Skip to main content

Perbandingan Aliran- Aliran Dalam Filsafat Hukum Terhadap Hukuman Mati

BAB I
PENDAHULUAN
A.           Latar Belakang Masalah
Perdebatan tentang pidana mati sudah cukup lama berlangsung, tidak terkecuali Indonesia yang masih mencantumkan pidana mati dalam hukum positifnya. Pembicaraan hukuman mati kembali muncul ketika pada tahun 2003 Presiden Megawati menolak grasi empat terpidana mati karena kasus narkotika. Terakhir adanya permohonan Judicial Review terhadap Undang-Undang Narkotika kepada Mahkamah Konstitusi pada bulan Juli 2007 lalu. Perdebatan terjadi dua kelompok yang masing-masing kelompok mengemukakan argumentasinya secara logis. Perlu atau tidak sanksi pidana dapat dilihat dari apakah pidana mati dapat berperan sebagai sarana prevensi dan represi.
Hal ini sangat dipengaruhi oleh sifat hakekat sanksi, persepsi terhadap sanksi itu sendiri dan kepastian pelaksanaan sanksi, serta kecepatan penindakan penerapan sanksi, sehingga hal ini mempengaruhi efektivitas sanksi pidana mati sebagai sarana prevensi dan revrensi. Di China , hukuman mati telah ada di dalam konstitusinya khusunya terhadap pelanggaran kejahatan narkoba. Kejahatan narkoba di China memang sangat tinggi, sehingga pemerintah China memberlakukan sanksi hukuman mati. Namun untuk kedepan sanksi tersebut dapat ditiadakan dengan melihat keadaan di China sekarang ini. Sebab dengan berlakunya sanksi hukumati mati itu terhadap pelanggaran Narkoba yang sangat tinggi dapat merugikan negara dan kesejahteraan masyarakatnya.[1] Efektivitas pidana mati di Indonesia, kendalanya terletak pada subtansi peraturan, terdapat kelemahan pada pengaturan permohonan peninjauan kembali dan grasi.
Berdasarkan studi, negara yang menganut sistem demokrasi, pemerintahan yang berorientasi sayap kiri ( dibandingkan dengan pemerintahan sayap kanan), dan negara yang pertumbuhan ekonominya tinggi akan mempercepat ratifikasi. Sebuah sistem hukum yang dibangun berdasar hukum umum dan kurang kokoh maka akan memungkinkan menurunkan ratifikasi. Sehingga terdapat tenggang waktu yang relative lama untuk sampai pada ditiadakanya hukuman mati.[2]
Hukuman mati, mungkin akan membuat kejahatan si pelaku terbalaskan setidaknya bagi keluarga korban dan akan membuat orang lain takut melakukan kejahatan karena akan diancam dengan hukuman serupa. Namun hal itu jelas tidak akan dapat memperbaiki diri si pelaku dan membuat dirinya jera untuk kemudian hidup menjadi orang baik-baik, karena kesempatan itu sudah tidak ada lagi disebabkan dirinya sudah dimatikan sebelum sempat memperbaiki diri.
Harry Greenlee and Shelia P. Greenlee merumuskan masalah perbedaan ras dan perbedaan lainnya ada di antara perempuan yang  dihukum dengan hukuman mati. Namun, secara definitif menjelaskan bahwa perbedaan ini adalah spekulatif karena relatif kecil jumlah perempuan yang menerima hukuman mati dibandingkan untuk laki-laki. Bahwa beberapa ramemang ada perbedaan berkaitan dengan perempuan yang menerima hukuman mati.[3]
Pemberian hukuman mati terhadap seseorang yang melakukan tindak pidana dapat mempengaruhi tingkat pembunuhan dalam suatu negara dengan membandingkan tingkat pembunuhan pada masa lalu dengan dan tanpa hukuman mati dalam rangka untuk menentukan apakah hukuman mati dapat mencegah pembunuhan.[4] Sebaliknya, tanpa dihukum mati pun, seorang pelaku kejahatan dapat merasakan pembalasan atas tindakannya dengan bentuk hukuman lain, misalnya dihukum seumur hidup dengan atau tanpa pencabutan beberapa hak tertentu atau penjara di tempat yang jauh dan terpencil. Begitu juga bagi masyarakat, penjatuhan hukuman penjara untuk waktu tertentu di suatu tempat tertentu atau perampasan beberapa barang tertentu, dapat memberi rasa takut bagi seseorang untuk melakukan kejahatan.



