakan hukum guna menemukan keadilan dan kebenaran. Bahkan putusan seorang hakim sebagai sebuah yurisprudensi menjadi salah satu sumber hukum sebagai rujukan dimana hukum itu dapat ditemukan.
Dalam UU No.8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, Pasal 1 butir 8, menyebutkan bahwa: “Hakim adalah pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh udang-undang untuk mengadili”. Fokus wewenang tersebut secara tersurat adalah menjalankan tugas mengadili terhadap suatu perkara yang harus mendapatkan putusan sebagai sebuah resolusi konflik yang terjadi,baik antara individu maupun antara individu dengan publik.
Mengadili menjadi tekanan utama dalam pengertian ini seperti yang dijelaskan selanjutnya pada undang undang tersebut (Pasal 1 butir 9), yaitu : “Mengadili adalah serangkaian tindakan hakim untuk menerima, memeriksa dan memutus perkara pidana berdasarkan asas bebas, jujur dan tidak memihak di sidang pengadilan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang”.[1]
Sebagai Penegak Hukum dan Penjaga Peradaban Hakim mempunyai kewajiban yaitu :
1.             Menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup di masyarakat. Dalam masyarakat yang masih mengenal hukum tidak tertulis, serta berada dalam masa pergolakan dan peralihan. Hakim merupakan perumus dan penggali dari nilai-nilai hukum yang hidup dikalangan rakyat.
Untuk itu ia harus terjun ke tangah-tengah masyarakat untuk mengenal, merasakan, dan mampu menyelami perasaan hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Dengan demikian hakim dapat memberikan keputusan yang sesuai dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat.
2.             Hakim wajib memperhatikan sifat-sifat baik dan buruk dari tertuduh dalam menentukan dan mempertimbangkan berat ringannya pidana. Sifat-sifat yang jahat maupun yang baik dari tertuduh wajib diperhatikan Hakim dalam mempertimbangkan pidana yang akan dijatuhkan.
Keadaan-keadaan pribadi seseorang perlu diperhitungkan untuk memberikan pidana yang setimpal dan seadil-adilnya. Keadaan pribadi tersebut dapat diperoleh dari keterangan orang-orang dari lingkungannya, rukun tetangganya, dokter ahli jiwa dan sebagainya.
TANGGUNG JAWAB HAKIM
1.             Tanggung Jawab Hakim Kepada Penguasa
Tanggung jawab hakim kepada penguasa (negara) artinya telah melaksanakan peradilan dengan baik, menghasilkan keputusan bermutu, dan berdampak positif bagi bangsa dan negara.
a.    Melaksanakan peradilan dengan baik. Peradilan dilaksanakan sesuai dengan undang-undang, nilai-nilai hukum yang hidup dalam masayarakat, dan kepatutan (equity).
b.    Keputusan bermutu. Keadilan yang ditetapkan oleh hakim merupakan perwujudan nilai-nilai undang-undang, hasil penghayatan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat, etika moral masyarakat, dan tidak melanggar hak orang lain.
c.    Berdampak positif bagi masyarakat dan negara. Keputusan hakim memberi manfaat kepada masyarakat sebagai keputusan yang dapat dijadikan panutan dan yurisprudensi serta masukan bagi pengembangan hukum nasional.
2.             Tanggung Jawab Kepada Tuhan
Tanggung jawab hakim kepada Tuhan Yang Maha Esa artinya telah melaksanakan peradilan sesuai dengan amanat Tuhan yang diberikan kepada manusia, menurut hukum kodrat manusia yang telah ditetapkan oleh Tuhan melalui suara hati nuraninya.
Untuk jabatan hakim, Kode Etik Hakim disebut Kode Kehormatan Hakim berbeda dengan notaris dan advokat. Hakim adalah pegawai negeri sipil yang mempunyai jabatan fungsional. Oleh karena itu Kode Kehormatan Hakim memuat 3 jenis etika, yaitu :
1.      Etika kedinasan pegawai negeri sipil
2.      Etika kedinasan hakim sebagai pejabat fungsional penegak hukum.
3.      Etika hakim sebagai manusia pribadi manusia pribadi anggota masyarakat.
Uraian Kode Etik Hakim meliputi :
1.             Etika keperibadian hakim
Sebagai pejabat penegak hukum, hakim :
a.    Percaya dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
b.    Menjunjung tinggi, citra, wibawa dan martabat hakim
c.    Berkelakuan baik dan tidak tercela
d.   Menjadi teladan bagi masyarakat
e.    Menjauhkan diri dari eprbuatan dursila dan kelakuan yang dicela oleh masyarakat
f.     Tidak melakukan perbuatan yang merendahkan martabat hakim
g.    Bersikap jujur, adil, penuh rasa tanggung jawab
h.    Berkepribadian, sabar, bijaksana, berilmu
i.      Bersemangat ingin maju (meningkatkan nilai peradilan)
j.      Dapat dipercaya
k.    Berpandangan luas

