I.
Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah
Kemajuan teknologi pada era ini era globalisasi telah berkembang sedemikian pesatnya. Teknologi
yang merupakan produk dari modernitas telah mengalami
lompatan yang luar biasa, karena sedemikian pesatnya, pada gilirannya manusia,
yang kreator teknologi itu sendiri kebingungan mengendalikannya. Bahkan bisa
dikatakan teknologi berbalik arah mengendalikan manusia.
Perbuatan hukum di dunia maya merupakan fenomena yang
sangat mengkhawatirkan
mengingat tindakan perjudian, penipuan, terorisme, penyebaran
informasi destruktif telah menjadi bagian aktifitas
pelaku kejahatan di dunia maya. Dunia maya tersebut seperti memiliki dua sisi
yang sangat bertolak belakang. Di satu sisi internet mampu memberikan
manfaat dan kemudahan bagi para penggunanya terutama dalam hal informasi dan
komunikasi. Namun di sisi lain dampak negatif dan merugikan juga dapat dengan
mudah dimanfaatkan oleh para pelaku yang kurang bertanggung jawab.[1]
Pencemaran nama baik
merupakan perbuatan melawan hukum yang menyerang kehormatan atau nama baik
orang lain. Seiring dengan kemajuan teknologi informatika seseorang dapat
melakukan perbuatan-perbuatan hukum melalui media elektronik. Segala kemudahan
yang terdapat pada teknologi informatika dapat membuat seseorang oleh adanya
kaidah-kaidah hukum dalam menggunakan teknologi informatika tersebut.
Sebagai contoh kasus di Tanggerang antara dr. IS
dengan dr. BG. Berawal dari surat pemberhentian dari pekerjaannya,. IS seorang dokter kejadian tersebut, selanjutnya
dokter inisial IS mengirim email yang berisi
muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik BG (dokter kepala) melalui alamat email pada
jaringan Internet dengan menggunakan fasilitas Handphone, dimana Handphone milikya tersebut sudah diseting dengan fasilitas jaringan Internet
selanjutnya IS
menulis berita yang berisi muatan dan/atau pencemaran nama baik dr. BG . Kemudian dr. BG
melaporkan ke polisi bahwa dr. IS telah melakukan penghinaan terhadap dr. BG.
Awalnya, teknologi (internet)
merupakan sesuatu yang bersifat netral. Disini diartikan bahwa teknologi itu bebas
nilai. Teknologi tidak dapat dilekati sifat baik dan jahat. Akan tetapi pada
perkembangannya kehadiran teknologi pihak-pihak yang berniat jahat untuk
menyalah gunakannya. Dalam perspektif ini, dengan demikian teknologi bisa
dikatakan juga merupakan faktor kriminogen, faktor yang menyebabkan timbulnya keinginan orang
untuk berbuat
jahat atau memudahkan terjadinya tindak kejahatan
Pada dekade terakhir, telah muncul kejahatan dengan
dimensi baru, sebagainya akibat dari penyalagunaan internet. Seperti halnya di dunia
nyata, sebagai
dunia maya, internet ternyata mengundang tangan-tangan kriminal dalam
beraksi, baik untuk mencari keuntungan materi maupun
untuk sekedar melampiaskan keisengan. Hal ini memunculkan fenomena khas yang sering
disebut dalam bahasa asing sebagai cyber crime (kejahatan di dunia
maya).
Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas, maka penulis tertarik untuk
menganalisis putusan pengadilan tinggi Banten
Nomor: 151/ PID/ 2012/ PT.BTN Tentang Pencemaran Nama Baik.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, penulis merumuskan permasalahan pokok
dalam makalah ini sebagai berikut :
1.
Bagaimanakah konstruksi
hukum dan efektifitas penerapan sanksi bagi pelaku tindak pidana
pencemaran nama baik melalui media elektronik di Indonesia ?
2. Bagaimana dasar pertimbangan hukum putusan Pengadilan
Tinggi Banten Nomor: 151/ PID/ 2012/ PT.BTN tentang
tindak pidana Pencemaran Nama Baik ?
C. Tinjauan Pustaka
Pencemaran nama baik secara
harafiahnya adalah tindakan untuk menjadikan seseorang itu rendah diri "humble",
atau menjatuhkan taraf seseorang
itu dalam masyarakat. Bagaimanapun, istilah ini mempunyai banyak persamaan
dengan emosi atau
perasaan malu.
Pencemaran nama baik
secara kebiasaannya bukanlah merupakan pengalaman yang elok, kerana ia
mengurangkan ego.
Pencemaran nama baik
tidak memerlukan penglibatan orang lain, ia boleh jadi kesadaran mengenai taraf diri seseorang, dan
boleh menjadi satu jalan bagi menghapuskan perasaan bangga yang
tidak sepatutnya. Pencemaran nama
baik terhadap orang lain sering digunakan sebagai satu cara
seseorang untuk menunjukkan kuasanya kepada orang lain, dan merupakan bentuk
biasa penderaan atau penekanan.[2]
Hal atau keadaan yang dikomunikasikan atau dipublikasikan lewat internet
dapat dikatakan merupakan penghinaan atau pencemaran nama baik bila hal atau
keadaan merupakan suatu yang merusak reputasi ataupun yang membawa kerugian material
bagi pihak korban. Publikasi atau komunikasi tentang diri pihak lain dapat
dikatakan pencemaran nama baik, baik dilakukan dengan kata-kata atau tulisan
yang terang-terangan maupun dengan bentuk yang tersembunyi, namun mengandung
konotasi merusak reputasi seseorang atau suatu badan.
Untuk dapat
dikategorikan sebagai penghinaan atau pencemaran nama baik , maka unsur-unsur
yang harus dipenuhi adalah:
-
Adanya
hal atau yang tidak benar yang dikomunikasikan lewat intenet
-
Hal
atau keadaan tersebut mengenai diri seseorang atau suatu badan
-
Hal
atau keadaan tersebut dipublikasikan kepada puhak lain
-
Publikasi
tersebut mengakibatkan kerugian bagi seseorang yang menjadi objek[3]
Di
dalam Pasal 27 ayat 3 UU ITE terdapat 2 unsur, yaitu
1. unsur
obyektif dan
2. unsur
subyektif.
Unsur-unsur
obyektif di dalam pasal tersebut adalah:
1. Perbuatan:
· Mendistribusikan
· Mentransmisikan
· Membuat
dapat diaksesnya.
2. Melawan hukum, yaitu yang dimaksud dengan
“tanpa hak”
3. Obyeknya adalah informasi
elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memuat penghinaan dan/atau
pencemaran nama baik.
Unsur subyektif adalah
berupa kesalahan, yaitu yang dimaksud dengan “dengan sengaja”. Ketiga perbuatan
mendistribusikan, mentransmisikan, dan membuat dapat diaksesnya suatu informasi
dan/atau dokumen elektronik tidak dapat diketemukan penjelasannya di dalam UU
ITE tersebut baik dari sisi yuridis maupun sisi IT. Kalau kita lihat konteks
pengundangan ini, maka sebenarnya Pasal 27 ayat 3 UU ITE ini merupakan lex
specialis dari KUHP karena merupakan pengkhususan dari penghinaan di
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (selanjutnya disebut KUHP) di ranah
internet.
Pada prinsipnya, mengenai
pencemaran nama baik diatur dalam KUHP, Bab XVI tentang Penghinaan yang termuat
dalam Pasal 310 s.d 342 KUHP.Melihat pada penjelasan R. Soesilo dalam Pasal 310 KUHP, dapat kita lihat bahwa didalam
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ada beberapa macam pencemaran nama baik yakni
:[4]
1.
