I.
Pendahuluan
a.
Latar
Belakang
Pada hakekatnya
perkembangan hukum adat tidak
dapat dipisahkan dari perkembangan masyarakat pendukungnya. Dalam pembangunan
hukum nasional, peranan hukum adat sangat penting. Karena hukum nasional yang
akan dibentuk, didasarkan pada hukum adat yang berlaku. Hukum adat adalah hukum
tidak tertulis dan bersifat dinamis yang senantiasa dapatmenyesuaikan diri
terhadap perkembangan peradaban manusia
itu sendiri. Bila hukum adat yag mengatur sesuatu bidang kehidupan dipandang
tidak sesuai lagi dengan kebutuhan warganya maka warganya sendiri yang akan merubah hukum adat tersebutagar
dapat memberi manfaat untuk mengatur kehidupan mereka. Hal ini dapat dilihat
dari keputusan-keputusan yang dibuat oleh para pengetua adat. Hukum adat
mengalami perkembangan karena adanya interaksi sosial, budaya, ekonomi
dan lain-lain. Persintuhan itu mengakibatkan perubahan yang dinamis terhadap
hukum adat. Selain tidak terkodifikasi, hukum adat itu memiliki corak.
Hukum
adat mengandung sifat yang sangat tradisionil. Bahwa peraturan hukum adat
umumnya oleh rakyat dianggap berasal dari nenek moyang yang legendaris (hanya
ditemui dari cerita orang tua).
Hukum
adat dapat berubah. Perubahan dilakukan bukan dengan menghapuskan dan mengganti
peraturanperaturan itu dengan yang lain secara tiba-tiba, karena tindakan
demikian itu akan bertentangan dengan sifat adat istiadat yang suci dan bahari.
Akan tetapi perubahan terjadi oleh
pengaruh kejadian-kejadian pengaruh peri kedaan hidup yang silih berganti-ganti.
Peraturan hukum adat harus dipakai dan dikenakan oleh pemangku adat (terutama
oleh kepala-kepala) pada situasi tertentu dari
kehidupan sehari-hari dan peristiwa-peristiwa demikian ini, sering dengan tidak diketahui berakibat pergantian, berubahnya
peraturan adat dan kerap kali orang sampai menyangka,bahwa peraturan-peraturan
lama tetap berlaku bagi kedaaan-keadaan baru.
Kesanggupan
hukum adat menyesuaikan diri. Justru karena pada hukum adat terdapat sifat
hukum tidak tertulis dan tidak dikodifikasi, maka hukum adat (pada masyarakat
yang melepaskan diri dari ikatanikatan tradisi dan dengan cepat berkembang
modern) memperlihatkan kesanggupan untuk
menyesuaikan diri dan elastisiteit yang luas. Suatu hukum sebagai hukum adat,
yang terlebih-lebih ditimbulkan keputusan
di kalangan perlengkapan
masyarakat belaka, sewaktu-waktu dapat menyesuaikan diri dengan
keadaan-keadaan baru.
b.
Tujuan
Mengetahui
prospek kedepan berlakunnya hukum adat dalam tata hukum nasional dan
perkembangannya dalam tata hukum nasional saat ini. Selain itu makalah ini di
buat guna memenuhi tugas terstruktur mata kuliah Hukum Adat.
c.
Landasan
Teori
Hukum adat adalah sistem hukum yang dikenal dalam lingkungan
kehidupan sosial di Indonesia dan negara-negara Asia lainnya seperti Jepang,
India, dan Tiongkok. Sumbernya adalah peraturan-peraturan hukum tidak tertulis
yang tumbuh dan berkembang dan dipertahankan dengan kesadaran hukum
masyarakatnya. Karena peraturan-peraturan ini tidak tertulis dan tumbuh
kembang, maka hukum adat memiliki kemampuan menyesuaikan diri dan elastis.