2.             Etika melakukan tugas jabatan
Sebagai pejabat penegak hukum, hakim :
a.  Bersikap tegas, disiplin
b.  Penuh pengabdian pada pekerjaan
c.   Bebas dari pengaruh siapa pun juga
d.  Tidak menyalahgunakan kepercayaan, kedudukan dan wewenang untuk kepentingan pribadai atau golongan
e.  Tidak berjiwa mumpung
f.   Tidak menonjolkan kedudukan
g.  Menjaga wibawa dan martabat hakim dalam hubungan kedinasan
h.  Berpegang teguh pada Kode Kehormatan Hakim

3.             Etika pelayanan terhadap pencari keadilan
Sebagai pejabat penegak hukum, hakim :
a.    Bersikap dan bertindak menurut garis-garis yang ditentukan di dalam hukum acara yang berlaku
b.    Tidak memihak, tidak bersimpati, tidak antipati pada pihak yang berperkara
c.    Berdiri di atas semua pihak yang kepentingannya bertentangan, tidak membeda-bedakan orang
d.   Sopan, tegas, dan bijaksana dalam memimpin sidang, baik dalam ucapan maupun perbuatan
e.    Menjaga kewibawaan dan kenikmatan persidangan
f.     Bersungguh-sungguh mencari kebenaran dan keadilan
g.    Memutus berdasarkan hati nurani
h.    Sanggup mempertanggungjawabkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

4.             Etika hubungan sesama rekan hakim
Sebagai sesama rekan pejabat penegak hukum, hakim :
a.  Memlihara dan memupuk hubungan kerja sama yang baik antara sesam rekan
b.  Memiliki rasa setia kawan , tenggang rasa, dan saling menghargai antara sesama rekan
c.   Memiliki kesadaran, kesetiaan, penghargaan terhadap korp hakim
d.  Menjaga nama baik dan martabat rekan-rekan , baik di dalam maupun di luar kedinasan
e.  Bersikap tegas. Adil dan tidak memihak.
f.   Memelihara hubungan baik dengan hakim bawahannya dan hakim atasannya.
g.  Memberi contoh yang baik di dalam dan di luar kedinasan.

5.             Etika pengawasan terhadap hakim.
Di dalam urusan Kode Kehormatan Hakim tidak terdapat rumusan mengenai pengawasan dan sanksi ini. Ini berarti pengawasan dan sanksi akibat pelanggaran Kode Kehormatan Hakim dan pelanggaran undang-undang. Pengawasan terhadap hakim dilakukan oleh Majelis Kehormatan Hakim. Menurut ketentuan pasal 20 ayat (3) Undang-Undang No.2 Tahun 1986 tentang Peradilan umum; Pembentukan, susunan, dan tata kerja Majelis Kehormatan Hakim serta tata cara pembelaan diri ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung bersama-sama Menteri Kehakiman.