Penistaan (Pasal 310 ayat (1) KUHP)
Menurut R. Soesilo, supaya dapat dihukum menurut pasal ini, maka penghinaan
itu harus dilakukan dengan cara “menuduh seseorang telah melakukan perbuatan
tertentu” dengan maksud agar tuduhan itu tersiar (diketahui oleh orang banyak).
Perbuatan yang dituduhkan itu tidak perlu suatu perbuatan yang boleh dihukum
seperti mencuri, menggelapkan, berzina dan sebagainya, cukup dengan perbuatan
biasa, sudah tentu suatu perbuatan yang memalukan.[5]
2.
Penistaan dengan surat (Pasal 310 ayat (2) KUHP)
Menurut R. Soesilo sebagaimana dijelaskan dalam penjelasan Pasal 310 KUHP,
apabila tuduhan tersebut dilakukan dengan tulisan (surat) atau gambar, maka
kejahatan itu dinamakan “menista dengan surat”. Jadi seseorang dapat dituntut
menurut pasal ini jika tuduhan atau kata-kata hinaan dilakukan dengan surat
atau gambar.
3.
Penghinaan ringan (Pasal 315 KUHP)
Penghinaan seperti ini
dilakukan di tempat umum yang berupa kata-kata makian yang sifatnya menghina. R Soesilo, dalam penjelasan Pasal 315
KUHP, sebagaimana kami sarikan, mengatakan bahwa jika penghinaan itu dilakukan
dengan jalan lain selain “menuduh suatu perbuatan”, misalnya dengan mengatakan
“anjing”, “asu”, “sundel”, “bajingan” dan sebagainya, masuk Pasal 315 KUHP dan
dinamakan “penghinaan ringan”.[6]
Dalam menangani kasus pidana penghinaan melalui media internet aparat kepolisian menggunakan pasal-pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dihubungkan
dengan pasal-pasal dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagai lex specislis didalam tindak pidana
pencemaran nama baik/penghinaan ,
yaitu pasal
27
ayat (3) Undang-Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dinyatakan:
“Setiap Orang dengan sengaja dan
tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat
diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki
muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.”
Ketentuan pidana
terkait pencemaran nam baik yang dilakukan melalaui jaringan internet diatur
didalam Pasal 45 ayat (1) Undang-Undang No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik yang berbunyi bahwa:
“Setiap orang yang memenuhi
unsur-unsur sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3),
atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp.1000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”
Dalam menangani kasus pidana penghinaan melalui media internet aparat kepolisian menggunakan pasal-pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dihubungkan
dengan pasal-pasal dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagai lex specislis didalam tindak pidana
pencemaran nama baik/penghinaan ,
yaitu pasal
27
ayat (3) Undang-Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dinyatakan:
“Setiap Orang dengan sengaja dan
tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat
diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki
muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.”
Ketentuan pidana
terkait pencemaran nam baik yang dilakukan melalaui jaringan internet diatur
didalam Pasal 45 ayat (1) Undang-Undang No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik yang berbunyi bahwa:
“Setiap orang yang memenuhi
unsur-unsur sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3),
atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp.1000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”
Pemidanaan atau pengenaan pidana bagi pelaku tindak pidana memiliki
hubungan erat antara kehidupan pelaku tindak pidana dengan masyarakat, terutama
menyangkut kepentingan benda hukum yang paling berharga bagi kehidupan
dimasyarakat yaitu nyawa dan kemrdekaan atau kebebasan. Pemidanaan berasal dari
kata “pidana” yang sering diartikan pula dengan hukuman. Jadi pemidanaan dapat
pula diartikan dengan penghukuman. (Djoko
Prakoso, 1983:13).
Hukum pidana merupakan hukum yang mengatur tentang
perbuatan-peruatan yang dilarang oleh undang-undang beserta sanksi pidana yang
dapat dijatuhkannya kepada pelaku. Hal demikian menempatkum pidana dalam
pengertian hukum pidana materiil. (Bambang
Waluyo, 2000:6). Untuk mengetahui pengertian yang lebih jelas, berikut ini
akan dikemukakan beberapa pengertian menurut beberapa ahli hukum:
a. Sudarto
Yang
dimaksud dengan pidana adalah penderitaan yang sengaja dibebankan kepada orang
yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu.
b. Roeslan
Saleh
Pidana
adalah reaksi atas delik, dan ini berujud suatu nestapa yang dengan sengaja
ditimpahkan negara kepada pembuat delik itu. Dari definisi tersebut dapat
diambil suatu pengertian bahwa pidana mengandung unsur-unsur atau ciri-ciri
sebagai berikut:
·
Pidana itu pada hakekatnya merupakan suatu pengenaan
penderitaan atau nestapa atau akibat-akibat lain yang tidak menyanangkan
·
Pidana itu diberikan dengan sengaja oleh orang atau badan
yang mempunyai kekuasaan (oleh yang berwenang)
·
Pidana itu dikenakan kepada seseorang yang telah
melakukan tindak pidana menurut undang-undang (Muladi, 1989:4).
Dari ketiga unsur tersebut, Alf Rose menambahkan adanya unsur pencelaan
kepada diri pelaku dengan tujuan untuk membedakan antara pidana dan perlakuan
(treatment) (Muladi, 1989:4).
Menurut Alf Rose, concept of punishment bertolak pada dua
syarat atau tujuan, yaitu:
1.
Pidana
ditujukan pada pengenaan pendritaan kepada orang yang bersangkutan.
2.
Pidana
itu merupakan suatu pernyataan pencelaan terhadap perbuatan si pelaku (Muladi,
1989:4).
Menurut Andi
Hamzah bahwa teori-teori tentang tujuan pidana dibagi menjadi tiga
kelompok:
1.
Teori absolut atau pembalasan, bahwa pidana tidaklah
bertujuan untuk yang praktis, seperti memperbaiki penjahat. Kejahatan itu
sendirilah yang mengandung unsur-unsur untuk dijatuhkannya pidana. Pidana secara
mutlak, karena dilakukan sutu kejahatan. Tidak perlu untuk memikirkan manfaat
penjatuhan pidana itu. Tokoh yang menganut teori ini yaitu Immanuel Kant dan
Leo Polak.
2.
Teori relatif, bahwa teori ini mencari dasar hukum pidana
dalam menyelenggarakan tertib masyarakat dan akibatnya yaitu tujuan pidana
untuk provensi terjadinya kejahatan. Wujud pidana ini berbeda-beda: menakutkan,
memperbaiki, atau membinasakan.
3.
Teori gabungan, menurut Van Bemmelan pidana bertujuan
membalas kesalahan dan mengamankan masyarakat. Tindakan bermaksud mengamankan
dan memelihara tujuan. Jadi pidana dan tindakan keduanya bertujuan
memperisapkan untuk mengembalikan terpidana kedalam kehidupan masyarakat (Andi Hamzah, 1985:17).
II.
Pembahasan
Kontruksi
Hukum dan Efektifitas Penerapan Sanksi Bagi Pelaku
Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik
Melalui Media Elektronik
Internet merupakan jaringan
komputer yang terhubung satu sama lain melalui media komunikasi, seperti kabel
telepon, serat optik, satelit maupun gelombang frekuensi. Internet adalah
jaringan komputer antarnegara ataupun antar benua yang berbasis protokol
Transmission Control/Internet Protocol (TCP/IP).[7]
Surat
elektronik (disingkat ratel, ratron, surel,
atau surat-e) atau surat digital atau pos elektronik
(disingkat pos-el) atau nama umumnya dalam bahasa Inggris
"E-mail atau Email" (ejaan
Indonesia: imel) adalah sarana kirim mengirim surat melalui jalur
internet.