Menurut van vollenhoven, hukum adat adalah hukum yang tidak bersumber pada
peraturan–peraturan yang dibuat oleh pemerintah hindia belanda dahulu atau
alat- alat kekuasaan lainnya yang menjadi sendinya dan diadakan sendiri oleh
kekuasaan belanda dahulu.Kebiasaan atau adat merupakan pencerminan dari
kepribadian suatu bangsa dan penjelmaan dari jiwa bangsa. Oleh karena itu
setiap bangsa memiliki adat dan kebiasaan sendiri- sendiri yang berbeda satu
sama lain, yang mana perbedaaan itu merupakan unsur penting dalam
identitas suatu bangsa. Demikian indonesia, kebiasaan atau adat yang dimiliki
oleh daerah- daerah berbeda satu sama lain, meskipun dasar atau sifatnya
adalah satu yaitu keindonesiaanya. Kebiasaaan atau adat bangsa indonesia dapat
disebut sebagai bhineka tunggal ika.
Hukum adat berurat berakar pada
kebudayaan tradisionil. Hukum adat adalah suatu hukum yang hidup, karena ia
menjelmakan perasaan hukum yang nyata dari rakyat. Sesuai dengan fitranya
sendiri, hukum adat terus menerus dalam keadaan tumbuh dan berkembang seperti
hidup itu sendiri. Hukum adat mengatur seluruh aspek kehidupan masyarakat yang berasal dari nenek
moyang dan berlaku secara turun temurun. Hukum adat mengatur tentang masalah
perkawinan, anak, harta perkawinan, warisan,
tanah dan lain-lain yang selalu dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat
agar tercapai ketertiban dalam masyarakat. Hukum adat ini selalu dijunjung tinggi
pelaksanaannya. Hukum adat juga mengatur tentang pengangkatan anak.
Pembangunan
hukum nasional untuk menciptakan hukum positif pada hakekatnya adalah usaha
modernisasi hukum, agar hukum kita dapat seirama mengikuti perkembanagan dan
kemajuan zaman. Dalam rangka menciptaka hukum positif harus berakar pada nilai-
nilai luhur yang hidup dibumi indonesia ini. Dalam hal ini hukum adat sebagai
cerminan nilai- nilai luhur itu sngat relevan sebagai landasan pokok, sumber
dan bahan hukum nasional yang akan datang dan menjadi modal utama dalam proses
modernisasi hukum.
d.
Perumusan
Masalah
Bagaimana prospek ke depan berlakunya
Hukum Adat dalam Tata Hukum Nasional ?
II.
Pembahasan
Hukum adat adalah sistem
hukum yang dikenal dalam lingkungan kehidupan sosial di Indonesia dan
negara-negara Asia lainnya seperti Jepang, India, danTiongkok[1]. Hukum adat adalah hukum asli bangsa Indonesia. Sumbernya adalah peraturan-peraturan hukum tidak tertulis yang tumbuh dan berkembang dan dipertahankan
dengan kesadaran hukum masyarakatnya. Karena peraturan-peraturan ini tidak
tertulis dan tumbuh kembang, maka hukum adat memiliki kemampuan menyesuaikan diri
dan elastis. Selain itu dikenal pula masyarakat hukum adat yaitu sekelompok
orang yang terikat oleh tatanan hukum adatnya sebagai warga bersama suatu
persekutuan hukum karena kesamaan tempat tinggal ataupun atas dasar keturunan.
Merujuk pada pengertian hukum
adat sebagaimana dikemukakan oleh Soepomo, maka hukum adat pembentukan dapat
melalui Badan Legislatif, Melalui Pengadilan.
Hukum merupakan kesatuan norma
yang bersumber pada nilai-nilai (values). Namun demikian, hukum dan hukum adat pada khususnya menurut karakternya, sebagai
berikut :
-
Hukum adat
memiliki karakter bersifat netral, dan
-
Hukum adat
memiliki karakter bersifat tidak netral karena sangat erat kaitannya dengan
nilai-nilai relegius.
