BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang Masalah
Berkembangnya aspirasi-aspirasi
politik baru dalam suatu masyarakat, yang disertai dengan kebutuhan terhadap
partisipasi politik lebih besar, derngan sendirinya menuntut pelembagaan
sejumlah saluran baru, diantaranya melalui pembentukan partai politik baru.
Tetapi pengalaman di beberapa negara dunia ketiga menunjukkan, pembentukan
partai baru tidak akan banyak bermanfaat, kalau sistem kepartaiannya sendiri
tidak ikut diperbaharui.
Partai politik menjalankan fungsi
sebagai alat mengkomunikasikan pandangan dan prinsip-prinsip partai, program
kerja partai, gagasan partai dan sebagainya. Agar anggota partai dapat
mengetahui prinsip partai, program kerja partai atau pun gagasan partainya
untuk menciptakan ikatan moral pada partainya, komunikasi politik seperti ini
menggunakan media partai itu sendiri atau media massa yang mendukungnya
Demokrasi adalah sistem pemerintahan kufur yang sangat tidak
Islami, yang paling banyak itulah yang menjadi kebenaran. Bagaimana kalau yang banyak
itu adalah sesuatu hal yang buruk? Pasti suatu negara bisa hancur. Demokrasi
memungkinkan membuat tindakan buruk dengan segala cara untuk mendapatkan
kemenangan, karena hanya dinilai dari siapa yang paling banyak setuju.).
Jika mengamati pernyataan ini, sepertinya demokrasi mengandung semua aspek yang
di cita-citakan oleh rakyat. Namun menafsirkan kata demokrasi tidaklah hanya
melalui apa yang kita lihat dan apa yang kita dengarkan.
Sistem kepartaian yang kokoh,
sekurang-kurangnya harus memiliki dua kapasitas. Pertama, melancarkan
partisipasi politik melalui jalur partai, sehingga dapat mengalihkan segala
bentuk aktivitas politik anomik dan kekerasan. Kedua, mengcakup dan menyalurkan
partisipasi sejumlah kelompok yang baru dimobilisasi, yang dimaksudkan untuk
mengurangi kadar tekanan kuat yang dihadapi oleh sistem politik. Dengan
demikian, sistem kepartaian yang kuat menyediakan organisasi-organisasi yang
mengakar dan prosedur yang melembaga guna mengasimilasikan kelompok-kelompok
baru ke dalam sistem politik
Di dalam kata demokrasi di dalamnya termuat
aspek yang membentuk dan mencerminkan
karakter demokrasi itu sendiri. Aspek itu misalnya, tentunya untuk mengaplikasikan
ke keadaan yang di cita-citakan, rakyat membutuhkan kendaraan
untuk mewujudkannya yaitu partai politik. Partai politik bisa menjadi wadah
aspirasi dan sarana menciptakan iklim demokrasi yang sehat. Selain itu partai
politik dapat menjadi gambaran pendewasaan politik dan demokrasi. Dalam
perjalanannya, partai politik selalu mengalami dinamika, ketika dinamika itu
tidak sejalan dengan konsep demokrasi maka akan memunculkan reaksi. Misalnya
wacana agar demokrasi tanpa partai politik. Namun apakah hal itu dapat
terwujud, dengan melihat sejarah partai politik di Indonesia.
B.
Rumusan
Masalah
Partai politik telah berperan serta di dalam sistem
negara demokrasi yang memiliki tujuan mulia dalam menjunjung tinggi sistem
demokrasi. Maka dari itu dalam makalah ini akan dibahas tekait keberadaan
partai politik di Indonesia :
1.
Bagaimana eksistensi partai politik di Indonesia ?
2.
Apa fungsi dan tujuan
partai politik ?
C.
Tinjauan
Pustaka
Demokrasi sangat mentrigger kecurangan. Istilah
"demokrasi" berasal dari Yunani Kuno yang tepatnya diutarakan di
Athena kuno pada abad ke-5 SM. Negara tersebut dianggap sebagai contoh awal
dari sebuah sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern.Namun, arti
dari istilah ini telah berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modern telah
berevolusi sejak abad ke-18, bersamaan dengan perkembangan sistem
"demokrasi" di banyak negara.
Kata
"demokrasi" berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat
diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai
pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsep demokrasi
menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik.Hal ini
disebabkan karena demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator perkembangan
politik suatu negara.
Demokrasi
menempati posisi vital dalam kaitannya pembagian kekuasaan dalam suatu negara
umumnya berdasarkan konsep dan prinsip trias politica dengan kekuasaan negara
yang diperoleh dari rakyat juga harus digunakan untuk kesejahteraan dan
kemakmuran rakyat.
Prinsip
semacam trias politica ini menjadi sangat penting untuk diperhitungkan ketika
fakta-fakta sejarah mencatat kekuasaan pemerintah (eksekutif) yang begitu besar
ternyata tidak mampu untuk membentuk masyarakat yang adil dan beradab, bahkan
kekuasaan absolut pemerintah seringkali menimbulkan pelanggaran terhadap
hak-hak asasi manusia.