Surat biasa
umumnya pengirim perlu membayar per pengiriman (dengan membeli perangko),
tetapi e-mail umumnya biaya yang dikeluarkan adalah biaya
untuk membayar sambungan internet. Tapi ada perkecualian misalnya e-mail ke
telepon genggam, kadang pembayarannya ditagih per pengiriman. Melalui e-mail kita dapat mengirim pesan baik berupa
teks maupun gabungan dengan gambar, yang dikirimkan dari satu alamat email ke
alamat lain di jaringan internet. Apabila kita mengirim
surat melalui e-mail kita dapat memperoleh beberapa
keuntungan. Antara lain, dengan menggunakan e-mail surat
(informasi) yang kita kirim ke alamat e-mail lain akan
secara langsung diterima, selain itu biaya yang kita keluarkan cukup
murah. Sebuah alamat e-mail biasanya memiliki format
semacam username@host.domain.
Kemajuan teknologi
yang ditandai dengan mnculnya penemuan-penemuan baru seperti internet,
merupakan salah satu penyebab munculnya perubahan sosial, disamping
penyebab lainnya seperti bertambah atau berkurangnya penduduk,
pertentangan-pertentangan dalam masyarakat, terjadinya pemberontakan atau
revolusi didalam tubuh masyarakat itu sendiri.
Sistem
teknologi dalam pelaksanaannya terpaksa berbenturan dengan nilai-nilai
moral. Dampak negatif yang ditimbulkan oleh produk teknologi informasi,
seperti internet menyebabkan proses perkembangan teknologi informasi belum
mencapai tingkat kemapanan. Akhir-akhir ini banyak dibahas mengenai
kasus-kasus pencemaran nama baik melalui media elektronik.
Pelaku pencemaran nama baik menggunakan alasan adanya jaminan
kebebasan dalam mengeluarkan pendapat sebagai alat pembenar perbuatan mereka.
Pencemaran Nama Baik secara
harafiahnya adalah tindakan untuk menjadikan seseorang itu rendah diri "humble", atau menjatuhkan taraf seseorang itu dalam
masyarakat. Bagaimanapun, istilah ini mempunyai banyak persamaan dengan emosi atau perasaan malu. Penghinaan secara kebiasaannya
bukanlah merupakan pengalaman yang elok, kerana ia mengurangkan ego. Penghinaan tidak memerlukan penglibatan orang lain; ia boleh
jadi kesedaran mengenai taraf diri seseorang, dan boleh menjadi satu jalan bagi
menghapuskan perasaan bangga yang tidak sepatutnya. Penghinaan orang lain
sering digunakan sebagai satu cara seseorang untuk menunjukkan kuasanya kepada
orang lain, dan merupakan bentuk biasa penderaan atau penekanan.
Kejahatan-kejahatan
tersebut telah membuat pemerintah khususnya aparat penegak hukum terdorong
untuk memberikan pengaturan hukum terhadap cybercrime, yaitu dengan
memberlakukan cyber law melalui pengesahan UU ITE 2008.[8]
Pemanfaatan
Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik dilaksanakan dengan tujuan untuk:
a.
mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat informasi
dunia;
b.
mengembangkan perdagangan dan
perekonomian nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat;
c.
meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik;
d.
membuka kesempatan seluas-luasnya kepada setiap Orang untuk memajukan
pemikiran dan kemampuan di bidang penggunaan dan pemanfaatan Teknologi
Informasi seoptimal mungkin dan bertanggung jawab; dan
e.
memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna dan
penyelenggara Teknologi Informasi.[9]
Pencemaran nama baik pada
dasarnya merupakan tindakan yang sudah dianggap sebagai bentuk ketidakadilan
sebelum dinyatakan dalam undang-undang karena telah melanggar kaidah sopan santun.
Bahkan lebih dari itu, Pencemaran nama baik dianggap melanggar norma agama
jika dalam substansi pencemaran itu terdapat fitnah.
Ada tiga
catatan penting terkait dengan delik pencemaran nama baik yaitu:
-
Pertama, delik itu bersifat amat subyektif.
Artinya, penilaian terhadap pencemaran nama baik amat bergantung pada orang
atau pihak yang diserang nama baiknya. Karena itu, pencemaran nama baik
merupakan delik aduan yang hanya bisa diproses oleh polisi jika ada pengaduan
dari orang atau pihak yang merasa nama baiknya dicemarkan.
-
Kedua, pencemaran nama baik merupakan delik
penyebaran. Artinya, substansi yang berisi pencemaran disebarluaskan kepada
umum atau dilakukan di depan umum oleh pelaku.
-
Ketiga, orang yang melakukan pencemaran nama baik
dengan menuduh suatu hal yang dianggap menyerang nama baik seseorang atau pihak
lain harus diberi kesempatan untuk membuktikan tuduhan itu.
Dalam KUHP ( Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana ) Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik diatur dalam:
Pasal 310 ayat (1) :
“Barangsiapa dengan sengaja menyerang kehormatan/nama baik seseorang
dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui
umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan
bulan/pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah”;
ayat (2) :
“Jika hal itu dilakukan dengan tulisan/gambaran yang disiarkan,
dipertunjukan/ditempelkan dimuka umum, maka diancam karena pencemaran tertulis
dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan/pidana denda paling
banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Pasal 311 ayat (1) :
“Jika yang melakukan kejahatan pencemaran tertulis diperbolehkan untuk
membuktikan apa yang dituduhkan itu benar, tidak membuktikannya dan tuduhan
dilakukan bertentangan dengan apa yang diketahui, maka ia diancam melakukan
fitnah dengan pidana penjara paling lama empat tahun”
Berdasarkan pasal diatas,
terdapat beberapa unsur untuk dikatakan sebagai tindak pidana pencemaran nama
baik. Yaitu:
-
Unsur-unsur Objektif
Unsur objektif adalah unsur tindak pidana yang
menunjuk kepada keadaan lahir perbuatan tersebut. Dalam pasal ini, unsur-unsur
objektif adalah sebagai berikut:
a.
Menyiarkan Tulisan atau Gambar
Menyiarkan disini maksudnya adalah si pelaku tindak
pidana menyebar luaskan berita/kabar yang berupa tulisan atau gambar yang dapat
menjatuhkan martabat atau bahkan berisi hinaan terhadapa seseorang (dalam kasus
ini adalah orang yang telah mati).
b.
Mempertunjukkan Atau Menempelkan Tulisan atau
Gambar
Si pelaku tindak pidana mempertunjukkan bisa dengan
cara menempelkan atau menempatkan tulisan-tulisan atau gambar- gambar di muka
umum yang menjatuhkan martabat atau nama baik si korban agar diketahui oleh
orang banyak.
-
Unsur-unsur Subjektif
Unsur subjektif adalah unsur tindak pidana yang menunjukan
adanya niatan si pelaku tindak pidana untuk berbuat kriminal. Unsur subbjektif
ini terletak pada hati sanubari si pelaku delik. Dalam pasal ini, unsur-unsur
subjektif adalah sebagai berikut:
a.
Dengan Maksud
Dalam konteks ini, si pelaku delik dalam melaksanakan
tindakan terlarangnya di sertai dengan kesengajaan. Atau dengan kata lain, si
pelaku tindak pidana melakukan pencemaran nama baik atau penghinaan disertai
dengan niatan dari hatinya.
b.
Melawan Hukum
Si pelaku tindak pidana dengan niatnya melakukan
perbuatan pidana yang sudah jelas melawan hukum. Dalam kasus disini adalah
tindakan penghinaan dan pencemaran nama baik itu dilakukannya dengan
kesengajaan yang berporos pada niatan hatinya.