Pembedaan ini penting untuk dapat
memahami pembentukan atau perubahan hukum yang akan berlaku dalam masyarakat.
Hukum netral hukum lalu lintas adalah hukum yang relative longgar kaitannya
dengan nilai nilai religius susunan
masyarakat adat hal ini berakibat,
perubahan hukum yang termasuk hukum netral mudah pembentukannya dan pembinaan
hukum dilakukan melalui bentuk perumusan hukum perundang-undangan (legislasi).
Sedangkan hukum adat yang erat kaitannya dengan nilai-nilai relegius karena itu relatif, sehingga tidak mudah disatukan secara nasional, maka pembinaan dan perumusannya
dalam hukum positif dilakukan melalui yurisprudensi.
Hukum adat oleh ahli barat,
dipahami berdasarkan dua asumsi yang salah, pertama, hukum adat
dapat dipahami melalui bahan-bahan tertulis, dipelajari dari catatan catatan
asli atau didasarkan pada hukum-hukum agama. Kedua, bahwa hukum
adat disistimatisasi secara paralel dengan hukum-hukum barat. Akibat pemahaman
dengan paradigma barat tersebut, maka hukum adat dipahami secara salah dengan
segala akibat-akibat yang menyertai, yang akan secara nyata dalam perkembangan
selanjutnyadi masa kemerdekaan.
Hukum Adat Dalam Konsitusi
Hukum adat dewasa ini
di negara kita oleh sebagian sarjana dipandang sebagai salah satu kebanggaan
nasional yang dimiliki oleh bangsa Indonesia, karena daripadanya kita dapat
melihat”bentuk” dan “wajah” daripada kepribadian bangsa Indonesia. Sehingga
malah oleh Prof. M. Nasroen dengan tegas menyatakan bahwa kesanggupan hukum
adat ini adalah tinggi mutunya dalam mengatur budi pekerti dan pergaulan hidup
manusia. Hukum adat ini adalah asli kepunyaan dan ciptaan bangsa Indonesia
sendiri[2].
Konstitusi kita sebelum
amandemen tidak secara tegas menunjukkan kepada kita pengakuan dan pemakaian
istilah hukum adat. Namun bila ditelaah, maka dapat disimpulkan ada
sesungguhnya rumusan-rumusan yang ada di dalamnya mengandung nilai luhur dan
jiwa hukum adat. Pembukaan UUD 1945, yang memuat pandangan hidup Pancasila, hal ini
mencerminkan kepribadian bangsa, yang hidup dalam nilai-nilai, pola pikir dan
hukum adat. Pasal 29 ayat (1) Negara
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, Pasal 33 ayat (1) Perekonomian disusun
sebagai usaha bersama berdasarkan azas kekeluargaan.
Pada tataran praktis bersumberkan
pada UUD 1945 negara mengintroduser hak yang disebut Hak Menguasai Negara
(HMN), hal ini diangkat dari Hak Ulayat, Hak Pertuanan, yang secara tradisional
diakui dalam hukum adat.
Dalam konsitusi RIS pasal 146 ayat 1 disebutkan bahwa
segala keputusan kehakiman harus berisi alasan-alasannya dan dalam perkara
harus menyebut aturan-atuuran undang-undang dan aturan-aturan hukum
adat yang dijadikan dasar hukuman itu[3]. Selanjutnya
dalam UUD Sementara, pasal 146 ayat 1 dimuat kembali. Dengan demikian hakim
harus menggali dan mengikuti perasaaan hukumd an keadilan rakyat yangs
enantiasa berkembang. Dalam pasal 102 dan dengan memperhatikan ketentuan pasal
25 UUDS 1950 ada perintah bagi penguasa untuk membuat kodifikasi hukum. Maka
hal ini termasuk di dalamnya hukum adat.
