BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Pergaulan hidup diatur oleh berbagai macam kaidah atau norma yang pada
hakekatnya bertujuan untuk menciptakan kehidupan bersama yang tertib dan
tentram. Untuk menciptakan kehidupan yang tertib dan tentram tersebut, maka
diperlukan sarana yang mempunyai kekuatan dalam mengatur kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Setiap masyarakat memerlukan suatu mekanisme pengendalian sosial agar
sesuatunya berjalan dengan tertib. Menurut Soerjono Soekanto bahwa āmekanisme
pengendalian sosial (mechanism of social control) adalah segala proses yang
direncanakan maupun tidak direncanakan untuk mendidik, mengajak atau bahkan
memaksa para warga masyarakat agar menyesuaikan diri dengan kaidah-kaidah dan
nilai-nilai kehidupan masyarakat yang bersangkutan.[1]
Salah satu
bentuk pengendalian sosial yang efektif bagi masyarakat di bidang transportasi
adalah peraturan lalu lintas. Peraturan lalu lintas dan angkutan jalan tersebut
memiliki kekuatan untuk diterapkan karena memiliki sifat yang mengikat dan
memaksa (mempunyai sanksi bagi yang melanggarnya).
Penanganan lalu
lintas dan permasalahannya perlu dilakukan suatu penguraian dari setiap
komponen yang terlibat di dalamnya baik secara langsung maupun tidak langsung
yang akan berpengaruh terhadap situasi lalu lintas jalan raya sehingga dapat
ditemukan solusi terbaik dan terintegrasi dalam suatu program kegiatan yang
mampu mengakomodir setiap komponen tersebut dengan harapan upaya penanganan
dapat berhasil sesuai dengan harapan atau point goal, terpeliharanya keamanan,
keselamatan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas guna mendukung
terselenggaranya pembangunan nasional.
Polri khususnya
satuan lalu lintas telah berupaya secara terus menerus baik melalui kegiatan
preventif meliputi kegiatan penjagaan, pengaturan, patrol, dan penyuluhan
tentang pengetahuan lalu lintas maupun kegiatan dalam penegakan hukum berupa
penindakan terhadap pelaku pelanggaran lalu lintas sebagai salah satu upaya
untuk menumbuhkan efek jera terhadap pelanggaran lalu lintas, tetapi masih
banyak perilaku masyarakat sebagai pengguna jalan tidak taat terhadap peraturan
yang ada.
B.
Rumusan
Masalah
Dari uraian
latar belakang masalah tersebut, maka permasalahan yang diangkat dalam
penelitian ini, antara lain:
a. Bagaimanakah
tingkat kesadaran hukum masyarakat pengguna jalan raya ?
b. Faktor-faktor
apakah yang mempengaruhi kesadaran hukum masyarakat pengguna jalan raya ?
C.
Tinjauan
Pustaka
Hukum adalah peraturan yang berupa norma dan sanksi yang dibuat dengan
tujuan untuk mengatur tingkah laku manusia, menjaga ketertiban, keadilan,
mencegah terjadinya kekacauan.
Hukum memiliki tugas untuk
menjamin bahwa adanya kepastian hukum dalam masyarakat. Oleh sebab itu setiap
masyarat berhak untuk memperoleh pembelaan didepan hukum. Hukum dapat diartikan
sebagai sebuah peraturan atau ketetapan/ ketentuan yang tertulis ataupun yang
tidak tertulis untuk mengatur kehidupan masyarakat dan menyediakan sangsi untuk
orang yang melanggar hukum.
Hukum tidak dapat dipisahkan dengan masyarakat (ubi socitas ibi ius),
sebab antara keduanya mempunyai hubungan timbal balik. Oleh karena hukum
sifatnya universal dan hukum mengatur semua aspek kehidupan masyarakat (
poleksosbud-hankam ) dengan tidak ada satupun segi kehidupan manusia dalam
masyarakat yang luput dari sentuhan hukum.