Demikian
pula kekuasaan berlebihan di lembaga negara yang lain, misalnya kekuasaan
berlebihan dari lembaga legislatif menentukan sendiri anggaran untuk gaji dan
tunjangan anggota-anggotanya tanpa mempedulikan aspirasi rakyat, tidak akan
membawa kebaikan untuk rakyat. Intinya, setiap lembaga
negara bukan saja harus akuntabel (accountable),
tetapi harus ada mekanisme formal yang mewujudkan akuntabilitas dari setiap
lembaga negara dan mekanisme ini mampu secara operasional (bukan hanya secara
teori) membatasi kekuasaan lembaga negara tersebut.[1]
Konsep demokrasi
Konsep
demokrasi bersifat longgar, artinya pemberian makna demokrasi bervariasi tiap orang
mempunyai pengertian yang dapat berbeda satu sama lain[2].
Untuk memahami demokrasi lebih lanjut, akan digolongkan analisis dalam dua
sifat teori, yaitu teori normatif dan teori empiris.
Teori
normative
Teori normatif
bersumber pada pemikiran politik para filosof dan negarawan sejak masa Yunani
kuno (masa klasik) hingga era modern. Dalam studi politik, hasil pemikiran
seperti ini digolongkan dalam kajian filsafat politik ( apter, 1977: x). Mohtar
Lubis (1994) berhasil menyunting beberapa pandangan normatif ini mulai dari Plato
hingga Martin Luther King Jr. beberapan pandangan tersebut diantaranya adalah
sebagai berikut :
Plato dalam karyanya The Republik membahas perdebatan
filosofis antara Socrates dan Adeimantus. Dari perdebatan itu diperoleh
pengertian demokrasi adalah suatu rezim yang dikuasai oleh orang banyak,
melalui persetujuan orang banyak, dan menjujung tinggi persamaan hak warga
Negara. Namun didalam rezim semacam itu para politis hendaknya bersifat bijak,
jika tidak demikian maka demokrasi hanya menghasilkan orang-orang oportunis.
Atas alas an ini maka Plato menganggap demokrasi sebagai bentuk pemerintahan
yang buruk.
Tidak banyak berbeda
dengan Plato, Aristoteles dalam
bukunya Politics, memounyai pandangan
bahwa demokrasi merupakan bentuk pemerintahan yang buruk. Pemerintahan
dikatakan buruk jika berorientasi pada kepentingan penguasa. Termasuk dalam
bentuk ini adalah tirani (penguasa satu orang), Oligarki (beberapa orang), dan
demokrasi (banyak orang). Sedangkan pemerintahan dikatakan jika berorientasi
pada kepentingan semua warga Negara. Bentuk yang baik adalah : Monarki
(dikuasai satu orang), Aristokrasi (beberapa orang), dan Politeia (banyak
orang) (diubah dari Mas’oed, 1994 : 113).
Namun tidak seluruh
filosof berpandangan demokrasi sebagai pemerintahan yang buruk. Dalam
perkembangannya, demokrasi pada umumnya dianggap sebagai bentuk pemerintahan
yang baik. Misalnya pandangan John Locke, Charles De Montequieu, dan Franklin
Delano Roosevelt. Ide mereka didasarkan pada prinsip kebebasan individu. John
Locke dalam bukunya second treatise of
civil government (1690) mempunyai pandangan bahwa secara kodrati manusia
mempunyai kebebasan yang sempurna yang terwujud dalam berbagai hak-hak sosial.
Dan manusia mempunyai wewenang tindakan siapapun yang menghalangi terwujudnya
kebebasan itu. Untuk kepentingan itu, Locke menekankan perlunya suatu kekuasaan
guna menyelesaikan masalah pelanggaran hak-hak individu. Kekuasaan itu adalah
kekuasaan yang membentuk undang-undang dan pelaksanaanya. Sementara itu Montesquieu
lebih menegaskan tentang kekuasaan untuk melindungi kebebasan individu dalam
bentuk kekuasaan yang terpisah, yaitu kekuasaan Legislatif, Eksekutif, dan
Yudikatif.
Teori
empiris
Teori Empiris tentang
demokrasi bukan merupakan sekedar kehendak, gagasan, tujuan, atau cita-cita
moral, namun suatu abstraksi yang didasarkan pada kenyataan yang ada pada suatu
Negara demokrasi. Mengenai ini, Cnudde dan Neubeur ( 1969 : 1) menyatakan : “empirical theories are descriptive and
explanatory, constructed from observation of the real word. The adaption of the
empirical mode as a predominant from in the constructin of the democratic
theory is of quite recent origin, a product of the socalled ‘behavioral’
movement in political science”.