Tindakan yang dilakukan oleh
pelaku pencemaran nama baik di internet tersebut dapat dikategorikan sebagai
suatu tindak pidana karena telah mengganggu ketertiban umum dan adanya pihak
yang ditugikan dari adanya tindakan pencemaran nama baik melalui internet
tersebut. Tindak pidana pencemaran nama baik melalui internet dapat digolongkan
ke dalam kejahatan dunia maya. Tindak pidana tersebut telah diatur dalam pasal
27 ayat (3) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Dan
Transaksi Elektronik menyatakan bahwa setiap orang dengan sengaja dan
tanpa hak mendistribusikan dan / atau mentranmisikan dan atau membuat dapat
diaksesnya informasi elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan / atau
pencemaran nama baik. Unsur-unsur yang terdapat dalam pasal tersebut adalah :
1.
Setiap orang
Orang adalah orang perseorangan, baik warga
Indonesia warga negara asing, maupun badan hukum.
2.
Dengan sengaja dan tanpa hak
Dengan sengaja dan tanpa hak adalah tindakan yang
dilakukan oleh pelaku kejahatan telah direncanakan atau diniatkan terlebih
dahulu dan tanpa sepengetahuan dari orang yang berhak.
3.
Mendistribusikan dan / atau mentranmisikan dan /
atau membuat dapat diaksesnya.
Mendistribusikan dan / atau mentranmisikan dan /
atau membuat dapat diaksesnya adalah tindakan yang dilakukan oleh pelaku
kejahatan untuk menyebarluaskan tindak kejahatannya supaya dapat diketahui oleh
orang banyak.
4.
Informasi elektronik yang memiliki muatan
penghinaan dan / atau pencemaran nama baik.
Informasi elektronik yang memiliki muatan
penghinaan dan / atau pencemaran nama baik adalah satu atau sekumpulan data
elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta,
rancangan foto, elektronic data interchange (EDI),
surat elektronik (elektronic mail), telegram, teleks,
telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol atau
perforasi yang telah diolah sehingga di dalamnya mengandung unsur penghinaan
atau pencemaran nama baik seseorang.
Dasar hukum yang berpotensi dapat
dipakai untuk menjerat seorang yang dianggap telah melakukan pencemaran nama
baik antara lain adalah Pasal 310 KUHP dan pasal 27 ayat (3) UU ITE dan pasal
45 ayat (1) UU ITE, yang bunyinya sebagai berikut :
Pasal 310 KUHP :
1)
Barang siapa dengan sengaja
menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal
yang dimaksudnya terang supaya hal itu diketahui umum diancam karena pencemaran
dengan pidana penjara paling lama 9 bulan.
2)
Jika hal itu dilakukan dengan
tulisan atau gambar yang disiarkan, dipertunjukan atau ditempelkan dimuka umum,
maka diancam karena pencemaran tertulis dengan pidana penjara paling lama 1
tahun 4 bulan
3)
Tidak merupakan pencemaran atau
pencemaran tertulis, jika perbuatan jelas dilakukan demi kepentingan umum atau
terpaksa untuk membela diri.
Pasal 27 ayat 3 UU ITE :
Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau
mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau
dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama
baik.
Pasal 45 ayat (1) UU ITE :
Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam pasal 27
ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00
(satu milyar rupiah).
Dan khusus untuk milis, dimana
tulisan dimuat dalam media elektronik (dalam hal ini internet), maka pencemaran
nama baik dalam suatu milis termasuk dalam kategori yakni pencemaran melalui
informasi elektronik, yang sanksi pidananya diatur dalam Pasal 45 ayat (1) UU
ITE, lebih berat dari sekedar pencemaran biasa. Tahun 2008 Indonesia
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan transaksi elektronik.
Perbedaan
pendapat soal substansi Pasal 27 ayat (3) UU ITE. Ada pendapat bahwa penafsiran
Pasal 27 ayat (3) UU ITE berkaitan dengan Pasal 310 KUHPidana, yang mana unsur
“di muka umum” berlaku pula dalam penyebaran informasi elektronik bermuatan
penghinaan dan/atau pencemaran nama baik, misalnya informasi elektronik yang
disebarkan lewat email dikatakan tidak memenuhi unsur di muka umum karena
sifatnya tertutup antar individu. Sementara, pendapat lain bahwa unsur di muka
umum tidak dapat digunakan dalam penyebaran informasi elektronik karena
kekhususan penyebaran informasi elektronik: cepat, berbagai jalur (seperti
email, web, sms), dan jangkauan yang lebih luas, sehingga informasi elektronik
yang disebarkan lewat email tidak perlu dipersoalkan dan dikaitkan dengan unsur
di muka umum, dan UU ITE menjangkau semua jenis penyebaran informasi elektronik
baik tertutup (misalnya lewat email), ataupun terbuka (misalnya lewat website).
Dalam Putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor 50/PUU-VI/2008 atas Judicial Review Pasal 27 ayat (3)
jo Pasal 45 ayat (1) UU No. 11 Tahun 2008, Mahkamah Konstitusi berpendapat
bahwa “penghinaan yang diatur dalam KUHP (penghinaan off line) tidak dapat
menjangkau delik penghinaan dan pencemaran nama baik yang dilakukan di dunia
siber (penghinaan on line) karena ada unsur “di muka umum”. Dapatkah perkataan
unsur “diketahui umum”, “di muka umum”, dan “disiarkan” dalam Pasal 310 ayat
(1) dan ayat (2) KUHP mencakup ekspresi dunia maya? Memasukkan dunia maya ke
dalam pengertian “diketahui umum”, “di muka umum”, dan “disiarkan” sebagaimana
dalam KUHP, secara harfiah kurang memadai, sehingga diperlukan rumusan khusus
yang bersifat ekstensif yaitu kata “mendistribusikan” dan/atau
“mentransmisikan” dan/atau “membuat dapat diakses” muatan pencemaran nama
baik”.
Berdasarkan
pendapat Mahkamah Konstitusi tersebut dapat disimpulkan bahwa unsur ‘di muka
umum’ tidak menjadi unsur dalam penyebaran informasi elektronik. Dalam UU ITE
telah diatur rumusan khusus yang bersifat ekstensif yaitu kata
“mendistribusikan” dan/atau “mentransmisikan” dan/atau “membuat dapat diakses”.
Ketiga istilah tersebut dapat dijelaskan pengertiannya sebagai berikut:
·
Mendistribusikan adalah perbuatan menyebarluaskan informasi atau dokumen elektronik
melalui media elektronik, seperti web, mailing list.
·
Mentransmisikan adalah perbuatan mengirimkan, memancarkan, atau meneruskan
informasi melalui perangkat telekomunikasi, seperti Handphone, Email.
Keberlakuan dan tafsir atas Pasal
27 ayat (3) UU ITE tidak dapat dipisahkan dari norma hukum pokok dalam Pasal
310 dan Pasal 311 KUHP. Demikian salah satu pertimbangan Mahkamah Konstitusi
dalam putusan perkara No. 50/PUU-VI/2008 atas judicial review pasal 27 ayat (3)
UU ITE terhadap UUD 1945. Mahkamah Konstitusi menyimpulkan bahwa nama baik dan
kehormatan seseorang patut dilindungi oleh hukum yang berlaku, sehingga Pasal
27 ayat (3) UU ITE tidak melanggar nilai-nilai demokrasi, hak azasi manusia,
dan prinsip-prinsip negara hukum. Pasal 27 ayat (3) UU ITE adalah
Konstitusional.
Bila dicermati isi Pasal 27 ayat
(3) jo Pasal 45 ayat (1) UU ITE tampak sederhana bila dibandingkan dengan
pasal-pasal penghinaan dalam KUHP yang lebih rinci. Oleh karena itu, penafsiran
Pasal 27 ayat (3) UU ITE harus merujuk pada pasal-pasal penghinaan dalam KUHP.
Misalnya, dalam UU ITE tidak terdapat pengertian tentang pencemaran nama baik.
Dengan merujuk Pasal 310 ayat (1) KUHP, pencemaran nama baik diartikan sebagai
perbuatan menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan
sesuatu hal yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum.