Keadaan hukum suatu masyarakat akan dipengaruhi oleh perkembangan dan
perubahan-perubahan yang berlangsung secara terus-menerus dalam masyarakat,
pada semua bidang kehidupan. Soerjono Soekanto mengatakan, bahwa proses hukum
berlangsung di dalam suatu jaringan atau sistem sosial yang dinamakan masyarakat.
Artinya bahwa hukum hanya dapat dimengerti dengan jalan memahami sistem sosial
terlebih dahulu dan bahwa hukum merupakan suatu proses.
Dalam sejarah pemikiran ilmu hukum terdapat dua paham
yang berbeda yaitu :[2]
1. Menurut Mazhab Sejarah dan Kebudayaan ( Cultuur
histirische school ) oleh Frederich Carl Von Savigny (1799-1861), seorang ahli
hukum jerman. Pendapatnya, bahwa fungsi hukum hanyalah mengikuti
perubahan-perubahan itu dan sedapat mungkin mengesahkan perubahan-perubahan
yang terjadi dalam masyarakat.
2. Jeremy Bentham (1748-1852) ahli hukum Inggris, dan
dikembangkan oleh Roscoe Pound (1870-1964) ahli hukum USA dari aliran
Sociological Jurisprudience. Pendapatnya, bahwa hukum berfungsi sebagai sarana
untuk melakukan perubahan-perubahan dalam masyarakat.
Sementara menurut Sarjono Soekanto, dalam pandagan
para ahli hukum terdapat dua bidang kajian yang meletakkan fungsi hukum di
dalamnya yaitu :
1. Terhadap bidang-bidang kehidupan masyarakat yang
sifatnya netral ( duniawi, lahiriah ), hukum berfungsi sebagai sarana untuk
melakukan perubahan masyarakat (social engineering );
2. Terhadap bidang-bidang kehidupan masyarakat yang
sifatnya peka (sensitive, rohaniah), hukum berfungsi sebagai sarana untuk
melakukan pengendalian sosial (social control).
Dalam
hal penegakan hukum, merupakan salah satu faktor didalam penegakan hukum adalah
masyarakat. Masyarakat memiliki peranan sangat penting didalam penegakan hukum
di Indonesia. Khususnya penegakan hukum Undang-undang Lalu lintas.
Undang-Undang Lalu Lintas dibuat guna memberi jaminan bagi masyarakat didalam
menggunakan jalan raya. Selain itu tujuan adanya undang-undang lalu-lintas guna
sebagai payung hukum apabila terjadi pelanggaran-pelanggaran yang terjadi di
jalan raya. Masyarakat sebagai pengguna jalan rakyat wajib memantuhi hukum
sebab hukum dibuat bukan untuk pribadi seseorang melainkan untuk kepentingan
masyarakat pengguna jalan raya.
Diperlukan
kesadaran hukum masyarakat didalam melaksanakan apa yang secara tersurat dan
tersirat didalam Undang-Undang Lalu-lintas. Oleh karena yang dimaksud kesadaran
hukum yaitu:[3]
āSebagai kesadaran nilai-nilai yang
terdapat didalam diri manusia tentang hukum yang ada atau tentang hukum yang
diharapkan. Sedangkan nilai hukum ialah nilai tentang apa yang adil dan apa
yang tidak adil, jadi nilai tentang keadilan.ā
Kesadaran
hukum masyarakat merupakan semacam jembatan yang menghubungkan antara
peraturan-peraturan hukum dengan tingkah laku hukum orang-orang. Ia termasuk ke
dalam kategori nilai-nilai serta sikap-sikap yang mempengaruhi bekerjanya
hukum. Kesadaran hukum masyarakat adalah fungsi dari hal-hal berikut ini:[4]
1.
Peraturan-peraturan
hukumnya sendiri yang kemudian dikomunikasikan kepada rakyat.
2.
Aktivitas dari
pelaksana hukum.
3.
Proses pelembagaan dan
internalisasi hukumnya.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Tingkat
Kesadaran Hukum Masyarakat Pengguna Jalan Raya
Masalah lalu
lintas yang semakin kompleks seiring dengan pertambahan penduduk dan
perkembangan dinamika masyarakat, menuntut Polri untuk bekerja lebih keras
dengan paradigma baru untuk dapat menjadi polisi yang ideal dimasyarakat.