KODE KEHORMATAN HAKIM
1.             Kode Kehormatan Hakim dan Tri Prasetya Hakim Indonesia
Kode kehormatan hakim dikenal dengan "Tri Prasetya Hakim Indonesia". Yaitu ;
"Saya berjanji :
a.        Bahwa saya senantiasa menjunjung tinggi citra, wibawa dan martabat Hakim Indonesia;
b.        Bahwa saya dalam menjalankan jabatan berpegang teguh pada kode kehormatan Hakim Indonesia;
c.         Bahwa saya menjunjung tianggi dan mempertahankan jiwa Korps Hakim Indonesia.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu membimbing saya di jalan yang benar."
Perlambang atau sifat hakim
a.    KARTIKA (= Bintang, yang melambangkan Ketuhanan Yang Maha Esa).
b.    CAKRA (= Senjata ampuh dari Dewa Keadilan yang mampu memusnahkan segala kebatilan, kezaliman dan ketidakadilan) berariadil.
c.    CANDRA (= Bulan yang menerangi segala tempat yang gelap, sinar penerangan dalam kegelapan) berarti bijaksana dan berwibawa.
d.    SARI (= Bunga yang semerbak wangi mengharumi kehidupan masyarakat) berarti budi luhur atau berkelakuan tidak tercela.
e.    TIRTA (= air, yang mbersihkan segala kotoran di dunia) mensyaratkan, bahwa seorang hakim harus jujur.



Perincian mengenai sifat hakim
a.    KARTIKA = Percaya dan Taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
b.    CAKRA = Adil
Dalam kedinasan
-       Adil
-       Tidak berprasangka atau memihak
-       Bersungguh-sungguh mencari kebenaran dan keadilan
-       Memutus berdasarkan keyakinan hati nurani
-       Sanggup mempertanggungjawabkan kepada Tuhan
Di luar kedinasan
-       Saling harga menghargai
-       Tertib dan lugas
-       Berpandangan luas
-       Mencari saling pengertian
c.    CANDRA = Bijaksana / Berwibawa
Dalam kedinasan
-       Berkepribadian
-       Bijaksana
-       Berilmu
-       Sabar dan Tegas
-       Berdisiplin
-       Penuh pengabdian pada pekerjaan
Di luar kedinasan
-       Dapat dipercaya
-       Penuh rasa tanggung jawab
-       Menimbulkan rasa hormat
-       Anggun dan berwibawa

d.   SARI = Berbudi luhur / berkelakuan tidak tercela
Dalam kedinasan
-       Tawakal dan Sopan
-       Ingin meningkatkan pengabdian dalam tugas
-       Bersemangat ingin maju
-       Tenggang rasa
Di luar kedinasan
-       Berhati-hati dalam pergaulan hidup
-       Sopan dan susila
-       Menyenangkan dalam pergaulan
-       Tenggang rasa'
-       Berusaha menjadi teladan bagi masyarakat sekelilingnya
e.    TIRTA = Jujur
Dalam kedinasan
-       Jujur
-       Merdeka = tidak membeda-bedakan orang
-       Bebas dari pengaruh siapa pun juga
-       Tabah
Di luar kedinasan
-       Tidak boleh menyalahgunakan kepercayaan dan kedudukan
-       Tidak boleh berjiwa mumpung
-       Waspada
-        
Hubungan Kode Kehormatan Hakim Dengan Undang-Undang
Jabatan hakim diatur dengan undang-undang, yaitu UU No.2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum. Seorang yang menjabat hakim harus mematuhi undang-undang dan berpegang pada Kode Kehormatan Hakim. Hubungan antara undang-undang dan Kode Kehormatan Hakim terletak pada ketentuan Kode Kehormatan Hakim yang juga diatur dalam undang-undang, sehingga sanksi pelanggaran undang-undang diberlakukan juga pada pelanggaran Kode Kehormatan Hakim.
Apabila menurut Majelis Kehormatan Hakim ternyata seorang hakim terbukti telah melakukan pelanggaran, maka berdasarkan ketentuan pasal 20 ayat (1), hakim yang bersangkutan diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatannya dengan alasan :
a.       Dipidana karena bersalah melakukan tindakan pidana kejahatan.
b.      Melakukan perbuatan tercela.
c.       Terus menerus melalaikan kewajiban menjalankan tugas pekerjaan.
d.      Melanggar sumpah atau janji jabatan.
e.       Melanggar larangan pasal 18 (rangkap jabatan)
Pengusulan pemberhentian tidak dengan hormat dilakukan setelah hakim yang bersangkutan diberi kesempatan secukupnya untuk membela diri di hadapan Majelis Kehormatan Hakim.
Menurut penjelasan pasal tersebut:
a.       Yang dimaksud dengan "dipidana" ialah dipidana dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan.
b.      Yang dimaksud dengan "melakukan perbuatan tercela" ialah apabila hakim yang bersangkutan karena sikap, perbuatan, dan tindakannya, baik di dalam maupun di luar pengadilan merendahkan martabat hakim.
c.       Yang dimaksud dengan "tugas pekerjaan" ialah semua tugas yang dibebankan kepada hakim yang bersangkutan.
Berdasarkan ketentuan tadi dapat disimpulkan bahwa sanksi undang-undang adalah juga sanksi Kode Kehormatan Hakim yang dapat dikenakan kepada pelanggarnya. Dalam hal ini, Kode Kehormatan Hakim juga menganut prinsip penundukan pada undang-undang.
           