B.          Rumusan Masalah
1.    Bagaimana perbandingan aliran- aliran filsafat hukum terhadap hukuman mati ( Putusan hukuman mati Rahaeem Agbaje Salami ) ?
2.    Dengan melihat keadaan hukum di Indonesia sekarang ini. Aliran manakah yang baik digunakan di Indonesia ?




BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Filsafat hukum adalah mencari hakekat dari hukum, dia ingin mengetahui apa yang ada di belakang hukum, mencari apa yang tersembunyi di dalam hukum, dia menyelidiki kaidah-kaidah hukum sebagai pertimbangan nilai, dia memberi penjelasan mengenai nilai, postulat (dasar-dasar) sampai pada dasar-dasarnya, ia berusaha untuk mencapai akar-akar dari hukum.
Filsafat hukum mempelajari pertanyaan-pertanyaan dasar dari hukum. Pertanyaan tentang hakekat hukum, tentang dasar bagi kekuatan mengikat dari hukum, merupakan contoh-contoh pertanyaan yang bersifat mendasar itu. Atas dasar yang demikian itu, filsafat hukum bisa menggarap bahan hukum, tetapi masing-masing mengambil sudut pemahaman yang berbeda sama sekali. Ilmu hukum positif hanya berurusan dengan suatu tata hukum tertentu dan mempertanyakan konsistensi logis asa, peraturan, bidang serta sistem hukumnya sendiri.
Hukum dibuat untuk mengatur agar kepentingan-kepentingan yang berbeda antara pribadi, masyarakat, dan negara dapat dijamin dan diwujudkan tanpa merugikan pihak yang lain.[5] Menurut Darji Darmodiharjo dan Shidarta: Ilmu yang mempelajari hukum secara filosofis, jadi objek filsafat hukum adalah hukum, dan objek tersebut dikaji secara mendalam sampai pada inti atau dasarnya, yang disebut dengan hakekat. Secara garis besar filsafat hukum berupa suatu ilmu yang mengkaji hukum secara mendalam, penuh kebijaksanaan, berjangka panjang dan fleksibel sehingga hukum itu sendiri menjadi selaras (keserasian nilai-nilai) dengan karakteristik masyarakat. Kajian filsafat hukum sendiri tentu membutuhkan cabang-cabang ilmu lain yang berkaitan dengan hukum, seperti: antropologi hukum, sosiologi hukum, psikologi hukum dan sebagainya. Dengan demikian kajian filsafat hukum akan mampu mencakup semua aspek dalam masyarakat.
Secara garis besar filsafat hukum berupa suatu ilmu yang mengkaji hukum secara mendalam, penuh kebijaksanaan, berjangka panjang dan fleksibel sehingga hukum itu sendiri menjadi selaras (keserasian nilai-nilai) dengan karakteristik masyarakat. Kajian filsafat hukum sendiri tentu membutuhkan cabang-cabang ilmu lain yang berkaitan dengan hukum, seperti: antropologi hukum, sosiologi hukum, psikologi hukum dan sebagainya. Dengan demikian kajian filsafat hukum akan mampu mencakup semua aspek dalam masyarakat.
Pada dasarnya sistem hukum di Indonesia terdiri dari tiga jenis sistem hukum. Yaitu hukum Eropa, hukum agama dan hukum adat. Dari ketiganya baik pidana maupun perdata sebagian besar hukum di Indonesia bersistem hukum Eropa. Sedangkan sistem hukum agama dan adat biasanya berlaku pada urusan perkawinan, kewarisan dan kekerabatan.