Menurut Satjipto Rahardjo :āsosok polisi yang ideal di seluruh dunia adalah
polisi yang cocok dengan masyarakatā.[5]
Dengan prinsip tersebut, masyarakat mengharapkan adanya polisi yang cocok
dengan masyarakatnya, dalam arti ada perubahan dari polisi yang antagonis,
yaitu Polisi yang tidak peka terhadap dinamika masyarakat dan menjalankan tugas
dengan gaya pemolisian yang bertentangan dengan perubahan masyarakat, menjadi
polisi yang protagonis, yaitu polisi yang terbuka terhadap dinamika perubahan
masyarakat dan bersedia untuk mengakomodasikannya dalam tugas-tugasnya.
Beberapa permasalahan lalu lintas , lebih lanjut diuraikan sebagai berikut :
a.
Kemacetan
Kemacetan
adalah situasi atau keadaan tersendatnya atau bahkan terhentinya lalu lintas
yang disebabkan oleh banyaknya jumlah kendaraan melebihi kapasitas jalan.
Kemacetan banyak terjadi di kota-kota besar, terutama kota yang tidak mempunyai
transportasi publik yang baik atau memadai ataupun juga tidak seimbangnya
kebutuhan jalan dengan kepadatan kendaraan.
Masalah
kemacetan lalu lintas merupakan problema yang sangat kompleks dan merupakan
fenomena yang tidak mudah untuk diatasi terutama fenomena kemacetan yang
terjadi di kota-kota besar, kawasan wisata, kawasan industri, perkantoran,
pasar tumpah dan tempat-tempat lain. Dapat diketahui penyebab terjadinya
kemacetan, antara lain:
1.
Sikap mental sebagian
masyarakat pengguna jalan yang kurang disiplin.
2.
Meningkatnya jumlah
kendaraan bermotor dari tahun ke tahun yang tidak diimbangi dengan penambahan
panjang jalan yang memadai.
3.
Ada perbaikan jalan.
4.
Menjamurnya pedagang
kaki lima, pedagang asongan di badan jalan dan di persimpangan jalan.
5.
Pasar tumpah yang
secara tidak langsung memakan badan jalan.
6.
Pengaturan lampu lalu
lintas yang bersifat kaku yang tidak mengikuti tinggi rendahnya arus lalu
lintas.
7.
Terjadinya kecelakaan
Kemacetan lebih banyak
terjadi karena masyarakat yang menonton kejadian kecelakaan atau karena
kendaraan yang terlibat kecelakaan belum disingkirkan dari jalur lalu lintas.
8.
Tidak tersedianya
tempat parkir yang memadai sehingga banyak pengguna jalan yang parkir
sembarangan.
9.
Terjadinya bencana
alam, seperti banjir yang menyebabkan kendaraan tidak dapat melaju secara
normal.
10. Kemacetan
lalu lintas yang disebabkan karena kepanikan seperti adanya syarat sirene.
b.
Pelanggaran
Pelanggaran lalu
lintas adalah pelanggaran terhadap persyaratan administrasi dan/atau
pelanggaran terhadap persyaratan teknis oleh pemakai kendaraan bermotor sesuai
ketentuan Peraturan Perundang-undangan lalu lintas yang berlaku. Dengan kata
lain, Pelanggaran merupakan suatu tindakan yang tidak sesuai dengan aturan yang
ada, baik dalam norma masyarakat atau hukum yang berlaku. Dalam konteks ini
pelanggaran lalu lintas adalah suatu tindakan baik sengaja ataupun tidak sengaja
melakukan perbuatan untuk tidak mematuhi aturan-aturan lalu lintas yang
berlaku.
c.