Kekuasaan Kehakiman
Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka dalam pengertian di dalam keuasaan kehakiman bebas dari campur tangan pihak kekuasaan negara lainnya, dan kebebasan dari paksaan, direktiva dan rekomendasi yang datang dari pihak extra judiciil kecuali dalam hal-hal yang diizinkan oleh Undang-Undang. Kebebasan dalam pelaksanaan wewenang judiciil tidaklah mutlak sifatnya, karena tugas daripada hakim adalah untuk menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dengan jalan menafsirkan hukum dan mencari dasar-dasar serta asas-asas yang jadi landasannya, melalui perkara-perkara yang dihadapinya sehingga keputusannya mencerminkan persaan keadilan bangsa dan rakyat Indonesia.
Penyelenggaraan Kekuasaan kehakiman diserahkan kepada badan-badan Peradilan yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang. Dalam hal ini kekuasaan kehakiman dilakukan oleh Pengadilan dalam lingkungan :
1.      Peradilan Umum
2.      Peradilan Agama
3.      Peradilan Militer
4.      Peradilan Tata Usaha Negara
Peradilan Agama, Militer dan Tata Usaha Negara adalah peradilan khusus, karena mengadili perkara-perkara tertentu atau mengenai golongan rakyat tertentu.
Sedangkan Peradilan Umum adalah peradilan bagi rakyat pada umumnya mengenai baik perkara perdata maupun pidana. Mahkamah Agung adalah Pengadilan Negara Tertinggi.


B.            Langkah yang perlu dilakukan untuk memberantas mafia peradilan, khususnya terhadap perilaku hakim yang “nakal”