Ada pendapat, seperti yang dikemukakan oleh van Feuerbach, bahwa pada hakikatnya ancaman pidana mempunyai suatu akibat psikologis yang menghendaki orang itu tertib, berhubung pidana itu merupakan sesuatu yang dirasakan tidak enak bagi terpidana. Oleh karena itu, ditentukan syarat-syarat atau ukuran-ukuran pemidanaan. Baik yang menyangkut segi perbuatan maupun yang menyangkut segi orang atau si pelaku, pada segi perbuatan dipakai asas legalitas dan pada segi orang dipakai asas kesalahan.[6]
Namun kembali pada salah satu asas berlakunya undang-undang yaitu: Undang-undang yang dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi mempunyai derajat yang lebih tinggi, sehingga apabila ada dua macam undang-undang yang tidak sederajat mengatur objek yang sama dan saling bertentangan, maka hakim harus menerapkan undang-undang yang lebih tinggi dan menyatakan bahwa undang-undang yang lebih rendah tidak mengikat (lex superior derogat legi inferiori). Ini berarti apabila hukuman mati diberlakukan oleh negara, maka hukum adat perda tidak berhak menentang. Sebaliknya, jika hukum adat atau perda memberlakukan hukuman mati tetapi negara tidak, maka tidak boleh ada hukuman mati .[7]
Sebagai bahan perbandingan , negara Cina yang kini akan mereformasi hukuman matinya. Di negara ini telah banyak kasus pidana yang pelakunya dihukum mati. Sebagian besar hukuman mati dijatuhkan kepada para koruptor di negara Cina. Sebenarnya jika dilihat dari kacamata Hak Asasi Manusia hal ini tentu saja adalah sebuah pelanggaran karena dalam hukuman mati terdapat perampasan hak untuk hidup dari pelaku tindak pidana.
Di Negara Cina banyak kasus hukuman mati yang salah sasaran (keliru) yang menunjukkan kegagalan system peradilan pidana Negara Cina. Di Negara Cina peraturan prosedural sistem peradilan pidananya sudah mulai dapat digunakan untuk meminimalisasi hukuman mati. Tetapi belum dapat menghapuskan hukuman mati di negara itu karena masih bersifat prosedural saja untuk meminimalisasi hukuman mati. Belum ada keputusan untuk membatasi hukuman mati. Hukuman mati di Cina sudah dianggap seperti tradisi mengakibatkan masih agak  sulit meniadakan hukuman mati di Cina . Hal ini ditentang oleh para Sarjana. Penegak Hukum di Cina pun dirasa kurang tanggap atas penghapusan hukuman mati, ini dibuktikan dengan sikap  mereka yang tidak berniat untuk menghapus hukuman mati dalam waktu dekat.[8]
Mantan Kepala Penegak Hukum Xiao Yang, seorang pendukung prosedur baru, dan penggantinya, Wang Shengjun, seorang pendukungnya juga kurang antusias dan telah mengesampingkan untuk mengakhiri hukuman mati. Hal lain yang menjadi masalah adalah anggapan pihak berwenang Cina untuk melestarikan hukuman mati agar dapat membawa perubahan kea rah yang lebih baik di masa depan. Dengan adanya hal ini Cina mendapat kecaman dari dunia internasional khususnya PBB , karena banyak memberlakukan hukuman mati karena melanggar HAM. 
Namun akhir akhir ini hukuman mati di Cina sedikit demi sedikit dapat diminimalisir. Pemikiran dari para sarjana juga sangat mendukung untuk reformasi penghapusan hukuman mati di Cina,selain itu juga tindakan Mahkamah Agung di Cina yang menghukum hakim bila salah memutus perkara pidana khususnya hukuman mati dapat meminimalisir adanya hukuman mati meskipun sangat memakan waktu yang lama.[9]