Namun setelah amandemen
konstitusi, hukum adat diakui sebagaimana dinyatakan dalam Undang-undang
Dasar 1945 pasal 18D ayat 2 menyatakan : Negara mengakui dan
menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak
tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat
dan prinsip negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang[4].
Memahami rumusan pasal 18 d UUD 1945 tersebut maka:
·
Konstitusi menjamin
kesatuan masyarakat adat dan hak-hak tradisionalnya ;
·
Jaminan
konstitusi sepanjang hukum adat itu masih hidup;
·
Sesuai dengan
perkembangan masyarakat; dan
·
Sesuai dengan prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
·
Diatur dalam undang-undang
Maka konsitusi ini, memberikan
jaminan pengakuan dan penghormatan hukum adat bila memenuhi syarat:
- Syarat
Realitas, yaitu hukum adat masih hidup dan sesuai perkembangan
masyarakat;
- Syarat Idealitas, yaitu sesuai
dengan prinsip negara kesatuan Republik Indonesia, dan keberlakuan diatur
dalam undang-undang;
Hukum perundang-undangan sesuai
dengan TAP MPR Tahun 2001, maka tata urutan perundang-undangan:
1. Undang-undang
Dasar 1945;
2. Ketetapan
MPR;
3. Undang-undang/
Perpu
4. Peraturan
Pemerintah;
5. Peraturan
Daerah;
Hal ini tidak memberikan tenpat secara formil hukum
adat sebagai sumber hukum perundang-undangan, kecuali hukum adat dalam wujud
sebagai hukum adat yang secara formal diakui dalam perundang-undangan,
kebiasaan, putusan hakim atau atau pendapat para sarjana.
Hukum Adat adalah hukum yang berlaku dan berkembang dalam
lingkungan masyarakat di suatu daerah. Ada beberapa pengertian mengenai Hukum
Adat. Menurut M.M. Djojodigoeno Hukum Adat adalah suatu karya masyarakat
tertentu yang bertujuan tata yang adil dalam tingkah laku dan perbuatan di
dalam masyarakat demi kesejahteraan masyarakat sendiri[5].
Menurut R. Soepomo, Hukum Adat adalah hukum yang tidak tertulis yang meliputi
peraturan hidup yang tidak ditetapkan oleh pihak yang berwajib, tetapi ditaati
masyarakat berdasar keyakinan bahwa peraturan tersebut mempunyai kekuatan hukum[6].
Menurut Van Vollen hoven
Hukum Adat adalah keseluruhan aturan tingkah laku positif dimana di satu pihak
mempunyai sanksi sedangkan di pihak lain tidak dikodifikasi[7].
Sedangkan Surojo Wignyodipuro memberikan definisi Hukum Adat pada umumnya belum
atau tidak tertulis yaitu kompleks norma-norma yang bersumber pada perasaan
keadilan rakyat yang selalu berkembang meliputi peraturan tingkah laku manusia
dalam kehidupan sehari-hari, senantiasa ditaati dan dihormati karena mempunyai
akibat hukum atau sanksi[8]. Dari empat definisi di atas, dapat
disimpulkan bahwa Hukum Adat merupakan sebuah aturan yang tidak tertulis dan
tidak dikodifikasikan, namun tetap ditaati dalam masyarakat karena mempunyai
suatu sanksi tertentu bila tidak ditaati. Dari pengertian Hukum Adat yang
diungkapkan diatas, bentuk Hukum Adat sebagian besar adalah tidak tertulis.
Padahal, dalam sebuah negara hukum, berlaku sebuah asas yaitu asas legalitas.
Asas legalitas menyatakan bahwa tidak ada hukum selain yang dituliskan di dalam
hukum. Hal ini untuk menjamin kepastian hukum. Namun di suatu sisi bila hakim
tidak dapat menemukan hukumnya dalam hukum tertulis, seorang hakim harus dapat
menemukan hukumnya dalam aturan yang hidup dalam masyarakat. Diakui atau tidak,
namun Hukum Adat juga mempunyai peran dalam Sistem Hukum Nasional di Indonesia.