Maka konsep empiris
tidak bersifat deskriptif saja tetapi juga eksplanatif, maksudnya disamping
member gambaran mengenai fenomena demokrasi, juga member penjelasan atas
berbagai fenomena yang dapat diamati (observable)
phenoma) itu. Karakteristik ini, sebagaimana dijelaskan Cnude dan Neubauer
di atas, adalah merupakan hasil dari pendekatan tingkah laku dalam ilmu
politik. Karena itu, untuk studi ilmu politik dipandang lebih bermakna.
Prinsip demokrasi
Dalam membicarakan demokrasi, aspek-aspek tertentu dari pemerintahan
menjadi wacana. Hal ini bisa dilihat dari definisi yang dbuat oleh Ranney,
bahwa demokrasi is a form of government organized in accordancewith the
principles of popular sovereignty, political equality, popular consultation,
and majority rule. [3]
Jadi suatu pemerintahan yang demokratis menurut definisi ranney memiliki
empat unsur dasar, yaitu : kedaulatan, persamaan politik, konsultasi, dan
pengaturan oleh mayoritas.
Sejarah
sistem politik pemerintahan indonesia atas nama demokrasi, dari, oleh dan untuk
rakyat
Sejak
merdeka, Indonesia telah mempraktekkan beberapa sistem politik pemerintahan
atas nama demokrasi, dari, oleh dan untuk rakyat.[4]
1. Tahun
1945-1959; Demokrasi Parlementer, dengan ciri :
·
Dominasi partai politik
di DPR
·
Kabinet silih berganti
dalam waktu singkat
Demokrasi parlementer
ini berakhir dengan keluarnya Dekrit Presiden 1959
2. Tahun
1959-1965; Demokrasi terpimpin, dengan cirri-ciri :
·
Dominasi presiden, yang
membubarkan DR hasil pemilu 1955, menggantikannya dengan DPR-GR yang diangkat
oleh Presiden, juga diangkat presiden seumur hidup oleh anggota parlemen yang
diangkat presiden itu
·
Terbatasnya peran
partai politik
·
Berkembangnya pengaruh
komunis
·
Munculnya ideology
Nasional, Agama, Komunis (NASAKOM)
Demokrasi terpimpin
berakhir dengan pembrontakan PKI September 1965.
3. Tahun
1965-1998; Demokrasi Pancasila; dengan ciri-ciri :
·
Demokrasi berketuhanan
·
Demokrasi yang
berkemanusiaan yang adil dan beradab
·
Demokrasi bagi
persatuan Indonesia
·
Demokrasi yang
berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan
·
Demokrasi berkeadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
·
Kita tidak
menafikanbetapa indah susunan kata berkaitan dengan Demokrasi Pancasila, tetapi
pada tataran praksis sebagai mana yang kita lihat dan rasakan
·
Mengabaikan eksistensi
dan peran Tuhan dalam kehiduopan berbangsa dan bernegara, dimana tidak merasa
dikontrol oleh Tuhan. Para pemimpin, terutama presiden tabu untuk dikritik,
apalagi dipersalahkan. Ini bermakna menempatkan dirinya dalam posisi Tuhan yang
selalu harus dimuliakan dan dilaksanakan segala titahnya serta memegang
kekuasaan yang absolute.
·
Tidak ada keadilan
hukum, ekonomi, politik, dan penegakan HAM
·
Pemilu rutin lima
tahunan, tetapi sekedar ritual demokrasi. Dimana dalam prakteknya diberlakukan
system kepartaian hegemonic, yakni pemilu diikuti oleh beberapa partai politik,
tetapi harus dimenangkan, dengan menempuh berbagai cara, intimidasi, terror,
ancaman danuanga, hanya satu partai politik.
Kala itu dikenal
politik massa mengambang, yakni eksistensi dan kiprah partai politik hanya
sampai ditingkat kabupaten/kota. Tetapi dipihak lain dengan pongah, arogan dan
brutal partai hegemonic dihidupkan sampai kepelosok-pelosok desa.
Periode ini berakhir dengan tumbangnya
rezim orde baru dibawah komando jendral besar Soeharto.
4. Tahun
1994-sekarang, orde reformasi dengan ciri-ciri enam agenda :
·
Amandemen UUD 1945
·
Penghapusan peran ganda
(multi fungsi) TNI
·
Penegakan supremasi
hukum dengan indicator mengadili mantan presiden Soeharto atas
kejahatan politik, ekonomi dan kejahatan atas kemanusiaan.
·
Melaksanakan otonomi
daerah seluas-luasnya
·
Penegakan budaya
demokrasi yang anti feodalisme dan kekerasan
·
Penolakan sisa-sisa
orde lama dan orde baru dalam pemerintahan.