BAB III
PEMBAHASAN

1.             Pendapat Aliran- Aliran Filsafat Hukum Terhadap Hukuman Mati
A.           Aliran positivisme
Positivisme adalah aliran pemikiran yang bekerja berdasarkan empirisme, dalam upaya merespon keterbatasan yang diperlihatkan oleh filsafat spekulatif seperti yang menonjol lewat aliran idealisme Jerman Klasik.[10] Aliran Positifisme menganggap bahwa antara hukum dan moral adalah dua hal yang harus dipisahkan. Dalam aliran ini, terdapat aliran hukum positif murni yang dikemukakan oleh Hank Kelsen. Menurut aliran ini hukum positif murni mengembangkan hukum sebagai alat pemerintah dalam negara totaliter. Dan dikatakan murni karena hukum harus bersih dari anasir-anasir yang tidak yuridis yaitu anasir etis, sosiologis,politis, dan sejarah, dapat pula dikatakan bahwa menurut aliran ini hukum positif pada umumnya kurang atau tidak memberikan tempat bagi hukum yang hidup dalam masyarakat. Dapat disimpulkan pula, apa yang dimaksud hukum dalam aliran ini adalah apa yang terdapat dalam aturan hukum resmi yang dituangkan dalam undang-undang (hukum yang corong undang-undang).
Untuk mengkaji bagaimanakah pandangan aliran ini terhadap hukuman mati, tentu kita perlu melihat aturan perundangannya, apakah hukuman mati diatur dalam peraturan perundangan atau tidak. Dalam kasus Raheem Agbaji Salami seorang warga negara Republik Cordova yang dijatuhi hukaman mati dalam kasus peredaran narkoba (Putusan No. 15 PK/Pid/2004), apabila dikaji menurut aliran ini kita perlu melihat pertimbangan hakim dalam mengambil putusan tersebut, dalam arti apakah penjatuhan hukuman tersebut didasarkan atas peraturan perundangan yang berlaku. Apabila melihat putusan tersebut, dapat diketahui bahwa, terpidana telah melakukan tindak pidana yang diancam dengan hukuman mati, hal ini dapat diketahui dalam pasal 82 ayat 1 sub a UU No 22 tahun 1997, yaitu :
“mengimpor, mengekspor, menawarkan untuk dijual, menyalurkan, menjual, membeli, menyerahkan, menerima, menjadi  perantara dalam jual beli, alat menukar narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak RP. 1.000.000.000,00 (satu miyar rupiah);”[11]

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa penjatuhan hukuman mati dalam kasus yang dialami oleh Raheem Agbaji Salami sesuai dengan aliran positif, karena penjatuhan hukuman tersebut sesuai dengan rumusan dalam pasal 82 ayat 1 sub a UU No 22 tahun 2007, bahwa selain itu penjatuhan hukuman tersebut tanpa memperhatikan aspek-aspek lain, hal ini sesuai dengan teori aliran ini yang memisahkan hukum dengan moral, ataupun dengan aspek lainnya.