Pasal 27 ayat (3) UU ITE
"Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan
dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik
dan/atau dokumen elektronik yang bermuatan penghinaan dan/atau pencemaran nama
baik"
Pasal 310 ayat (1) KUHP
Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang
dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui
umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan
bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Rumusan Pasal 27 ayat (3) jo
Pasal 45 ayat (1) UU ITE yang tampak sederhana berbanding terbalik dengan
sanksi pidana dan denda yang lebih berat dibandingkan dengan sanksi pidana dan
denda dalam pasal-pasal penghinaan KUHP. Misalnya, seseorang yang terbukti
dengan sengaja menyebarluaskan informasi elektronik yang bermuatan pencemaran
nama baik seperti yang dimaksudkan dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE akan dijerat
dengan Pasal 45 Ayat (1) UU ITE, sanksi pidana penjara maksimum 6 tahun
dan/atau denda maksimum 1 milyar rupiah.
Pasal 45 UU ITE
(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Masih ada pasal lain dalam UU ITE
yang terkait dengan pencemaran nama baik dan memiliki sanksi pidana dan denda
yang lebih berat lagi, perhatikan pasal 36 UU ITE.
Pasal 36 UU ITE
"Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan
perbuatan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 27 sampai Pasal 34 yang
mengakibatkan kerugian bagi orang lain"
Misalnya, seseorang yang
menyebarluaskan informasi elektronik yang bermuatan penghinaan dan/atau
pencemaran nama baik dan mengakibatkan kerugian bagi orang lain akan dikenakan
sanksi pidana penjara maksimum 12 tahun dan/atau denda maksimum 12 milyar
rupiah (dinyatakan dalam Pasal 51 ayat 2).
Pasal 51 ayat (2) UU ITE
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 36 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua
belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar
rupiah.
Dasar Pertimbangan Hukum Putusan Pengadilan Tinggi Banten
Nomor: 151/ PID/ 2012/ PT.BTN tentang Tindak Pidana
Pencemaran Nama Baik
Hakim dan
kewajiban-kewajibannya seperti tersirat dalam pasal 5 ayat (1) Undang-undang
No. 48 tahun 2009 adalah sebagai 'sense of justice of the people".
Hakim sebagai penegak hukum dan
keadilan menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat. Artinya untuk melaksanakan
peran tersebut, hakim harus terjun ke tengah-tengah masyarakat
untuk mengenal, merasakan dan mampu menyelami perasaan hukum dan rasa
keadilan yang hidup dalam masyarakat. Dengan demikian hakim dapat
memberikan putusan yang sesuai dengan hukum dan rasa keadilan
masyarakat.
Tugas hakim bukan
hanya sebagai penerap hukum (Undang-undang) atas
perkara-perkara di Pengadilan atau 'agent of conflict". Tetapi
seharusnya juga mencakup penemuan dan pembaruan hukum. Hakim yang
ideal, selain memiliki kecerdasan yang tinggi, juga harus mempunyai
kepekaan terhadap nilai-nilai keadilan, mampu mengintegrasikan hukum
positif ke dalam nilai-nilai agama, kesusilaan, sopan santun dan adat istiadat yang
hidup dalam masyarakat melalui setiap putusan yang dibuatnya. Karena
pada hakikatnya, mahkota seorang hakim itu bukan pada palunya, melainkan
pada bobot atau kualitas dari putusan yang dihasilkan.
Urgensi
pertimbangan hakim dalam penerapan sanksi tindak pidana untuk memenuhi
keadilan sangat beralasan juga harus ada dan tertulis dalam putusannya
karena ;
a.
Bahwa
putusan hakim harus berpedoman pada unsur yuridis, filosofis dan sosiologis
yaitu mempertimbangkan tata nilai budaya yang hidup dan berkembang
dalam masyarakat.
b.
Dalam
mempertimbangkan berat ringannya pidana, hakim wajib memperhatikan
pula sifat baik dan jahat dari terdakwa. Penetapan dan putusan harus
memuat pertimbangan hukum hakim yang didasarkan pada alasan dan
dasar hukum yang tepat dan benar.
c.
Surat
putusan pemidanaan harus memuat pertimbangan yang disusun secara ringkas
mengenai fakta dan kaedaan, beserta alat pembuktian yang diperoleh dari
pemeriksaan di sidang yang menjadi dasar penentuan kesalahan
terdakwa.
Putusan Pengadilan
Tinggi Banten Nomor: 151/ PID/ 2012/ PT.BTN. tentang Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik, dalam segi
normatif atau yuridis, hakim dalam memberikan putusan terhadap dr. Ira Simatupang, sangat tepat. Sebenarnya, kalau hakim hanya menggunakan
logika Aristotelian atau silogisme, dr. Ira Simatupang bisa dipenjara selama 6
(enam) tahun sesuai ketentuan
dalam pasal 310 KUHP jo Pasal 27 ayat 3 (tiga) Undang-Undang No 11 Tahun 2008
Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Di dalam putusan
Pengadilan Tinggi Banten Nomor: 151/ PID/ 2012/ PT.BTN dapat diketahui bahwa dasar pertimbangan yang digunakan
oleh Majelis Hakim dalam pemidanaan bersyarat adalah dari segi hukum (yuridis)
dan dari segi non hukum (non yuridis). Hakim dalam
memberikan putusan ada dua pertimbangan, yaitu dari segi formil dan materiil. Adapun
yang dimaksud dengan melawan hukum formal adalah merupakan unsur dari
pada hukum positif tertentu saja. Sehingga ia merupakan unsur tindak
pidana dan materil itu sendiri. Sedangkan yang dimaksud dengan melawan hukum
materil adalah melawan hukum dalam arti luas di mana sebagai suatu unsur
yang tidak hanya melawan hukum tertulis saja. Suatu tindakan pada
umumnya dapat hilang sifatnya sebagai melawan hukum bukan hanya
berdasarkan suatu ketentuan dalam perundang-undangan melainkan juga
berdasarkan azaz-azas hukum yang tidak tertulis dan bersifat umum.
Secara formil, maka
teranglah bahwa perbuatan yang dilarang oleh undang -
undang atau perbuatan yang melanggar perintah di dalam undang - undang, karena
bertentangan apa yang dilarang oleh atau yang diperintahkan dalam undang -
undang. Dari putusan Pengadilan Tinggi Banten Nomor: 151/ PID/ 2012/ PT.BTN yang dijadikan prtimbangan ada dua yaitu:
1.
Pertimbangan
Formil Unsur formil dari Pengadilan Tinggi Banten Nomor: 151/ PID/ 2012/ PT.BTN meliputi:
a.
Perbuatan
manusia, yaitu perbuatan dalam arti luas, artinya tidak berbuat yang
termasuk perbuatan dan dilakukan oleh manusia.
b.
Melanggar
peraturan pidana. dalam artian bahwa sesuatu akan dihukum
apabila sudah ada peraturan pidana sebelumnya yang telah mengatur
perbuatan tersebut, jadi hakim tidak dapat menuduh suatu kejahatan yang
telah dilakukan dengan suatu peraturan pidana, maka tidak ada
tindak pidana.
c.
Diancam
dengan hukuman, hal ini bermaksud bahwa KUHP mengatur
tentang hukuman yang berbeda berdasarkan tindak pidana yang telah dilakukan.
d.
Dilakukan
oleh orang yang bersalah, dimana unsur-unsur kesalahan yaitu harus
ada kehendak, keinginan atau kemauan dari orang yang melakukan
tindak pidana serta Orang tersebut berbuat sesuatu dengan sengaja,
mengetahui dan sadar sebelumnya terhadap akibat perbuatannya.
Kesalahan dalam arti sempit dapat diartikan kesalahan yang
disebabkan karena si pembuat kurang memperhatikan akibat yang tidak
dikehendaki oleh undang-undang.