Kecelakaan
Pasal 1 angka 24
menyatakan bahwa : āKecelakaan Lalu Lintas adalah suatu peristiwa di jalan yang
tidak diduga dan tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa
pengguna jalan lain yang mengakibatkan korban manusia dan/atau kerugian harta
bendaā. Dapat diketahui bahwa penyebab terjadinya kecelakaan lalu lintas di
jalan raya antara lain :
1.
Volume
jalan yang tidak sebanding dengan jumlah kendaraan.
2.
Petugas pengawas
lalu lintas jumlahnya berkurang, serta perlengkapan lalu lintas yang belum
lengkap.
3.
Para
pemakai jalan yang tidak disiplin.
4.
Kondisi
jalan raya yang kurang baik atau penempatannya yang tidak tepat.
5.
Tempat
parkir kendaraan dijalan yang tidak teratur.
Kesadaran hukum pada hakekatnya
adalah bicara tentang kesadaran atau nilai-nilai yang terdapat di dalam diri
manusia tentang hukum yang ada atau tentang hukum yang diharapkan. Hal ini
sesuai dengan yang dinyatakan oleh Soerjono Soekanto bahwa ākesadaran hukum
merupakan suatu penilaian terhadap hukum yang ada atau yang diharapkanā.[6]
Selanjutnya dinyatakan bahwa āpada umumnya manusia akan taat pada hukum dan
penegaknya atas dasar imitasi, sugesti, identifikasi dan simpati baik secara
terpisah maupun secara akumulatifā.[7]
Sedangkan Scholten menjelaskan tentang kesadaran hukum yaitu ākesadaran yang
ada pada setiap manusia tentang apa hukum itu, apa seharusnya hukum itu, suatu
kategori tertentu dari hidup kejiwaan kita dengan mata kita membedakan antara
hukum dengan tidak hukum, antara yang seyogyanya dilakukan dan tidak
dilakukanā.[8]
Masalah kesadaran hukum, menurut
Selo Sumarjan berkaitan erat dengan faktor-faktor sebagai berikut :[9]
a.
Usaha-usaha
menanamkan hukum dalam masyarakat, yaitu menggunakan tenaga manusia, alat-alat,
organisasi, dan metode agar masyarakat mengetahui, menghargai, mengakui dan
mentaati hukum.
b.
Reaksi
masyarakat yang didasarkan pada sistem nilai-nilai yang berlaku.
c.
Angka
waktu penanaman hukum diharapkan dapat memberikan hasil.
Terbentuknya kesadaran hukum
masyarakat sebagai pengguna jalan pada umumnya dan khususnya kesadaran
pengendara sepeda motor dalam berlalu lintas dipengaruhi oleh faktor-faktor
yang dapat dilihat dari beberapa sudut pandang, antara lain mencakup sudut
pengetahuan dan pemahamannya terhadap hukum, serta dari sudut sikapnya terhadap
hukum. Hal ini dapat dilihat dari pendapat Soerjono Soekanto yang mengemukakan
bahwa, untuk mengetahui tingkat kesadaran hukum masyarakat terdapat empat
indikator yang dijadikan tolok ukur, yaitu :[10]
1.
Pengetahuan
tentang peraturan-peraturan hukum (law awareness)
2.
Pengetahuan
tentang isi peraturan-peraturan hukum (law acquaintance)
3.
Sikap
terhadap peraturan-peraturan hukum (legal attitude)
4.
Pola-pola
perikelakuan hukum (legal behaviour).
B.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesadaran
Hukum Masyarakat Pengguna Jalan Raya
Ā·
Substansi Hukum
Hukum
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kesadaran hukum masyarakat. Dalam
ilmu hukum terdapat adigium bahwa setiap orang dianggap tahu hukum pada saat
hukum dinyatakan berlaku, sehingga secara logika hukum tersebut dapat
diterapkan setelah aturan tersebut dinyatakan berlaku. Hukum dibuat untuk
dilaksanakan, hukum tidak lagi disebut hukum manakala tidak dilaksanakan dalam
masyarkat.[11]
Ā·
Struktur Hukum
Ruang lingkup
struktur hukum sangat luar, oleh karena itu di dalam penelitian ini yang
dimaksud dengan struktur hukum adalah Kepolisian. Hal ini sesuai dengan Pasal 5
angka (3) huruf (e) Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan menyatakan bahwa : āurusan pemerintahan di bidang registrasi dan
identifikasi kendaraan bermotor dan pengemudi, penegakan hukum, operasional
manajemen dan rekayasa lalu lintas, serta pendidikan berlalu lintas, oleh
Kepolisian Negara Republik Indonesiaā. Berdasarkan Pasal tersebut, maka urusan
penegakan hukum dan pendidikan berlalu lintas merupakan tugas dari Kepolisian,
oleh karena itu masalah kesadaran hukum masyarakat pengendara sepeda motor juga
dapat dilihat dari sudut struktur hukum.