B.            Aliran hukum alam
Menurut sumbernya, aliran hukum alam dapat dibagi dua macam yaitu: Irasional dan Rasional. Aliran hukum yang irasional berpendapat bahwa hukum yang berlaku universal dan abadi itu bersumber dari Tuhan secara langsung. Sebaliknya, aliran hukum alam yang rasional berpendapat bahwa sumber hukum yang universal dan abadi itu adalah rasio manusia. Pendukung aliran hukum alam irasional antara lain:
* Thomas Aquinas (1225-1274): yang mengatakan ada 4 macam hukum yaitu:
§  lex aeterna (hukum rasio tuhan yang tidak dapat ditangkap oleh panca indera manusia)
§  lex devina (hukum rasio tuhan yang dapat ditangkap oleh pancaindera manusia)
§  lex naturalis (hukum alam yaitu penjelmaan dari lex aeterna kedalam rasio manusia)
§  lex positivis (penerapan lex naturalis dalam kehidupan manusia didunia)
* John Salisbury (1115-1180): menurutnya jika kalau masing-masing penduduk berkerja untuk kepentingan sendiri, kepentingan masyarakat akan terpenuhi dengan sebaik-baiknya.
* Dante Alighieri (1265-1321): menurutnya, badan tertinggi yang memperoleh legitimasi dari tuhan sebagai monarki dunia ini adalah kekaisaran romawi.
* Piere Dubois (lahir 1255): ia menyatakan bahwa penguasa dapat langsung menerima kekuasaan dari tuhan tanpa perlu melewati pimpinan gereja.
* Marsilius padua (1270-1340) dan William Occam (1280-1317): padua berpendapat bahwa Negara berada diatas kekuasaan paus. Kedaulatan tertinggi ada ditangan rakyat. Dan occam berpendapat rasio manusia tidak dapat memastikan suatu kebenaran.
* John Wycliffe (1320-1384) dan johnannea Huss (1369-1415): Wycliffe berpendapat kekuasaan ketuhanan tidak perlu melalui perantara, sehingga baik para rohaniawan maupun orang awam sama derajatnya dimata tuhan. Dan huss mengatakan bahwa gereja tidak perlu memiliki hak milik.
Sedangkan pendukung hukum alam rasional adalah:
-           Hugo de Groot (Grotius) (1583-1643): menurutnya sumber hukum adalah rasio manusia.
-          Samuel von Pufendorf (1632-1694) dan Cristian Thomasius (1655-1728): Pufendorf berpendapat bahwa hukum alam adalah aturan yang berasal dari akal pikiran manusia. Dan Thomasius mengatakan manusia hidup dengan bermacam-macam naluri yang bertentangan satu dengan lainnya.
-          Imanuel Kant (1724-1804): Melalakukan penyelidikan unsur-unsur mana dalam pemikiran manusia yang berasal dari rasio (sudah ada terlebih dulu tanpa dibantu oleh pengalaman) dan yang murni berasal dari empiris.

Setiap hukum pasti bersifat mengikat dan mengandung sanksi bagi pelanggarnya, demikian pula dengan hukum alam/ hukum tuhan / hukum islam. Namun, tidak semua hukum Allah yang dilanggar oleh seseorang ada sanksi hukumnya, walaupun di ahkirat nanti pasti ada balasannya. Salah satu hukum Allah yang sanksinya ditetapkan didunia adalah pidana pembunuhan atau pencederaan seseorang tanpa alasan yang benar, yaitu dengan hukuman qishash (balasan setimpal)
Pidana mati dalam hukum Islam termasuk dalam qishash. Oleh sebab itu orang yang mengambil qishash, mengikuti jejak kejahatan pelaku dengan membalas sebanding dengannya. Sedangkan qishash menurut pengertian syr’I adalah pembalasan untuk kejahatan setimpal dengan kejahatannya. Atas dasar tersebut maka hukum alam pun juga mengatur mengenai hukuman mati.

C.           Aliran utilitiarisme
Utilitaianisme atau Utilisme adalah aliran yang meletakan kemanfaatkan sebagai tujuan utama hukum. Kemanfaatan disini diartikan sebagai kebahagiaan. Aliran ini sesungguhnya dapat pula dimasukan kedalam Positivisme Hukum, mengingat faham ini pada akhirnya sampai pada kesimpulan tujun hukum adalah menciptakan ketertiban masyarakat.
Pendukung Utilitarianisme yang paling penting yaitu:
-                 Jeremy Bentham (1748-1832): ia berpendapat bahwa alam memberikan kebahagian dan kesusahan. Manusia selalu berusaha memperbanyak kebahagiaan dan mengurangi kesusahan. Kebaikan adalah kebahagian, dan kejahatan adalah kesusahan.
-          Jhon Stuar Mill (1806-1873): ia menyatakan bahwa tujuan manusia adalah kebahagiaan. Manusia berusaha memperoleh kebahagiaan itu melalui hal-hal yang membangkitkan nafsunya. Jadi yang ingin dicapai oleh manusia bukan benda atau sesuatu hal tertentu, melainkan kebahagiaan yang dapat ditimbulkannya.
-          Rudolf von Jhering (1818-1892): baginya tujuan hukum adalah untuk melindungi kepentingan-kepentingan. Dalam mendefinisikan “kepentingan” ia mengikuti Bentham, dengan melukiskannya sebagai pengejaran kesenangan dan menghindari penderitaan.
Dengan melihat kasus Raheem Agbaje Salimi mengenai pidana mati dibandingkan dengan aliran Utilitiarisme yaitu bersifat subjektif. Bahwa dengan adanya hukuman mati timbul kebahagian, apabila kita melihat dari sisi masyarakat secara umum yang menginginkan negaranya jauh dari kejahatan. Namun terdapat kesusahan atau bisa dibilang penderitaan apabila kita melihat seorang Raheem Agbaje Salimi yang dijatuhkan kepadanya yaitu pidana mati.