Dasar kode etik profesi hakim diatur dalam UU Nomor 4 Tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman. Kekuasaan kehakiman yang dimaksud dalam hal ini tertuang dalam pasal 1 yaitu kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia.
Kode etik profesi Hakim yang merupakan satu-satunya kode etik yang berlaku bagi para hakim Indonesia. Kode etik profesi hakim menjadi pedoman bagi Hakim Indonesia, baik dalam menjalankan tugas profesinya yang bertujuan untuk mewujudkan keadilan dan kebenaran maupun dalam pergaulan sebagai anggota masyarakat yang harus dapat memberikan contoh dan suri tauladan dalam kepatuhan dan ketaatan kepada hukum. Namun dalam kenyataannya, untuk sekarang ini banyak perilaku hakim yang menyalahi ketentuan dalam kode etik tersebut. Hal bisa kita amati dari pemberitaan media massa yang mempublikasikan kasus – kasus hakim “nakal”, yang salah satunya adalah kasus yang melibatkan Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Kartini Marpaung dan Heru Kusbandono yang menerima suap dari seorang perempuan bernama Sri Dartuti.  Diduga, Sri adalah kerabat dari terdakwa kasus korupsi yang sedang diadili Kartini di Pengadilan Tipikor Semarang yaitu Muhammad Yaeni. Yaeni dalam hal ini diadili karena diduga melakukan tindak pidana korupsi terhadap perawatan mobil dinas DPRD Grobogan, Jawa Tengah senilai Rp 1,9 miliar. Yang pada akhirnya dengan suap tersebut hakim menjatuhkan putusan kepada Yaeni dengan hanya menjadi tahanan rumah saja dari yang seharusnya Yaeni divonis dengan tuntutan hukuman penjara 2,5 tahun
Kasus hakim disuap agar pihak yang salah tidak diberikan hukuman yang berat bahkan dibebas lepaskan dari segala tuntutan seperti kasus diatas jelas melanggar kode etik hakim yaitu yang terdapat dalam UU Nomor 4 Tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman pasal 5 ayat (1) dimana “Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang”. Dan ayat (2) yaitu “Pengadilan membantu pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan”.
Selain dalam kasus suap, hakim juga sering menggunakan jabatannya tidak pada tempatnya. Misalnya, seorang hakim menggunakan jabatannya untuk menguntungkan pribadinya karena orang melihatnya sebagai seorang hakim. Ditambah lagi ketika memanfaatkan jabatan tersebut banyak orang lain yang dirugikan. Hal ini juga jelas bertentangan dengan kode etik profesinya yaitu mempergunakan nama jabatan korps untuk kepentingan pribadi.
Dengan melihat masih banyaknya pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh hakim, maka dibutuhkan adanya suatu landasan bagi hakim untuk menerapkan kode etik profesinya dalam praktek sehari-hari yaitu berupa adanya hukum yang tegas, moralitas hakim yang baik, dan landasan keimanan atau agama bagi seorang hakim dalam menjalankan kode etik profesinya tersebut. Karena mengingat kode etik profesi hakim merupakan sebuah hukum berupa peraturan perundang-undangan yang berlaku secara tetap dan tegas yang bersumber dari nilai-nilai yang diajarkan oleh agama berupa akhlak yang melahirkan nilai-nilai moralitas hakim yang baik. Maka hakim dalam menjalankan etika profesinya sudah pasti harus diikuti pula dengan keimanan seorang hakim terhadap agamanya karena hal tersebut akan menunjukan moralitas yang dimiliki oleh seorang hakim sehingga ia akan menjalankan etika profesinya dengan baik.
Kualitas seorang hakim dalam memutus suatu perkara memiliki pengaruh yang dominan dalam tegaknya supremasi hukum dan untuk mewujudkan wibawa pengadilan di Indonesia disamping dukungan dari aparat penegak hukum yang lain. Hakim sebagai figure sentral dalam proses peradilan senantiasa dituntut untuk mengasah kepekaan nurani, memelihara kecerdasan moral dan meningkatkan profesionalisme dalam menegakkan  hukum dan keadilan bagi masyarakat banyak.
Dengan berpegang teguh terhadap Kode Etik Profesi Hakim tersebut, diharapkan nantinya hakim dapat mengangkat citra dan wibawanya dan perilaku dalam memberikan keadilan dan kepastian serta perlindungan hukum yang dibutuhkan, sehingga masyarakat dapat menyandarkan harapan yang sangat besar kepada hakim yang benar-benar memiliki integritas dan profesionalisme karena tindakan dan tingkah lakunya menunjukkan ketidakberpihakan, memiliki integritas moral, serta pada kemampuannya memberikan putusan yang baik. Putusan Pengadilan yang adil menjadi puncak kearifan bagi penyelesaian pemasalahan hukum yang terjadi dalam kehidupan bernegara. Sehingga dengan adanya putusan pengadilan yang adil, maka akan mengangkat wibawa suatu pengadilan.
Dengan dibuatnya suatu peraturan tentang adanya penghargaan (reward) kepada hakim yang berkelakuan baik dan hukuman (penalty) khusus kepada hakim yang ‘nakal’ atau kurang berkompeten dirasakan perlu untuk mendorong dipatuhinya kode etik hakim mengingat selama ini hanya ada suatu pengaturan bagi hakim yang terbukti menerima suap itu pun dengan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, sehingga sepertinya tidak ada dorongan bagi para hakim untuk berlomba-lomba untuk berperilaku baik atau menegakkan keadilan dengan mematuhi kode etik profesinya. Cara perekrutan hakim pun seharusnya dirombak karena selama ini cara perekrutan tersebut dirasa kurang efektif dan kurang berhasil untuk menjaring hakim-hakim yang berkualitas. Bahkan justru banyak hakim-hakim yang ternyata merupakan ‘titipan’ dari keluarga atau kerabatnya yang juga merupakan hakim.