Sistem
demokrasi tidak mungkin berjalan tanpa adanya partai politik. Pembuatan
keputusan secara teratur hanya mungkin dilakukan jika ada pengorganisasian
berdasarkan tujuan-tujuan kenegaraan. Tugas partai politik adalah untuk menata
aspirasi rakyat untuk dijadikan opini yang lebih sistematis sehingga dapat
menjadi dasar pembuatan keputusan yang teratur.[5]
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Eksistensi Partai Politik Di Indonesia
Keberadaan Partai Politik dalam kehidupan negara pertama kali dijumpai di
Eropa Barat, yakni sejak adanya gagasan bahwa rakyat merupakan faktor yang
patut diperhitungkan serta diikut sertakan dalam proses politik, Dengan adanya
gagasan untuk melibatkan rakyat dalam proses politik, maka secara spontan
Partai Politik berkembang menjadi penghubung antara rakyat disatu pihak dan
pemerintah di pihak lain.[6]
Menurut Husazar dan Stevenson, partai politik adalah
sekelompok orang yang terorganisir yang berusaha untuk mengendalikan
pemerintahan agar dapat melaksanakan program-programnya dan menempatkan anggota-anggotanya dalam
jabatan pemerintah.[7]
Sejarah
Partai Politik
-
Masa Pra Kemerdekaan
Partai-partai yang berkembang sebelum kemerdekaan dengan 3
aliran besar yaitu Islam(Sarekat Islam), Nasionalis(PNI, PRI, IP, PI), dan
Komunis(PKI), serta Budi Utomo sebagai organisasi modern yang melakukan
perlawanan tidak secara fisik terhadap Belanda.
-
Masa Pasca Kemerdekaan (1945-1965)
Maklumat Pemerintah(3 Nov 45) yang memuat keinginan
pemerintah akan kehadiran partai politik agar masyarakat dapat menyalurkan
aspirasi secara teratur membuat tumbuh suburnya partai-partai politik pasca
kemerdekaan. Dan terbagi 4 aliran yaitu : dasar Ketuhanan(Partai Masjumi,
Parkindo, NU, Partai Katolik), dasar Kebangsaan(PNI, PIR, INI, PTI, PWR), dasar
Marxisme(PKI, Partai Murba, Partai Sosialis Indonesia, Permai), dan dasar
Nasionalisme(PTDI,PIN,IPKI).
Pada masa Demokrasi Liberal berakibat mandeknya pembangunan ekonomi dan rawannya keamanan karena perhatian lebih ditujukan pada pembenahan bidang politik.Hingga Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang melahirkan Demokrasi terpimpin.Dan terjadi pengucilan kekuatan TNI oleh PKI dalam Peristiwa G30s/PKI dengan jatuhnya 7 perwira tinggi TNI AD. Akhirnya, Kehancuran Orde Lama ditandai dengan surutnya politisi sipil.
Pada masa Demokrasi Liberal berakibat mandeknya pembangunan ekonomi dan rawannya keamanan karena perhatian lebih ditujukan pada pembenahan bidang politik.Hingga Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang melahirkan Demokrasi terpimpin.Dan terjadi pengucilan kekuatan TNI oleh PKI dalam Peristiwa G30s/PKI dengan jatuhnya 7 perwira tinggi TNI AD. Akhirnya, Kehancuran Orde Lama ditandai dengan surutnya politisi sipil.
-
Masa Orde Baru (1966-1998)
Pada era Orde Baru partai Golkar selalu mengalami kemenangan
dan hanya mempergunakan asas Pancasila.Era Orde Baru mengalami antiklimaks
kekuasaan hingga Indonesia mengalami krisi moneter dan berkembang menjadi
krisis multidimensi.
-
Masa Reformasi(1999-Sekarang)
Pada
masa ini merupakan arus angin perubahan menuju demokratisasi dan asas
keadilan.Dan partai politik diberi kesempatan untuk hidup kembali dan mengikuti
pemilu dengan multi partai.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik,
disebutkan bahwa partai politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan
dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar
kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan
politik anggota, masyarakat, bangsa, dan negara, serat memelihara keutuhan
Negara Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Indonesia Tahun 1945.
Partai politik dibutuhkan sebagai sarana demokrasi, dalam hal ini partai
politik bertindak sebagai perantara dalam proses pengambilan keputusan
bernegara yang menghubungkan anatara warga negara dengan institusi-institusi
kenegaraan. Dengan kata lain, partai politik adalah media aspirasi masyarakat
luan untuk ikut dalam proses penentuan kebijakan dalam kehidupan bernegara.
Dalam proses pembuatan kebijakan, partai politik tentu mempunyai peranan yang
sangat besar, seperti dalam hal pemilihan presiden dan dewan perwakilan rakyat
yang dilakukan melalui pemilihan langsung oleh rakyat yang pada umumnya
sebagian besar diusung oleh suatu partai politik. Oleh karena itu dalam
menjalankan jabatannya sedikit atau banyak kebijakan yang diambil dipengaruhi
oleh kepentingan partai politik tertentu.