Permasalahan yang
diperoleh mengenai struktur hukum atau penegak hukum, antara lain :
1. Petugas yang kurang memadai dilihat dari
jumlah personil serta perlengkapan lalu lintas yang belum lengkap.
2. Masih terdapat petugas yang tidak mematuhi
peraturan lalu lintas seperti membiarkan terjadinya kemacetan lalu lintas.
3. Kurang tegasnya para penegak hukum dalam
menghadapi pelanggaran-pelanggaran pengendara sepeda motor melalui penerapan
sanksi.
Untuk membantu
meningkatkan kesadaran hukum masyarakat, penegak hukum harus bertindak tegas,
konsisten, penuh dedikasi dan bertanggungjawab dalam menghadapi pengguna jalan.
Ā·
Budaya Hukum
Menurut
Bernard Arief Sidharta, bahwa ābudaya hukum adalah keseluruhan nilai, sikap,
perasaan dan perilaku para warga masyarakat termasuk pejabat pemerintahaan
terhadap atau berkenaan dengan hukumā.14 Dalam kaitan dengan kesadaran hukum,
budaya hukum dapat diartikan sebagai nilai-nilai atau perilaku masyarakat atau
kebiasaan masyarakat dalam mematuhi atau mentaati aturan hukum. Seseorang
dianggap mempunyai taraf kesadaran hukum yang tinggi apabila perilaku nyatanya
sesuai dengan hukum yang berlaku.
Dengan
demikian maka taraf kesadaran hukum yang tinggi didasarkan pada kepatuhan hukum
yang menunjukkan sampai sejauh manakah perilaku nyata seseorang sesuai dengan hukum
yang berlaku. Akan tetapi tidak setiap orang yang mematuhi hukum mempunyai
kesadaran hukum yang tinggi. Hal ini disebabkan oleh karena faktor-faktor
penyebab terjadinya kepatuhan hukum harus pula dipertimbangkan. Faktor-faktor
yang menyebabkan seseorang mematuhi hukum tersebut adalah :[12]
1. Rasa takut pada sanksi hukum yang akan
dijatuhkan apabila melanggar.
2. Untuk memelihara hubungan baik dengan
penguasa.
3. Untuk memelihara hubungan baik dengan
rekan-rekan kelompok.
4. Oleh karena kepentingan pribadi terjamin oleh
hukum.
5. Oleh karena hukum sesuai dengan nilai-nilai
yang dianut, terutama nilai-nilai keterkaitan dan ketentraman
Ā·
Sarana dan Fasilitas
Penegakan
hukum dapat berjalan dengan efektif apabila tersedianya sarana atau fasilitas
yang memadai, karena sarana atau fasilitas memiliki peranan yang sangat penting
dalam penegakan hukum. sarana dan prasarana yang mempengaruhi peningkatan
keselamatan lalu lintas, maka permasalahan yang ada antara lain :
1. Terbatasnya sarana dan prasarana yang
mendukung terlaksananya penegakan hukum di bidang lalu lintas antara lain:
a. Perlengkapan jalan seperti : rambu-rambu,
marka jalan, penerangan jalan dan tanda-tanda lalu lintas lain dirasakan masih
sangat kurang.
b. Mobilitas aparat penegak hukum yang tidak
mengimbangi hakekat ancaman.
c. Alat teknologi yang dapat dimanfaatkan untuk
tugas penegak hukum, belum bisa dioperasionalkan secara yuridis.