III.      Penutup

A.           Kesimpulan
Dengan adanya uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa :
1.      Sebagai penegak hukum dan penjaga peradaban hakim mempunyai kewajiban yaitu menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup di masyarakat dan hakim juga wajib memperhatikan sifat-sifat baik dan buruk dari tertuduh dalam menentukan dan mempertimbangkan berat ringannya pidana.
2.      Terhadap perilaku hakim yang “nakal” maka dibutuhkan adanya suatu landasan bagi hakim untuk menerapkan kode etik profesinya dalam praktek sehari-hari yaitu berupa adanya hukum yang tegas, moralitas hakim yang baik, dan landasan keimanan atau agama bagi seorang hakim dalam menjalankan kode etik profesinya tersebut. Karena mengingat kode etik profesi hakim merupakan sebuah hukum berupa peraturan perundang-undangan yang berlaku secara tetap dan tegas yang bersumber dari nilai-nilai yang diajarkan oleh agama berupa akhlak yang melahirkan nilai-nilai moralitas hakim yang baik. Maka hakim dalam menjalankan etika profesinya sudah pasti harus diikuti pula dengan keimanan seorang hakim terhadap agamanya karena hal tersebut akan menunjukan moralitas yang dimiliki oleh seorang hakim sehingga ia akan menjalankan etika profesinya dengan baik.

B.            Saran
1.    Bagi para hakim seharusnya mereka mampu mempertanggungjawabkan tindakannya sebagai profesional di bidang hukum, baik di dalam maupun di luar kedinasan, secara materiil dan formil. Oleh karena itu, adalah suatu hal yang mutlak bagi para hakim untuk memahami secara mendalam aturan-aturan mengenai hukum acara di persidangan. Ketidak mampuan hakim dalam mempertanggungjawabkan tindakannya secara teknis atau dikenal dengan istilah unprofessional conduct dianggap sebagai pelanggaran yang harus dijatuhi sanksi.
2.    Dalam hal ini ,juga  sebaiknya dibentuk semacam peraturan khusus mengenai sanksi yang akan diterima oleh hakim yang melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim, sebagaimana yang kita ketahui, sejauh ini belum ada peraturan tertulis (semacam UU) yang secara tegas mengatur mengenai sanksi tersebut. dalam Keputusan bersama Ketua MA dan KY, hanya dinyatakan bahwa “Hakim yang diusulkan untuk dikenakan sanksi pemberhentian sementara dan pemberhentian oleh Mahkamah Agung RI atau Komisi Yudisial RI dan diberi kesempatan untuk membela diri di Majelis Kehormatan Hakim“.Dalam hal ini ‘hakim yang diusulkan’ maksudnya adalah hakim yang diduga melakukan penlanggaran terhadap kode etik hakim, dan seperti yang terlihat,dalam peraturan tersebut hakim yang melanggar diancam diberhentikan oleh mahkamah Agung atau Komisi Yudisial, namun tidak diancam sanksi yang secara tegas dan jelas menyatakan hukuman atas hakim tersebut.
3.    Mungkin dalam mengontrol agar kinerja hakim bisa sesuai dengan yang diharapkan ,pemeriksaan terhadap Hakim hendaknya tidak dilakukan bila hakim tersebut diduga atau dicurigai telah melakukan kesalahan saja, namun bisa dilakukan secara berkala dan berkelanjutan, sehingga perilaku hakim dapat lebih terkontrol, selain itu juga dengan pemeriksaan berkala ini akan dapat mencegah terjadinya pelanggaran.
4.    Pemberian reward (misal dapat berupa penghargaan) terhadap hakim yang berperilaku baik dan sesuai kode etik hakim, kaitannya dengan saran no.2 mengenai pemeriksaan berkala, jika hal ini dilakukan, maka akan terlihat mana hakim yg baik dan mana hakim yang melanggar, sehingga kepada hakim yg baik dan melaksanakan kode etik dapat diberi reward yang pantas.