Di Indonesia kewenangan tersebut tertuang dalam pasal 5 ayat (1) yang
menyebutkan bahwa Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada
dewan Perwakilan Rakyat dan pasal 20 ayat (1) yang menyebutkan bahwa Dewan
Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang. Oleh sebab itu
dibutuhkan peran media massa dalam mengontrol kebijakan-kebijakan yang diambil
oleh Presiden maupun Dewan Perwakilan Rakyat agar dalam setiap pengambilan
kebijakannya tidak hanya memperhatikan kepentingan dari suatu partai politik
melainkan mengutamakan tujuan konstitusional, yaitu mencapai kesejahteraan
rakyat.
Kondisi Indonesia pada saat ini sedang mengalami pada fase reformasi,
dimana dalam fase ini Indonesia mengalami proses perubahan dari masa orde baru
yang tidak terdapat kebebasan berpartai politik menjadi masa reformasi
yang multi partai. Idealnya partai
politik yang didirikan bukan hanya partai politik yang mampu dikenal tetapi
juga partai politik yang mampu menampung aspirasi dan kepentingan rakyat.
Partai
politik memiliki fungsi yang salah satunya berperan sebagai sarana penampung
dan penyalur aspirasi rakyat kepada pemerintah. Dari konsep ini, jelaslah bahwa
partai politik merupakan salah satu sarana demokrasi di suatu Negara. Negara
apapun di dunia yang mengambil demokrasi sebagai sistem politiknya, maka partai
politik menjadi suatu kebutuhan dalam proses-proses berjalannya demokrasi
tersebut.
Indonesia adalah salah satu negara
yang menganut demokrasi sebagai sistem politiknya, dengan kata lain parpol
dengan segala eksistensinya berperan sebagai jembatan aspirasi dan
kepentingan-kepentingan rakyat, hingga skala berbangsa dan bernegara. Hal ini yang tentunya membuat eksistensi dan
pergerakan partai politik semakin berkembang sehingga sekarang kita bisa
melihat banyak orang berusaha mendirikan partai politik dengan tujuan dapat
menampung aspirasi rakyat dan menyalurkannya kepada pemerintah. Masing-masing
partai tentu akan selalu mempertahankan eksistensinya di dalam kancah
perpolitikan. Eksistensi yang di maksud di sini adalah bagaimana track
record di era reformasi dalam
menjalankan peran dan fungsinya serta bagaimana perolehan suara dalam setiap
pemilu.
Di dalam sistem demokrasi yang ada
di Indonesia. Partai politik diselenggarakan dengan tujuan sebagai berikut:
·
Partai sebagai sarana Komunikasi Politik
·
Partai sebagai sarana Sosialisasi Politik
·
Partai sebagai sarana Recruitment Politik
·
Partai sebagai sarana Pengatur Konflik
Eksistensi partai politik selain
membawa dampak positif, ternyata juga memiliki dampak negatif yang tidak bisa
diabaikan. Seperti dilihat akhir-akhir ini diketahui Partai politik disibukkan
dengan persaingan internal yang hanya menguntungkan satu kalangan saja, seperti
mereka yang sudah menjerumus pada
kecelakaan politik atau dengan modus lain skandal korupsi. Akibatnya kemudian
eksistensi partai politik menjadi tidak sehat oleh para elit politik dan
intrik-intrik politik atarpartai saling melakukan upaya demoralisasi.
Namun muncul hal yang patut menjadi
pertanyaan adalah keterlibatan partai politik dalam mewujudkan budaya politik
yang demokratis pada kehidupan politik di negara ini. Sebab bagaimanapun lembaga-lembaga yang berbau
politik itu memiliki implikasi yang signifikan dan urgensitasnya dalam merajut
kepentingan kehidupan rakyat. Hal ini akhirnya menimbulkan penilaian
bahwa,secara teori eksistensi parpol pada Negara demokrasi adalah suatu hal
yang menguntungkan dan memajukan Negara jika pelaksanaan dan penerapan
prinsip-prinsipnya sesuai dengan teori yang dikemukakan. Dan apabila muncul
penyalahgunaan terhadap maksud dan tujuan yang dilakukan oleh oknum-oknum
tertentu, maka peran dan dampak positif dari eksistensi parpol akan menjadi hal
yang hanya akan merugikan kepentingan rakyat dan kemajuan suatu Negara itu
sendiri
Dinamika yang Terjadi Pada Partai Politik
Indonesia
Revolusi membawa tuntutan yang besar
kepada perubahan sistem dan kehidupan politik di indonesia, masyarakat sendiri
masih mempunyai kapasitas yang relatif rendah untuk bisa melayanai segala
perubahan tersebut.[8]
Masyarakat yang secara minimal memperoleh
kesempatan untuk mengenl berbagai sistem politik di dunia ini dan mencoba
menguru diri sendiri dengan mempraktekan salah satu atau kombinasi dari
berbagai sistem politik yang dikenal. Di dalam waktu yang singkat sekaligus
dihadapkan kepada tanggug jawab untuk mengatasi segala keterbelakangnya.