Hukum adat merupakan nilai-nilai yang
hidup dan berkembang di dalam masyarakat suatu daerah. Walaupun sebagian besar
Hukum Adat tidak tertulis, namun ia mempunyai daya ikat yang kuat dalam
masyarakat. Ada sanksi tersendiri dari masyarakat jika melanggar aturan hukum
adat. Hukum Adat yang hidup dalam masyarakat ini bagi masyarakat yang masih
kental budaya aslinya akan sangat terasa. Penerapan hukum adat dalam kehidupan
sehari-hari juga sering diterapkan oleh masyarakat. Bahkan seorang hakim, jika
ia menghadapi sebuah perkara dan ia tidak dapat menemukannya dalam hukum
tertulis, ia harus dapat menemukan hukumnya dalam aturan yang hidup dalam masyarakat.
Artinya hakim juga harus mengerti perihal Hukum Adat. Hukum Adat dapat
dikatakan sebagai hukum perdata-nya masyarakat Indonesia.
Keberadaan hukum adat dalam tata hukum
nasional di Indonesia akan tetap eksis. Dalam hal ini Prof. Soepomo memberikan
pandangannya sebagai berikut:
a. Bahwa
dalam lapangan hidup kekeluargaan, hukum adat masih akan menguasai masyarakat
Indonesia.
b. Bahwa hukum pidana dari suatu negara wajib
sesuai dengan corak dan sifat-sifat bangsanya atau masyarakat itu sendiri. Oleh
karena itu, maka hukum adat pidana akan member bahan-bahan yang sangat berharga
dalam pembentukan KUHPidana baru untuk negara kita.
c. Bahwa hukum adat sebagai hukum kebiasaan yang
tik tertulis akan tetap menjadi sumber hukum baru dalam hal-hal yang belum /
tidak ditetapkan oleh undang-undang.
Hukum adat adalah aturan tidak tertulis
yang hidup di dalam masyarakat adat suatu daerah dan akan tetap hidup selama
masyarakatnya masih memenuhi hukum adat yang telah diwariskan kepada mereka
dari para nenek moyang sebelum mereka. Oleh karena itu, keberadaan hukum adat
dan kedudukannya dalam tata hukum nasional tidak dapat dipungkiri walaupun hukum
adat tidak tertulis dan berdasarkan asas legalitas adalah hukum yang tidak sah.
Hukum adat akan selalu ada dan hidup di dalam masyarakat.
Prospek Hukum Adat Dalam Tata Hukum
Indonesia
Satjipto
Rahardjo mengemukakan bahwa sekarang ini kita tidak dapat menempatkan hukum
positif berhdapan dengan hukum adat karena hukum adat sudah terangkum masuk
dalam hukum nasional dan hukum positif ini dibangun dari kekayaan tersebut[9].
Hukum adat merupakan kekayaan untuk membangun hukum nasional tetapi bukan
berarti hukum adat dipertahankan dalam segi keutuhannya didalam hukum
nasional. Hal ini pada gilirannya akan muncul hukum nasional Indonesia
sebagai miliknya sendiri.
Dalam hal ini, timbul suatu pertanyaan tentang eksistensi hukum adat dalam
hukum positif Indonesia. Pertama-tama kita dapat menelusuri UUD 1945, ternyata
tidak ada satu pasal yang menyinggung tentang hukum adat. Namun kalau kita
mengacu pada teori bahwa UUD suatu negara adalah hanya sebagian dari hukum
dasar negara itu. Namun dalam perkembangannya bahwa hanya sebagian saja dari
hukum adat yang dapat dipergunakan dalam lingkungan hukum positif kita,
sedangkan sisanya diambil dari unsur-unsur hukum lainnya.