2.             Aliran Filsafat Hukum yang Baik Digunakan di Indonesia

Pembahasan mengenai aliran mana yang paling baik dterapkan di Indonesia tentunya akan menimbulkan pro kontra, karena pandangan setiap orang mengenai hukuman mati tentunya berbeda-beda. Namun apabila melihat bentuk negara Indonesia yang merupakan negara hukum, tentunya aliran hukum positivisme dapat dikedapankan. Konsep negara hukum bersandar pada keyakinan bahwa kekuasaan negara harus dijalankan atas dasar hukum yang adil dan baik.
Pengaturan hukuman mati yang terdapat dalam hukum positif di Indonesia yaitu pada pasal 10 KUHP membedakan menjadi 2 macam pidana :
1.      Pidana Pokok                :  Hukuman mati
   Hukuman penjara
   Hukuman kurungan
   Hukuman denda
2.      Pidana Tambahan          :  Pencabutan hak – hak tertentu
   Pencabutan barang- barang terteentu
   Pengumuman keputusan hakim
Kejahatan- kejahatan dalam KUHP yang berisi sanksi pidana mati misalnya : pasal 104 KUHP, pasal 111 ayat 2 KUHP, pasal 124 ayat 3 KUHP, pasal 140 ayat 3 dan ayat 4 KUHP, pasal 340 KUHP, pasal 124 bis KUHP, pasal 127 KUHP, pasal 368 ayat 2.
Dengan demikian bahwa dapat dikatakan hukuman mati merupakan hukuman pokok.  Namun untuk menjatuhkan hukuman mati pun sudah tentu, harus seimbang dengan beratnya delik. Beratnya hukuman tidak boleh melebihi beratnya delik. Hal ini perlu supaya penjahat tidak dihukum secara tidak adil! Harus ada suatu ‘verdiend leed’, tidak kurang tetapi juga tidak lebih.(E. Utrecht, 1958, hlm: 168)
Dengan memperhatikan pendapat E. Utrecht maka penegak hukum untuk menyelesaikan masalah hukum haruslah berpedoman pada fungsi penegak hukum sendiri. Terdapat 2 fungsi penegak hukum yaitu pragmatis/teknis dan subtantif, sehingga penegak hukum untuk mengambil sebuah putusan hukum tidak textual reading namun juga morality reading.