Demikian halnya dengan partai politik.
Krisis kepercayaan akibat perilaku elite partai bukanlah hal
baru.Partai politik telah berubah menjadi monster karena dianggap memangsa
nasib rakyat.Frustrasi sosial pun menggejala dengan banyaknya kasus kecurangan
pemilu dan korupsi partai politik belakangan ini.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 mendefinisikan partai
politik sebagai organisasi nasional yang dibentuk sekelompok warga negara
Republik Indonesia secara sukarela atas dasar persamaan kehendak dan cita-cita
memperjuangkan kepentingan anggota, masyarakat, dan negara melalui pemilihan
umum.
Partai politik memiliki ideologi nasional (persamaan
kehendak dan cita-cita bersama), bukan transaksional (tukar-menukar
kepentingan).Partai politik berjuang secara kompetitif, bukan kompromistis
melalui arena pasar bebas demokrasi bernama pemilu. Ketiga ciri tersebut:
sukarela, nasional, dan kompetitif, merupakan jiwayang seharusnya mengisi tubuh
partai politik.
Sayang, ada perbedaan mendasar sejarah pembentukan partai
politik di dunia Barat dengan negara berkembang seperti Indonesia, yaitu
kesadaran identitas nasional dan legitimasi institusi pemerintahan yang telah
mengakar kuat sejak ratusan tahun lalu. Artinya, partai politik di dunia Barat
dibentuk sebagai salah satu alternatif instrumen regenerasi pemerintahan.
Di Indonesia, partai politik dibentuk dalam suasana
kebatinan yang revolutif,
bukan evolutif seperti di dunia Barat. Partai politik di Indonesia lahir
prematur justru ketika tatanan sistem politik Indonesia sebagai negara-bangsa
belum benar-benar stabil.
Parahnya lagi, 32 tahun pemerintahan Orde Baru tidak pula
berhasil merawat partai politik ini dengan sistem politik yang sehat dan
demokratis. Akibatnya, partai politik mengalami cacat permanen, baik fisik
maupun mental. Cacat ini sangat sulit disembuhkan sehingga perlu diwacanakan
pengganti partai politik dengan alternatif lain yang lebih baik
Dengan melihat fenomena
yang terjadi di atas, memunculkan opini bahwa parpol sudah tidak sejalan lagi
dengan prinsip demokrasi yang di citakan, lantas hal ini menimbulkan wacana
bagaimana model demokrasi Indonesia bila tanpa parpol.
Moratorium
partai politik
Jika tanpa partai
politik, model demokrasi seperti apakah yang cocok dan ideal bagi Indonesia? Ada
sejumlah alternatif, salah satunya adalah sistem penjaringan. Model ini dapat dijelaskan
sebagai berikut:[9]
Pertama,
mereformasi sistem perwakilan. Caranya,
membangun dan mempersiapkan sistem baru dengan menunda (moratorium) model
partisipasi perwakilan melalui partai politik selama satu generasi, yaitu 70
tahun.Pemerintahan dijalankan dengan sistem penjaringan, di mana seluruh rakyat
Indonesia yang berusia 18 tahun ke atas berhak sebagai wakil rakyat di
parlemen. Wakil-wakil ini dipilih secara acak berbasis daerah dengan komposisi
demografis, seperti agama, usia, jenis kelamin, dan pekerjaan. Bentuk, fungsi,
dan masa kerja parlemen ini tidak berbeda jauh dari parlemen sekarang, hanya
saja tak lagi diisi oleh orang partai. Model ini juga berlaku untuk DPRD di
seluruh Indonesia.
Kedua,
membentuk unit khusus independen yang menjalankan sistem penjaringan. Unit
diwakili oleh beberapa elemen, seperti universitas, NGO, masyarakat adat, dan
pelaku bisnis. Unit bertugas menyusun desain utama mekanisme penjaringan untuk
menyeleksi dan menentukan siapa saja yang berhak terpilih sebagai anggota parlemen.
Ketiga,
pemilihan umum tetap diselenggarakan secara langsung, di mana calon presiden
atau kepala daerah tidak lagi berasal dari partai politik, tetapi calon
independen dengan track record bagus, menyangkut kapasitas, pencapaian, latar
belakang profesi dan tingkat pendidikan. Setiap calon dinilai dari kemampuannya
memobilisasi massa, baik melalui kampanye, debat publik, maupun komitmen, dalam
memperjuangkan demokrasi dan kesejahteraan rakyat. Pada tahap ini, presiden
terpilih berhak dan berwenang penuh dalam menyusun kabinet.
Keempat,
mengamandemen UUD 1945 untuk mendukung model ini dan memperjelas sistem
pemerintahan, apakah menganut sistem presidensial atau parlementer. Tujuannya
agar jelas pola hubungan kekuasaan antar lembaga.