Selain juga
yang termuat dalam UUD 1945, unsur-unsur hukum adat juga bisa terserap dalam
yurisprudensi atau keputusan Pengadilan. Ada sementara pendapat di kalangan
para sarjana hukum adat yang mengatakan bahwa hukum adat itu baru mempunyai
nilai hukum bilamana ia dilahirkan melalui yurisprudensi karena dengan adanya
penetapan tersebut maka kaidah adat memperoleh sanksi hukum untuk dapat
dipertahankan melalui Pengadilan sebagaimana umpamanya pendapat Ter Haar “Beslissingen Leernya”[10],
atau sebagaimana pendapatnya Prof. Soepemo yang memberikan pengertian bahwa
hukum yang timbul karena keputusan-keputusan Hakim (judge make law) sebagai hukum adat[11].
Memang suatu pembangunan hukum nasional yang mendasar pada hukum adat
kelihatannya merupakan suatu hal yang aneh dan tidak mungkin dilaksankan karena
akan menghambat perkembangan hukum itu sendiri. Anggapan ini sendiri tidak
benar sama sekali sebab suatu pembentukan hukum nasional akan hidup didalam
masyarakat apabila berlandaskan adat (Imam Sudiyat, 1981 : 93)[12].
Berdasarkan gambaran diatas, maka peranan hukum adat dalam hukum positif
indonesia sangat penting. Namun dalam berbagai macam peraturan
perundang-undangan yang berlaku di negara kita sekarang ini, tidak dijumpai
ketentuan yang memuat penegasan secara menyeluruh tentang kedudukan hukum adat
dalam hukum positif indonesia, melainkan hanya bagian-bagian tertentu saja.
III.
Penutup
a.
Kesimpulan
Hukum adat atau sebagai hukum tidak
tertulis menjadi sangat dinamis dan fleksibel mengisi kekosongan- kekosongan
hukum dari hukum- hukum tertulis, dan bergerak selalu mengisi dan melengkapi
sehingga tidak ada satu persoala hukum di seluruh lini area wilayah substansi
hukum yang tidak dicukupi oleh hukum adat. Sadar atau tidak ketika setiap
kegiatan penyelenggaraan negara, dalam penegakan hukum dan usaha memecahkan
persoalan- persoalan yang terjadi dalam masyarakat nasional atau masyarakat
setempat, diakui atau tidak ide- ide normatif yang diputuskan untuk memecahkan
masalah-masalah tersebut apabila hukum tertulis tidak mengaturnya, maka hukum
adat atau hukum tidak tertulis selalu menyediakan jawabannya. Hal ini terjadi
karena kristalisasi dari nilai-nilai luhur bangsa Indonesia yang sudah mendarah
dan mendaging. Kesimpulannya sekarang ini pembelajaran mengenai hukum adat haruslah
mendapat perhatian yang intens guna tercapainya pelestarian dan eksistensi
bangsa ini dalam wadah negara RI.
[2] Nasroen
SH, Prof. M., Falsafah Indoensia, Bulan Bintang, Jakarta 1967 hal. 14.
[3]
Konstitusi Republik Indonesia Serikat pasal 146 ayat 1.
[4]
Undang-undang Dasar 1945 pasal 18D ayat 2.
[5] M.M.
Djojodigoeno.
[6] R.
Soepomo.
[7] Van
Vollen Hoven.
[8] Surojo
Wignyodipuro.
[9] Satjipto
Rhardjo.
[10] Ter
Haar, Hukum Perdata Adat di Hindia Belanda dalam Ilmu Pengetahuan, Praktek dan
Pengajaran dalam Hukum Adat, dalam Polemik Ilmiah, Bhratara, Jakarta 1973 hal.
11.
[11]
Soepomo, Kedudukan Hukum Adat Dikemudian Hari, hal. 30.
[12] Imam
Sudiyat, 1981 : 93.
Comments
Post a Comment