2. Tidak berfungsinya jalan sebagaimana mana
mestinya, seperti penggunaan untuk kaki lima, parkir pada badan jalan, dan
sebagainya.
3. Rendahnya disiplin pengguna jalan.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari keseluruhan
uraian yang telah dikemukakan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Tingkat
kesadaran hukum masyarakat pengguna jalan khususnya pengguna sepeda motor
relatif rendah, hal ini dapat dilihat dari pengetahuan, pemahaman serta
perilaku masyarakat terhadap hukum atau aturan lalu lintas.
2. Kesadaran
hukum masyarakat pengguna jalan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
a. Substansi
hukum
b. Struktur
hukum
c. Budaya
hukum
d. Sarana
atau fasilitas
B.
Saran
Hukum pada
dasarnya berbasis pada masyarakat, oleh karena itu hendaknya masyarakat
pengguna jalan tidak hanya taat terhadap aturan lalu lintas pada saat ada
petugas lalu lintas, tetapi juga taat pada saat tidak ada penjagaan, karena
keamanan, ketertiban, keselamatan dan kelancaran lalu lintas merupakan tanggung
jawab bersama.
Daftar
Pustaka
Scholten dalam Sudikno Mertokusumo,
1984, Meningkatkan Kesadaran Hukum Masyarakat, Liberty, Jakarta.
Soedito Adjisoedarmo, 2010, Buku Ajar Mata Kuliah Jati Diri Unsoed,
Penerbit Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.
Soerjono Soekanto, 1983, Penegakan
Hukum, Bina Cipta, Bandung.
_______________, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, PT.
RajaGrafindo Persada, Jakarta.
_______________, 1982, Kesadaran
Hukum dan Kepatuhan Hukum, Rajawali Press, Jakarta.
Selo Sumarjan, 1965, Perkembangan
Politik Sebagai Penggerak Dinamika Pembangunan Ekonomi, Universitas
Indonesia Press, Jakarta.
Satjipto Rahardjo,
2000, Menuju Kepolisian Republik Indonesia Mandiri Yang Profesional,
Yayasan Tenaga Kerja, Jakarta.
_______________, 1977, Pemanfaatan
Ilmu-ilmu Sosial Bagi Pengembangan Ilmu Hukum, Alumni, Bandung.
Sumber
lain:
[1] Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi
Suatu Pengantar, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, hal. 179
[3] Soedito Adjisoedarmo, 2010, Buku
Ajar Mata Kuliah Jati Diri Unsoed, Penerbit Universitas Jenderal Soedirman,
Purwokerto, hlm. 154.
[4] Ibid, hlm 154
[5] Satjipto Rahardjo, 2000, Menuju Kepolisian Republik Indonesia
Mandiri Yang Profesional, Yayasan Tenaga Kerja, Jakarta, hal. 10.
[6] Soerjono
Soekanto, 1983, Penegakan Hukum, Bina Cipta, Bandung, hal. 62.
[7] Soerjono Soekanto, 1979, Kegunaan Sosiologis Hukum Bagi Kalangan
Hukum, Alumni, Bandung, hal. 51.
[8] Scholten dalam Sudikno Mertokusumo, 1984, Meningkatkan Kesadaran
Hukum Masyarakat, Liberty, Jakarta, hal. 2.
[9] Selo Sumarjan, 1965, Perkembangan Politik Sebagai Penggerak
Dinamika Pembangunan Ekonomi, Universitas Indonesia Press, Jakarta, hal.
26.
[10] Soerjono Soekanto, 1982, Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum,
Rajawali Press, Jakarta, hal. 140.
[11] Satjipto Rahardjo, 1977, Pemanfaatan Ilmu-ilmu Sosial Bagi
Pengembangan Ilmu Hukum, Alumni, Bandung, hal. 12.
[12] Soerjono Soekanto, 1990, Polisi dan Lalu Lintas, Mandar
Maju, Bandung, hal. 30.
Comments
Post a Comment