Kelima,
mempertahankan lembaga-lembaga lain yang sudah ada dan masih relevan, seperti
MPR, KPK, MK, KY, dan MA, sesuai fungsinya.
Konsep demokrasi tanpa
partai politik memang mustahil dilakukan, tetapi perlu disadari bahwa
pendewasaan demokrasi di negeri ini perlu proses. Proses ini terutama untuk
membasmi perilaku korup dan sikap despotis elite-elite partai.
Dan dengan mengamati
alternatif-alternatif yang ada di atas sepertinya hal ini sulit direalisasikan.
Karena selain memunculkan kontroversi-kontroversi baru dan akan membuat sistem
politik di Indonesia semakin runyam, tentunya hal ini akan memerluikan waktu
yang lama. mungkin hal yang perlu
dilakukan adalah dengan pendewasaan demokrasi dan politik. yaitu dengan
menerapkan prinsip dasar demokrasi. Selain itu dibutuhkan kesadaran dari para
pelaku politik( khusus nya partai
politik) untuk menghindari praktek-praktek yang dilarang dan kembali kepada
peran nya yang semula yaitu mewakili kepentingan rakyat, bukan kepentingan
pribadi ataupun golongan. Lantas aturan-aturan yang sudah ada yang mengakomodir
tentang hal ini perlu mendapat komitmen dari para pihak untuk melaksanakannya.
Namun pada hakekatnya pendewasaan politik dan demokrasi adalah berasal dari
hati nurani dan kesadaran diri dari para pihak. Sehingga meskipun partai
politik itu selalu mengalami dinamika tetapi hal ini selalu selaras dengan
prinsip demokrasi.
B.
Fungsi Dan Tujuan Partai Politik
Partai politik menjalankan fungsi sebagai alat
mengkomunikasikan pandangan dan prinsip-prinsip partai, program kerja partai,
gagasan partai dan sebagainya. Agar anggota partai dapat mengetahui prinsip
partai, program kerja partai atau pun gagasan partainya untuk menciptakan
ikatan moral pada partainya, komunikasi politik seperti ini menggunakan media
partai itu sendiri atau media massa yang mendukung.
·
Partai sebagai sarana komunikasi politik. Partai menyalurkan
aneka ragam pendapat dan aspirasi masyarakat. Partai melakukan penggabungan
kepentingan masyarakat (interest aggregation) dan merumuskan kepentingan
tersebut dalam bentuk yang teratur (interest articulation). Rumusan ini dibuat
sebagai koreksi terhadap kebijakan penguasa atau usulan kebijakan yang
disampaikan kepada penguasa untuk dijadikan kebijakan umum yang diterapkan pada
masyarakat.
·
Partai sebagai sarana sosialisasi politik. Partai memberikan
sikap, pandangan, pendapat, dan orientasi terhadap fenomena (kejadian,
peristiwa dan kebijakan) politik yang terjadi di tengah masyarakat. Sosialisi
politik mencakup juga proses menyampaikan norma-norma dan nilai-nilai dari satu
generasi ke generasi berikutnya. Bahkan, partai politik berusaha menciptakan
image (citra) bahwa ia memperjuangkan kepentingan umum.
·
Partai politik sebagai sarana rekrutmen politik. Partai
politik berfungsi mencari dan mengajak orang untuk turut aktif dalam kegiatan
politik sebagai anggota partai.
·
Partai politik sebagai sarana pengatur konflik. Di tengah
masyarakat terjadi berbagai perbedaan pendapat, partai politik berupaya untuk
mengatasinya. Namun, semestinya hal ini dilakukan bukan untuk kepentingan
pribadi atau partai itu sendiri melainkan untuk kepentingan umum
Tujuan
dari pembentukan partai politik menurut Undang-undang no.2 tahun 2008 tentang
partai politik, yaitu:
·
mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam pembukaan undang-undang dasar negara republik Indonesia tahun
1945
·
menjaga dan memelihara keutuhan negara kesatuan republik
Indonesia
·
mengembangkan kehidupan demokrasi berdasarkan pancasila
dengan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat dalam negara kesatuan republik
Indonesia
·
mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.
·
meningkatkan partisipasi politik anggota dan masyarakat
dalam rangka penyelenggaraan kegiatan politik dan pemerintahan
·
memperjuangkan cita-cita partai politik dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
·
membangun etika dan budaya politik dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
Selain
itu ada juga tujuan partai politik menurut basis sosial dibagi menjadi empat
tipe yaitu :
·
Partai politik berdasarkan lapisan masyarakat yaitu bawah,
menengah dan lapisan atas.
·
Partai politik berdasarkan kepentingan tertentu yaitu
petani, buruh dan pengusaha.
·
Partai politik yang didasarkan pemeluk agama tertentu.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Demokrasi
merupakan sistem pemerintahan yang pada hakekatnya berasal dari rakyat, oleh
rakyat, dan untuk rakyat. Namun pernyataan ini tidak semata-mata bahwa konssep
demokrasi dapat berdiri sendiri untuk dapat mencapai apa yang dicita-citakan.