Berdasar dari segi hukum (yuridis), diketahui
bahwa berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan di persidangan yaitu setelah menghubungkan
antara keterangan saksi yang diajukan di depan persidangan,
maupun keterangan dari terdakwa, baik yang dibacakan di muka persidangan
oleh Jaksa Penuntut Umum maupun saksi yang hadir di muka persidangan.
Terdakwa dr. Ira Simatupang oleh penuntut umum telah didakwa dengan dakwaan
dalam melakukan tindak pidana pencemaran nama baik yaitu Pasal 310 KUHP. dr. Ira Simatupang secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan yang memenuhi unsurunsur pidana yang
terkandung di dalam Pasal 310 KUHP tersebut.
Sebenarnya, apa yang dilakukan oleh dr. Ira Simatupang telah memenuhi unsur delik dalam Pasal 310 KUHP yaitu:
a.
Dilakukan dengan sengaja, dan dengan maksud
agar diketahui umum (tersiar).
b.
Tanpa
hak atau izin.
c.
Obyek
atau sasarannya adalah orang.
d.
Akibat
pencemaran itu jelas merusak kehormatan atau nama baik seseorang.
dr. Ira Simatupang dalam hal ini, sengaja menghina dr. Bambang tanpa mempunya hak
atau izin. dr. Bambang adalah manusia yang memiliki perasaan dan
ingin dijunjung tinggi kehormatannya. Akibat pernuatan yang dilakukan oleh
dr. Ira Simatupang sangat merugikan dr. Bambang secara imateriil.
2. Segi
Materiil
Selain melihat
dari segi hukum (yuridis), sebelum menjatuhkan pemidanaan bagi terdakwa
Majelis hakim mempertimbangkan dari segi non hukum (non yuridis), yang
diterapkan didalam unsur-unsur yang memberatkan dan meringankan hukuman bagi
terdakwa guna memperoleh penerapan hukum yang adil bagi terdakwa.
Unsur material
dari tindak pidana bersifat bertentangan dengan hukum, yaitu harus benar-benar
dirasakan oleh masyarakat sehingga perbuatan yang tidak patut dilakukan. Jadi
meskipun perbuatan itu memenuhi rumusan undang-undang, tetapi apabila tidak
bersifat melawan hukum, maka perbuatan itu bukan merupakan suatu tindak pidana.
Unsur-unsur tindak pidana dalam ilmu hukum pidana dibedakan dalam dua macam,
yaitu unsur objektif dan unsur subjektif. Unsur objektif adalah unsur yang
terdapat di luar diri pelaku tindak pidana. Unsur ini meliputi:
·
Perbuatan
atau kelakuan manusia, dimana perbuatan atau kelakuan manusia itu ada yang
aktif (berbuat sesuatu), misal membunuh (Pasal 338 KUHP), menganiaya (Pasal 351
KUHP).
·
Akibat
yang menjadi syarat mutlak dari delik. Hal ini terdapat dalam delik material
atau delik yang dirumuskan secara material, misalnya pembunuhan (Pasal 338
KUHP), penganiayaan (Pasal 351 KUHP), dan lain-lain.
·
Ada
unsur melawan hukum. Setiap perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana
oleh peraturan perundang-undangan hukum pidana itu harus bersifat melawan
hukum, meskipun unsur ini tidak dinyatakan dengan tegas dalam perumusan.
Berikut kutipan
pertimbangan hakim dan amar putusan hakim pada Pengadilan Tinggi Tanggerang
terkait perkara pencemaran nama baik melalui media elektronik:
Menimbang, bahwa setelah Pengadilan Tinggi meneliti dengan saksama
Memori Banding Kuasa Hukum Terdakwa yang pada pokoknya menyatakan tidak
sependapat dengan pertimbangan Hakim Tingkat Pertama tentang telah terpenuhinya
unsur setiap orang pada perbuatan Terdakwa, karena menurut Penasihat Hukum
Terdakwa melakukan perbuatan adalah wujud reaksi spontanitas yang dilakukan
seseorang yang digambarkan dalam kondisi tekanan trauma psikologis yang sangat
tinggi;--------------------------
Menimbang, bahwa pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang
lansung disebabkan oleh guncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman
serangan itu, tidak dipidana (vide pasal 49 ayat 2 KUHP) ;--------
Menimbang, bahwa Terdakwa melakukan perbuatan berdasarkan
fakta-fakta ditemukan dipersidangan bukan seketika terjadi sewaktu perbuatan
yang menyebabkan emosinya melonjak atas perbuatan saksi-saksi korban yang telah
menzalimi dirinya, akan tetapi telah sempat berfikir dengan tenang “apakah
pantas atau tidak pantas ianya Terdakwa melakukan perbuatan mengirim melalui
sms jaringan internet kata-kata kotor terhadap saksi korban dan menyebarkan
kata-kata tersebut pada orang dekat saksi korban”, oleh karena itu pembelaan
terpaksa karena guncangan jiwa yang berat seperti maksud pembelaan Penasihat Hukum
Terdakwa tidak terpenuhi oleh perbuatan Terdakwa, karenanya pembelaan tersebut
haruslah dikesampingkan ;-----------------------------------------------------------
Menimbang, bahwa setelah Pengadilan Tinggi meneliti dengan saksama
memori banding dari Jaksa Penuntut Umum, Pengadilan Tinggi berpendapat tidak
ada hal-hal yang baru yang ditemukan, kesemuanya itu hanyalah pengulangan
hal-hal yang telah dikemukakan pada persidangan tingkat pertama, oleh karenanya
tidak perlu dipertimbangkan lebih lanjut, kecuali berat ringannya pidana dengan
masa percobaan yang dijatuhkan pada Terdakwa tersebut baik pidana maupun masa
percobaannya ;----------
Menimbang, bahwa setelah Pengadilan Tinggi mempelajari dengan
saksama berkas perkara dan turunan resmi putusan Pengadilan Negeri Tangerang
tanggal 17 Juli 2012 Nomor : 236/PID.SUS/2012/PN.TNG. Pengadilan Tinggi
sependapat dengan pertimbangan hukum Hakim Tingkat Pertama yang dalam
putusannya menyatakan bahwa Terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan
bersalah telah melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan kepadanya
dan pertimbangan hukum Hakim Tingkat Pertama tersebut diambil alih dan
dijadikan sebagai pertimbangan Pengadilan Tinggi sendiri dalam memutus perkara
ini dalam tingkat banding, kecuali mengenai pidana dengan masa percobaan
tersebut kepada Terdakwa karena menurut hemat Pengadilan Tinggi terlalu ringan
terhadap perbuatan Terdakwa dengan pertimbangan sebagai berikut;-------
Menimbang, bahwa pidana yang dijatuhkan kepada Terdakwa tidak hanya
mendidik Terdakwa sendiri, tetapi juga sebagai contoh bagi masyarakat lainnya,
supaya tidak berbuat serupa dengan Terdakwa ;-----------------------
Menimbang, bahwa Terdakwa adalah seorang yang sangat terpelajar dan
sangat menyadari pula bahwa kata-kata yang ditulis melalui jaringan internet
itu adalah kata-kata kotor yang tidak seharusnya diucapkan oleh Terdakwa kepada
orang lain ;-------------------------------------------------------
Menimbang, bahwa disamping pertimbangan hal-hal yang memberatkan
tersebut diatas, maka selanjutnya Pengadilan Tinggi akan mempertimbangkan
hal-hal yang memberatkan maupun yang meringankan Terdakwa ;------------------------------------------------------------------------------
Hal – hal yang memberatkan :
-
Terdakwa sebagai orang yang berpendidikan semestinya
menjaga kata dan memilih upaya penyelesaian masalah dengan lebih bijak dan
berdasar hukum ;-------------------------------------------------------------------
Hal – hal yang meringankan :
-
Bahwa Terdakwa sopan dipersidangan ;---------------------------------------
-
Terdakwa belum pernah dihukum ;----------------------------------------------
-
Terdakwa melakukan perbuatan tersebut karena terdorong
oleh emosi atas perbuatan saksi korban yang dianggapnya menzalimi dirinya
;-------
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan diatas, maka
putusan Pengadilan Negeri Tangerang Nomor : 236/PID.SUS/2012/PN.TNG tanggal 17
Juli 2012 haruslah diperbaiki sekedar pidana yang dijatuhkan kepada Terdakwa,
yang amar selengkapnya sebagaimana tersebut dibawah ini ;-------------------------------
Menimbang, bahwa oleh karena Terdakwa tetap dinyatakan bersalah maka
Terdakwa harus dibebani untuk membayar biaya perkara dalam kedua tingkat
peradilan ;---------------------------------------------------------------------
Memperhatikan pasal 27 ayat (3) Jo Pasal 45 Undang-Undang No.11 Tahun
2008, Pasal 14.a KUHP dan Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang –
Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan peraturan – peraturan lainnya yang
bersangkutan.------------------------------
MENGADILI :
I.