BAB IV
PENUTUP

A.           Kesimpulan
Setelah mengambil beberapa contoh aliran aliran filsafat hukum ke dalam makalah ini yaitu aliran positifisme, aliran hukum alam, aliran utilitarisme yang dibandingkan terhadap hukuman mati ( putusan hukuman mati Rahaeem Agbaje Salamii ) dapat ditarik beberapa kesimpulan, diantaranya :
1.             Hukuman mati apabila dibandingkan dengan aliran positfisme, maka hukuman mati tidak bertentangan dengan aliran positifisme khususnya di Indonesia. Sebab dalam konstitusi Indonesia yaitu Kitab Undang- Undang Hukum Pidana ( KUHP ) pasal 10 bahwa hukuman mati menjadi hukuman pokok.
2.             Hukuman   mati apabila dibandingkan dengan aliran hukum alam/ hukum tuhan/ hukum islam tidak bertentangan dapat dibuktikan bahwa didalam hukum islam pun terdapat hukuman mati namun hanya untuk kasus pidana pembunuhan atau pencederaan seseorang tanpa alasan yang benar, yaitu dengan hukuman qishash (balasan setimpal). Namun untuk Indonesia tidak menggunakan aliran hukum alam sebab Indonesia bukanlah negara islam.
3.             Hukuman mati apabila dibandingkan dengan aliran utilitarisme kurang mendukung. Sebab dalam aliran ini yang diutamakan adalah kebaikan yang menimbulkan kebahagian. Dalam hukuman mati justru menibulkan kesusahan bahkan penderitaan.

Sedangkan aliran yang tepat digunakan di Indonesia jelas adalah aliran positifisme karena negara Indonesia adalah negara hukum. Dengan mendasarkan  konsep negara hukum bersandar pada keyakinan bahwa kekuasaan negara harus dijalankan atas dasar hukum yang adil dan baik.

Daftar Pustaka

Pustaka Buku
Hamzah, Andi ,dan A. Sumangelipu.1993.Pidana Mati Di   Indonesia Di Masa Lalu, Kini Dan Di Masa Depan. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Kusumohamidjojo,  Budiono. 2011. Filsafat Hukum Problematik Ketertiban Yang Adil, Bandung : CV. Mandar Maju.
Mahadi.1992. Falsafah Hukum Suatu Pengantar. Bandung : Alumni.
Saleh Roeslan. 1968. Perbuatan Pidana Dan Pertanggung jawaban Pidana,. Jakarta : Centra
Soetiksno, 1989. Filsafat hukum. Jakarta : PT. Pradnya Paramita.

Jurnal
Diambil dalam jurnal : On the Death Penalty for Drug-Related Crime in China ”. Yingxi BI. Hal 29-44, vol 2. Diakses dari : http://www.humanrightsanddrugs.org/wp-content/uploads/2012/05/IJHRDP-vol-2-2012-BI.pdf.
Diambil dalam jurnal : “Death Penalty Abolition and the Ratification of the Second Optional Protocol “. Eric Neumayer. Hal 3-21, vol 12. Diakses dari : http://www2.lse.ac.uk/geographyandenvironment/whoswho/profiles/neumayer/pdf/deathpenaltyarticle2.pdf.
Diambil dalam jurnal : ,” Women and the Death Penalty: Racial Disparatities and    Differences”. Harry Greenlee and shelia P, Greenle. Hal 319-335. Vol 14. Diakses dari  : http://scholarship.law.wm.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=1035&context=wmjowl
Diambil dalam jurnal: “Does the Death Penalty Deter Murder?”. Tammra Hunt. diakses dari : http://web.bus.ucf.edu/faculty/rhofler/file.axd?file=2011%2F2%2FHunt-Death+penalty.pdf
Diambil dalam jurnal : Why Did China Reform Its Death Penalty?”.kandiss scott. Diakses dari :http://digitalcommons.law.scu.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=1072&context=facpubs
Diambil dalam jurnal : . Journal International of Law,“Public Opinion and the Death Penalty: A Qualitative Approach”. Diana L Falco. diakses dari : http://www.nova.edu/ssss/QR/QR16-3/falco.pdf.