Perlu adanya faktor lain untuk membangun konsep demokrasi itu, misalnya dengan
adanya partai politik. Partai politik dapat menjadi cerminan bagaimana
demokrasi itu hidup dalam suatu negara.
Partai
politik memiliki peran yang penting dalam kehidupan demokrasi indonesia.
Seiring perjalanannya, partai politik selalu mengalami dinamika. Ketika
dinamika itu bermuara terhadap hal-hal yang bertentangan dengan prinsip
demokrasi, maka hal ini akan memunculkan reaksi dan bahkan memunculkan wacana
bagaimana wajah demokrasi Indonesia jika tanpa partai politik. Wacana ini
muncul karena selain karena dinamika yang terjadi pada partai politik Indonesia
sudah tidak sejalan lagi dengan konsep demokrasi, hal ini juga didasarkan atas
krisis kepercayaan rakyat terhadap terhadap elite politik.
Namun
ketika wacana ini muncul hal ini terasa sulit dilakukan, karena selain
memunculkan kontroversi-kontroversi baru, dan membutuhkan waktu yang lama, hal
ini juga akan membuat sistem politik manjadi runyam. Karena dapat diketahui
bahwa partai politik merupakan komponen penting dalam sistem politik indonesia.
Untuk itu untuk menyikapi hal ini, hal yang perlu dilakukan adalah kedewasaan
dalam berpolitik yang sejalan dengan konsep demokrasi.
B.
Saran
Dinamika yang dialami
oleh partai politik saat ini sebaiknya disikapi dengan pemikiran yang dewasa. Bahwa
hakekatnya peran partai politik di Indonesia saat ini masih dibutuhkan,
walaupun terkadang peran itu dapat dikatakan tidak sesuai dengan konsep dan
prinsip demokrasi, namun tidak dapat dipungkiri peran parpol dalam kehidupan
demokrasi Indonesia sangat dibutuhkan (dengan melihat praktek penyelenggaraan
Negara). Kalaupun misalnya ada penundaan eksistensi partai politik, tujuannya
bukan untuk menghapus atau mengabaikan sama sekali peran partai politik dalam
memajukan demokrasi. Justru
penundaan ini diperlukan agar sistem politik Indonesia kembali dijalankan
secara konstitusional.
Daftar
Pustaka
Cangara,
Hafied.2009.Komunikasi Politik, Komsep,
Teori, dan Strategi. cetakan 1. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
Jimly Asshiddiqie, Konstitusi
dan Konstitusionalisme Indonesia, Edisi Revisi, Jakarta, Sekretariat
Jenderal dan Kepaniteraan MK, 2006, hal.115-116
Miriam Budiharjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Gramedia,
Jakarta, 1977, hal.159.
Sanit,
Arbi.1987 Sistem Politik Indonesia.
Cetakan V. Jakarta : CV Rajawali.
Soebiantoro,
M, dkk. 2000. Pengantar
Ilmu Politik. Cetakan
I. Purwokerto: Universitas Jenderal Soedirman
http://axcelyanuar.blogspot.com/2010/03/sejarah-demokrasiindonesia.html.
http://
bekasiindependen.com/2011/08/13/demokrasi-tanpa-parpol.
http://benni888to3ngkal.wordpress.com/2009/04/07/138.
.
[1] http://axcelyanuar.blogspot.com/2010/03/sejarah-demokrasi-indonesia.html diakses 10.03.2014|
19.00.
[2]Drs. M Soebiantoro, M.SI dkk. Pengantar Ilmu Politik.
Cetakan I. Purwokerto: Universitas Jenderal Soedirman.2000.hal:109
[3] Hafied Cangara, M.Sc.
Komunikasi Politik, Komsep, Teori, dan Strategi.
cetakan 1. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.2009..hal 68.
[4]http://antonsatriab.wordpress.com/2011/02/16/sistem-politikdemokrasi-di-indonesia-dari-masa-ke-masa-1-ghazali-abbas-adan-2 diakses 10.03.2014 | 19.30.
[5] Jimly
Asshiddiqie, Konstitusi dan
Konstitusionalisme Indonesia, Edisi Revisi, Jakarta, Sekretariat Jenderal
dan Kepaniteraan MK, 2006, hal.115-116.
[6] Miriam Budiharjo,
Dasar-Dasar Ilmu Politik, Gramedia, Jakarta, 1977, hal.159.
[7]http://benni888to3ngkal.wordpress.com/2014/03/07/138 diakses tanggal
10.03.2014| 15.00 WIB.
[8]. Arbi Sanit. Sistem
Politik Indonesia. Cetakan V. Jakarta : CV
Rajawali.1987. Hal:21
[9]http://
bekasiindependen.com/2011/08/13/demokrasi-tanpa-parpol
diakses 15.03.2014| 14.00.
Comments
Post a Comment