Menerima permintaan banding dari Jaksa Penuntut Umum dan
Terdakwa ; --------------------------------------------------------------------------
II.
Memperbaiki amar putusan Pengadilan Negeri Tangerang
No.236/ Pid.Sus/2012/PN.TNG tanggal 17 Juli 2012 sekedar pidana yang dijatuhkan
kepada Terdakwa yang amar selengkapnya sebagai berikut: -
1.
Menyatakan terdakwa dr. IRA SIMATUPANG, Sp.OG binti P.
SIMATUPANG, terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak
pidana : “ Dengan sengaja dan tanpa hak Mendistribusikan dan mentransmisikan
dan membuat dapat diaksesnya Informasi elektronik yang memiliki muatan
penghinaan dan/atau pencemaran nama baik “ ; ---------------------------------------
2.
Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa dr. IRA SIMATUPANG,
Sp.OG binti P. SIMATUPANG oleh karena itu dengan pidana penjara selama : 8
(delapan) bulan;-----------------------------------------
3.
Menyatakan pidana tersebut tidak usah dijalani oleh
Terdakwa kecuali apabila kemudian hari ada putusan hakim yang menentukan lain
disebabkan karena Terdakwa melakukan tindak pidana sebelum masa percobaan
selama 2 (dua) Tahun;------------------------------------
4.
Menyatakan barang bukti : ---------------------------------------------------
·
2 (dua) keeping CD (Compact Disc) yang berisi data yang
berisi kata-kata bermuatan Penghinaan dan Pencemaran Nama Baik yang berasal dari
alamat Email ira-simatupang@yahoo.com yang dikirim ke alamat Email jstalangi@yahoo.com,smoningkey@yahoo.com,makentur@yahoo.com,
hsusanto71@yahoo.com, wawank69@yahoo.com melalui 1 (satu) unit handphone
Javaline, warna hitam,dengan nomor Imei :358453026689686, TETAP TERLAMPIR
DALAM BERKAS PERKARA ; -----------------------------------------------------------------
·
4 (empat )berkas Print Out Email Yahoo, dengan alamat
Email pengirim ira simatupang@yahoo.com yang berisi muatan penghinaan dan atau
Pencemaran Nama Baik terhadap orang lain. TETAP TERLAMPIR DALAM BERKAS
PERKARA ; ------------
·
1 (satu) unit Handphone Blacberry Type Javaline warna
hitam dengan nomor Imei :358453026689686, Madein MEXICO 3, DIRAMPAS UNTUK
DIMUSNAHKAN ; -----------------------------
5.
Membebankan kepada Terdakwa untuk membayar biaya perkara
dikedua tingkat peradilan, yang dalam tingkat banding sebesar Rp.2.500. (Dua
ribu lima ratus rupiah) ;------------------------------------
Pidana bersyarat
merupakan alternatif dari pidana perampasan kemerdekaan yang bersifat non
intitusional yang dapat dijatuhkan oleh hakim kepada terpidana, apabila hakim
berkeyakinan dan melalui pengamatan teliti terhadap dilakukannya pengawasan
yang cukup terhadap dipenuhinya syarat-syarat yang telah di tetapkan hakim
kepada terpidana, hal ini dimaksudkan untuk mencegah kejahatan dan menghormati
hak asasi manusia. Suatu sanksi pidana mempunyai dua aspek penting, yaitu untuk
kepentingan terpidana itu sendiri dan untuk kepentingan masyarakat.
Apabila hakim yakin
bahwa dengan menjalani pidana penjara terpidana akan menjadi lebih baik tentu
saja terdakwa akan dijatuhkan pidana penjara. Tetapi apabila keyakinan hakim
bahwa pidana penjara akan menjadikan terpidana lebih buruk maka alternatif yang
lain adalah bahwa terdakwa dapat dijatuhkan pidana bersyarat.
Dalam teori
pemidanaan, khususnya teori relatif yang menyatakan bahwa memidana bukanlah
untuk memuaskan tuntutan absolut dari keadilan. Pembalasan itu sendiri tidak
mempunyai nilai, tetapi hanya sebagai sarana untuk melindungi kepentingan
masyarakat. Pidana bukanlah sekedar untuk melakukan pembalasan atau pengimbalan
kepada orang yang telah melakukan suatu tindak pidana, tetapi mempunyai
tujuan-tujuan tertentu yang bermanfaat. Oleh karena itu teori ini pun sering
juga disebut dengan teori tujuan.
Dasar pembenaran
adanya pidana menurut teori ini, terletak pada tujuannya. Pidana dijatuhkan
bukan karena orang membuat kejahatan, melainkan supaya orang jangan melakukan
kejahatan. Sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan hukum pidana, makin
dirasakan bahwa pidana tidaklah semata-mata lagi merupakan pembalasan,
melainkan harus juga berfungsi memperbaiki terpidana itu sendiri. Karena di
dalam hukum pidana dikenal dengan hukuman percobaan. Karena dalam pasal 14a KUHP
memberikan sanksi alternatif, maka hakim memberikan sanksi yang sesuai dengan
ketentuan pasal tersebut. Didalam pasal 14a KUHP dikenal dengna istilah, ”terdakwa
tidak usah menjalani pidana penjara dengan waktu tertentu”. Pasal
14b ayat (2) KUHP menegaskan ” Masa percobaan dimulai pada saat putusan telah
menjadi tetap dan telah diberitahukan kepada terpidana menurut cara yang
ditentukan dalam undang-undang.
Pertimbangan hakim
di dalam menjatuhkan pidana percobaan merupakan salah satu bentuk putusan hakim
yang tidak semata-mata ”memberikan hukuman” kepada pelaku, tapi juga
pidana percobaan dijatuhkan karena ”tidak bersifat balas dendam” dan
ingin mendidik agar kepada terdakwa sehingga terdakwa menyadari kesalahannya.
Dengan alasan itulah, hukum pidana selain memberikan kepastian kepada khalayak
ramai bahwa perbuatan yang dilakukan terdakwa merupakan kesalahan menurut hukum
pidana juga menggapai keadilan yang diberikan kepada terdakwa.
Pidana bersyarat
adalah pemidanaan yang pelaksanaannya oleh hakim telah digantungkan pada
syarat-syarat tertentu yang ditetapkan dalam putusannya. Muladi menyatakan bahwa,
“Pidana bersyarat adalah suatu pidana, dalam hal mana si terpidana tidak usah
menjalani pidana tersebut, kecuali bilamana selama masa percobaan terpidana
telah melanggar syarat-syarat umum atau khusus yang telah ditentukan oleh pengadilan.