[1] YINGXI BI. Journal International of Law “ On the Death Penalty for Drug-Related Crime in China
[2] Eric Neumayer. Journal International of Law. “Death Penalty Abolition and the Ratification of the Second Optional Protocol.
[3] Harry Greenlee and Shelia P. Greenlee,” Women and the Death Penalty: Racial Disparatities and Differences”.
[4] Tammra Hunt, Journal International of Law. “Does the Death Penalty Deter Murder”.
[5] Andi Hamzah,. dan A. Sumangelipu, Pidana Mati Di   Indonesia Di Masa Lalu, Kini Dan Di Masa Depan, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1993, h. 31.
[6] Roeslan Saleh, Perbuatan Pidana Dan Pertanggung jawaban Pidana, Centra, Jakarta, 1968, halaman 28
[7] Diana L. Falco. Journal International of Law,“Public Opinion and the Death Penalty: A Qualitative Approach
[8] Kandis Scott. Journal International of Law. “Why Did China Reform Its Death Penalty?”
[9] http://digitalcommons.law.scu.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=1072&context=facpubs
[10] Budiono Kusumohamidjojo, Filsafat Hukum Problematik Ketertiban Yang Adil, Bandung, CV. Mandar Maju, 2011, Hal 95.
[11]Pasal 18 Ayat 1 sub a Undang-Undang No 22 Tahun 1997

Comments

Popular posts from this blog

Makalah Manajemen Kepegawaian

I.                   Pendahuluan A.    Latar Belakang Di era serba modern ini administrasi yang baik adalah kunci utama untuk mencapai tujuan suatu lembaga, jika suatu lembaga tersebut memiliki pengadministrasian yang baik maka sudah tentu lembaga tersebut dapat dikatakan sukses dalam mengatur rumah tangganya. Demikian pula seluruh birokrasi pemerintahan dan terutama segi kepegawaian. Karena merekalah yang pada akhirnya menjadi pelaksana dari kegiatan-kegiatan pemerintah, baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. Namun memang harus diakui bahwa pada sebagian besar negara-negara berkembang, terdapat kelemahan-kelemahan dan hambatan-hambatan dibidang administrasi kepegawaian ini. Salah satu diantaranya adalah orientasi dan kondisi kepegawaian yang diwarisi dari jaman penjajahan yang lebih ditujukan untuk kepentingan negara jajahannya dan kepentingan pemeliharaan keamanan dan ketertiban belaka. Itulah ciri-ciri tradisionil masyarakat negara –negara yang belum maju seringkali

Makalah Hak Cipta

TUGAS MAKALAH HAK CIPTA Disusun Dalam Rangka Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hak Kekayaan Intelektual       Disusun oleh :             Nama   : Singgih Herwibowo             NIM    : E1A010205             Kelas   : C FAKULTAS HUKUM KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO 2012 Daftar Isi           I.                   Daftar Isi                               ............................... 2               II.                Pendahuluan A.     Latar Belakang                              ............................... 3      B.      Landasan Teori                             ............................... 4      C.     Perumusan Masalah                      ............................... 5      III.            Pembahasan A.     Sejarah hak cipta                           ............................... . 6 B.      Pengertian dan dasar hukum         ..............................

Makalah Organisasi Internasional

I.                   Pendahuluan A.    Latar Belakang Dewasa ini tidak dapat dipungkiri bahwa tidak ada satu negara pun di dunia yang dapat hidup sendiri dalam hubungannya dengan negara lain. Fungsi sosial dari suatu negara terhadap negara lain sangatlah besar dan oleh karena itu maka eksistensi dari suatu organisasi sangatlah diperlukan. Organisasi ini berfungsi sebagai wadah negara-negara dalam menyalurkan aspirasi, kepentingan, dan pengaruh mereka . Terdapat banyak organisasi yang tumbuh dan berkembang di dunia, mulai dari organisasi antar keluarga, antar daerah, antar propinsi sampai ke lingkup yang lebih luas yaitu antar negara yang berada dalam satu kawasan. Sebagai anggota masyarakat internasional, suatu negara tidak dapat hidup tanpa adanya hubungan dengan negara lain. Hubungan antar negara sangat kompleks sehingga di perlukan pengaturan. Untuk mengaturnya agar mencapai tujuan bersama, negara-negara membutuhkan wadah yaitu Organisasi Internasional. Timbulnya hubungan in