[1]Kuat Puji Prayitno, 2010 , Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum, Yogyakarta : Kanwa Publisher, hlm.73.

Comments

Popular posts from this blog

Makalah Manajemen Kepegawaian

I.                   Pendahuluan A.    Latar Belakang Di era serba modern ini administrasi yang baik adalah kunci utama untuk mencapai tujuan suatu lembaga, jika suatu lembaga tersebut memiliki pengadministrasian yang baik maka sudah tentu lembaga tersebut dapat dikatakan sukses dalam mengatur rumah tangganya. Demikian pula seluruh birokrasi pemerintahan dan terutama segi kepegawaian. Karena merekalah yang pada akhirnya menjadi pelaksana dari kegiatan-kegiatan pemerintah, baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. Namun memang harus diakui bahwa pada sebagian besar negara-negara berkembang, terdapat kelemahan-kelemahan dan hambatan-hambatan dibidang administrasi kepegawaian ini. Salah satu diantaranya adalah orientasi dan kondisi kepegawaian yang diwarisi dari jaman penjajahan yang lebih ditujukan untuk kepentingan negara jajahannya dan kepentingan pemeliharaan keamanan dan ketertiban belaka. Itulah ciri-ciri tradisionil masyarakat negara –negara yang belum maju seringkali

Makalah Hak Cipta

TUGAS MAKALAH HAK CIPTA Disusun Dalam Rangka Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hak Kekayaan Intelektual       Disusun oleh :             Nama   : Singgih Herwibowo             NIM    : E1A010205             Kelas   : C FAKULTAS HUKUM KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO 2012 Daftar Isi           I.                   Daftar Isi                               ............................... 2               II.                Pendahuluan A.     Latar Belakang                              ............................... 3      B.      Landasan Teori                             ............................... 4      C.     Perumusan Masalah                      ............................... 5      III.            Pembahasan A.     Sejarah hak cipta                           ............................... . 6 B.      Pengertian dan dasar hukum         ..............................

Makalah Organisasi Internasional

I.                   Pendahuluan A.    Latar Belakang Dewasa ini tidak dapat dipungkiri bahwa tidak ada satu negara pun di dunia yang dapat hidup sendiri dalam hubungannya dengan negara lain. Fungsi sosial dari suatu negara terhadap negara lain sangatlah besar dan oleh karena itu maka eksistensi dari suatu organisasi sangatlah diperlukan. Organisasi ini berfungsi sebagai wadah negara-negara dalam menyalurkan aspirasi, kepentingan, dan pengaruh mereka . Terdapat banyak organisasi yang tumbuh dan berkembang di dunia, mulai dari organisasi antar keluarga, antar daerah, antar propinsi sampai ke lingkup yang lebih luas yaitu antar negara yang berada dalam satu kawasan. Sebagai anggota masyarakat internasional, suatu negara tidak dapat hidup tanpa adanya hubungan dengan negara lain. Hubungan antar negara sangat kompleks sehingga di perlukan pengaturan. Untuk mengaturnya agar mencapai tujuan bersama, negara-negara membutuhkan wadah yaitu Organisasi Internasional. Timbulnya hubungan in