Dalam hal ini pengadilan yang mengadili perkara tersebut mempunyai wewenang
untuk mengadakan perubahan syarat-syarat yang telah ditentukan atau memerintahkan
agar pidana dijalani apabila terpidana melanggar syarat-syarat tersebut. Pidana
bersyarat ini merupakan penundaan terhadap pelaksanaan pidana”.[10]
Disinilah
pentingnya sebuah sistem pemidanaan yang manusiawi, ada individualisasi pidana,
artinya dalam memberikan sanksi perlu melihat siapa yang melakukan dan dalam
keadaan apa dia melakukan tindak pidana. R. Soesilo menyatakan: Pidana
bersyarat yang biasa disebut peraturan tentang “hukum dengan perjanjian” atau
“hukuman dengan bersyarat” atau “hukuman janggelan” artinya adalah: orang dijatuhi
hukuman, tetapi hukuman itu tidak usah dijalankan, kecuali jika kemudian
ternyata bahwa terhukum sebelum habis tempo percobaan berbuat peristiwa pidana
atau melanggar perjanjian yang diadakan oleh hakim kepadanya, jadi keputusan
penjatuhan hukuman tetap ada.[11]
Asas legalitas
merupakan pijakan hakim dalam memutus suatu perkara, namun putusan hakim juga
harus berpedoman pada 3 (tiga) hal yaitu:
a.
Unsur
yuridis yang merupakan unsur pertama dan utama;
b.
Unsur
filosofis, berintikan kebenaran dan keadilan;
c.
Unsur
sosiologis yaitu mempertimbangkan tata nilai budaya yang hidup dan berkembang
dalam masyarakat. Unsur filosofis dan sosiologis dalam waktu singkat dan
perkara pidana yang amat banyak, tidak mudah dicapai oleh hakim.
Unsur yuridis
disini adalah adanya kepastian hukum. Dalam hal pencemaran nama baik diatur
dalam Pasal 310 KUHP. Peraturan ini memiliki akar filosofi yang dalam yaitu
untuk melindungi kehormatan manusia dari manusia lainnnya. Sedangkan
sosiologis, memandang sejauh mana efektivitas peraturan perundang-undangan
khususnya Pasal 310 KUHP dalam masyarakat.
III.
Penutup
A. Kesimpulan
Tindakan pencemaran
nama baik oleh dr. Ira Simatupang telah memenuhi unsur-unsur Pasal 310 Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana. Selain itu perbuatan pencemaran nama baik yang
dilakukan oleh dr. Ira Simatupang dilakukan melalui media elektronik, sehingga
oleh karena perbuatannya dr. Ira Simatupang dapat dikenai ketentuan Pasal 27
ayat (3) Undang-Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik.
Sanksi pidana bagi
pelaku pencemaran nama baik melalui media elektronik sebagaimana diatur dalam
Pasal 27 ayat (3) jo Pasal 45 ayat (1) Undang No 11 Tahun 2008, dapat dikenai
sanksi pidana penjara maksimal 6 (enam) tahun penjara dan/atau denda paling
banyak Rp.1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).
Hakim Pengadilan Tinggi
Banten yang memutus pekrara Nomor: 151/ PID/ 2012/ PT.BTN, telah memperbaiki putusan
sebelumnya dengan menambah saksi/atau hukuman terdakwa menjadi 2 (dua) tahun
hukuman percobaan. Tujuan daripada hakim dalam menjatuhkan putusan agar efek
jera tidak hanya dirasakan terdakwa saja, tetapi juga bagi masyarakat jika
mengetahuinya supaya tidak melakukan hal yang sama. Sifat jahat yang dilakukan
terdakwa, tidak adanya itikad baik, dan menimbang bahwa terdakwa adalah orang
terpelajar sehingga tidak pantas melakukan perbuatan tersebut, menjadi bahan
pertimbangan hakim menambah sanksi dan/atau hukuman terdakwa.
B. Saran
Efektifitas didalam
menjatuhkan sanksi pidana oleh seorang hakim, seharusnya tidak hanya
menimbulkan efek jera bagi terdakwa dan/atau pelaku tindak pidana saja. Namun
dapat menimbulkan efek jera secara psikologis bagi masyarakat, agar masyarakat
pada umumnya tidak melakukan tindak pidana yang sama. Sehingga putusan hakim
disini berperan sebagai upaya perventif didalam penegak hukum di Indonesia.
Daftar
Pustaka
Hartono,
2010, Penyidikan dan Penagakan Hukum
Pidana, SinarGarafika, Jakarta
Marpaung, Leden, 2009, Proses
Penanganan Perkara Pidana (Penyelidikan dan Penyidikan), Jakarta, Sinar
Grafika.
Partodiharjo, Soemarno, 2009, Tanya
Jawab Sekitar Undang-Undang No.11 Tahun 2008 Tentang informasi Dan Transaksi Elektronik,
PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Raharjo, Agus,
2002, Pemahaman Dan Upaya Pencegahan
Kejahatan, Bandung, Berteknologi, PT. Citra Aditya Bakti.
Soesilo R,1996, Kitab Undang-Undang hukum Pidana,
Politea, Bogor.
Sitompul, Asri, 2001, Hukum Internet Pengenalan Mengenai
Masalah Hukum Cyber Space,Bandung, PT. Citra Adiyta Bakti.
Wahid, Abdul dan Mohamad Labib, 2005, Kejahatan
Mayantara (Cyber Crime), Bandung, PT.refika Aditama.
Sumber
Undang-Undang:
Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi
Dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor
58)
Undang – Undang No.1
Tahun 1946 tentang Kitab Undang – Undang Hukum Pidana ( KUHP )
[1] Soemarno Partodihardjo, Tanya Jawab
Sekitar Undang-Undang No.11 Tahun 2008 Tentang informasi Dan Transaksi Elektronik,
PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2009, hlm 70
[3] Asri Sitompul, Hukum Internet Pengenalan Mengenai Masalah Hukum Cyber Space,Bandung,
PT. Citra Adiyta Bakti, 2001. Hal.75
[7] Agus Raharjo, “CYBERCRIME” Pemahaman Dan
Upaya Pencegahan Kejahatan Berteknologi, PT Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2002. Hal 59.
[8] UU ITE 2008 merupakan undang-undang yang sangat
terbaru saat ini, Undang-undang ini baru disahkan
pada tanggal 25 Maret 2008, akan tetapi Undang-undang ini masih dalam
menunggu waktu untuk diberlakukan. Secara garis besar undang-undang ini
berjumlah 54 pasal, pada Bab Iketentuan Umum (pasal 1-2), Bab II-Asas
dan tujuan (pasal 3-4), Bab III-Informasi, Dokumen, dan Tanda Tangan
Elektronik (pasal 5-12), Bab IV-Penyelenggaraan Sertifikasi Elektronik dan
Sistem Elektronik,Bab V- Transaksi Elektronik (pasal 17-22), Bab VI - Nama
Domain, Hak Intelektual, dan Perlindungan Hak Pribadi (pasal 23-26), Bab
VII- Perbuatan yang dilarang (pasal 27-37), Bab VIII Penyelesaian
Sengketa (pasal 38-39), Bab IX- Peran Pemerintah dan Peran Masyarakat (pasal
40-41), Bab X-Penydikan (pasal 42-44), Bab XI- Ketentuan Pidana (pasal 45-52),
Bab XII- Ketentuan Peralihan, Bab XIII- Ketentuan Penutup (pasal 54).
[9] Pasal 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik.
[11]
R. Soesilo, Pokok-pokok Hukum
Pidana, Peraturan Umum dan Delik-delik Khusus, (Bogor: Politea, 1991), hal.
53.
Comments
Post a Comment