Skip to main content

Hukum dan Perkembangan Masyarakat ( Studi Kejahatan Dalam Bidang Teknologi Informasi Elektronik)



I.              Latar Belakang Masalah
Hukum dewasa mulai ketinggalan dengan perkembangan masyarakat. Perkembangan masyarakat saat ini juga berpengaruh terhadap perkembangan kejahatan dalam bidang teknologi informasi dan  elektronik. Seringkali karena perkembangan masyarakat telah maju dan/atau berubah menyebabkan hukum tidak relevan dengan perkembangan masrakat. Perkembangan masyarakat yang tidak diikuti dengan perkembangan hukum dapat menimbulkan persoalan-persoalan yang timbul didalam masyarakat. Seperti kita ketahui bahwa pada hakikatnya hukum dibuat untuk masyarakat dan semestinya dengan adanya hukum dapat melindungi dan/atau membuat rasa aman masyarakat.
Untuk menjaga agar peraturan hukum itu dapat berlangsung terus dan diterima oleh seluruh anggota masyarakat, maka peraturan hukum yang ada harus sesuai dan tidak boleh bertentangan dengan asas-asas keadilan dari masyarakat tersebut.[1] Akan tetapi, dalam satu hal, hukum berbeda dari kaidah-kaidah sosial lainnya, yakni bahwa penataan ketentuan-ketentuannya dapat dipaksakan dengan suatu cara yang teratur. Artinya, pemaksaan guna menjamin penataan ketentuanketentuan hukum itu sendiri tunduk pada aturan-aturan tertentu, baik mengenai bentuk, cara, maupun alat pelaksanaannya.[2]
Pembangunan hukum yang mencakup upaya-upaya pembangunan tatanan hukum haruslah dilakukan secara terus menerus agar hukum dapat memainkan fungasinya sebagai pedoman bertingkah laku (fungsi ketertiban) dalam hidup bersama yang imperaktif dan efektif sebagai penjamin keadilan di dalam masyarakat. Tanda-tanda mulai tumbuhnya pengakuan dari pentingnya fungsi hukum dalam pembangunan, menunjukkan bahwa kita tidak dapat menghindarkan kesan bahwa di tengah-tengah Kaidah agama maupun kaidah hukum yang bersumber pula dari kaidah sosial merupakan payung kehidupan dalam masyarakat.
Masyarakat yang tidak beradab adalah masyarakat yang tidak mempunyai kaidah agama maupun kaidah sosial, atau masyarakat yang mengingkari atau menyimpang dari kedua kaidah tersebut. Oleh karena itu sangat diperlukan pembangunan hukum agar keteraturan dalam masyarakat dapat terwujud. Perkembangan masyarakat yang dewasa ini terjadi pun tidak dapat lepas dari perkembangan hukum yang ada. Oleh karena itu hukum harus dapat menyesuaikan diri terhadap perkembangan masyrakat, atau pun sebaliknya, masyarakat juga seharusnya dapat menyesuaikan diri terhadap perkembangan hukum yang terjadi.
Perkembangan masyarakat juga mempengaruhi perkembangan kejahatan. Dapat dicontohkan dalam kejahatan dalam bidang telematika, kejahatan dilakukan menggunakan teknologi informatika seperti: penghinaan, penipuan, pornografi dan perjudian. Perkembangan kejahatan ini, tidak diikuti dengan perkembangan hukum guna mengurangi tindak kejahatan tersebut.
Tuntutan perubahan sosial membawa dampak pada keberadaan sistem hukum yang selama ini berada dalam keajegan. Perubahan hukum secara sunatullah, natural, dan melalui seleksi alamiah mengalami perubahan dengan sendirinya, bukan persoalan hukum mau tidak mau, suka atau tidak suka, tetapi kembali pada persoalan perubahan itu sendiri. Jika hukum tidak mengalami perubahan maka akan mengalami banyak kendala baik itu yang berhadapan langsung dengan rasa keadilan masyarakat maupun persoalan penegakan hukum (law enforcement). Tunututan yang terjadi pada diri hukum yang harus melakukan pemulihan-pemulihan terhadap eksistensinya dalam masyarakat akan member konsekuensi berbeda pada perubahan hukum yang akan dilakukan. Selama perubahan hukum itu responsif dan mengikuti irama hukum yang hidup dalam masyarakat, maka hukum akan selalu selaras dengan kehidupan masyarakat.
II.           Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut maka penulis tertarik untuk merumuskan permasalahan sebagai berikut:
1.    Bagaimana hukum di Indonesia terhadap perkembangan masyarakat !
2.    Bagaimana hukum di Indonesia terhadap perkembangan kejahatan dalam bidang teknologi informasi dan elektronik !

III.        Tinjauan Pustaka
1.    Hukum Menjadi Alat untuk Melakukan Perubahan dalam Masyarakat
Hukum dituntut untuk mampu menyesuaikan diri terhadap perubahan sosial (masyarakat). Hal ini tidak lain dikarenakan fungsi hukum adalah untuk melindungi kepentingan warga masyarakat. Hukum berfungsi untuk mengatasi konflik kepentingan yang mungkin timbul di antara warga masyarakat. Adapun definisi perubahan sosial antara lain dikemukakan oleh T.B. Bottomore (1972:297) bahwa perubahan sosial adalah: “… A change in social structure (including here changes in the size of society), or in particular social institutions, or in relationship between institutions”. (perubahan struktur sosial termasuk di sini perubahan dalam ukuran masyarakat, atau dalam lembaga sosial tertentu, atau dalam hubungan antar lembaga.)[3]. Persoalan penyesuaian hukum terhadap perubahan yang terjadi dalam masyarakat, terutama yang dimaksud adalah hukum tertulis atau peraturan perundang-undangan (dalam arti luas). Hal ini sehubungan dengan kelemahan hukum tertulis yang statis dan kaku. Pandangan klasik dan dogmatik-normatif cenderung memandang hukum bersifat pasif di dalam perubahan. Hukum dipandang hanya sekedar menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi di dalam masyarakatnya.[4] Dapat disimpulkan jika hukum senantiasa menunggu terjadinya perubahan kebutuhan masyarakatnya, barulah kemudian juga ikut berubah demi menyesuaikan diri dengan perubahan kebutuhan kemasyarakatannya itu.
Pandangan jika hukum hanya bersifat pasif di dalam perubahan sosial, dirasa tidak relevan. Bahwa hukum tidak hanya sekedar bersifat pasif menunggu adanya perubahan, tetapi aktif menciptakan perubahan, dimana peranan hukum dalam pembangunan adalah justru untuk mendirikan infrastruktur bagi tercapainya perubahan politik, perubahan ekonomi dan perubahan sosial dimasyarakat. Fungsi hukum untuk menggerakkan perubahan masyarakat yang terencana lazim kita namakan fungsi hukum sebagai a tool of social engineering. Menurut Roscoe Pound “Hukum difungsikan sebagai a tool of social engineering adalah suatu usaha yang lebih sistematis dan cendekia tentang bagaimana kita dapat tiba ke tujuan yang dikehendaki melalui hukum sebagai alatnya”. [5]
2.    Teori-Teori dalam Perubahan Sosial
a.    Teori Perubahan Sosial dari William F.Ogburn
Ogburn menekankan perubahan sosial kepada faktor-faktor kodisi teknologi dan ekonomis. Menurut Ogburn, kondisi-kondisi tersebutah yang dianggap sebagai dasar dari organisasi-organisasi maupun nilai-nilai. Karena itu nilai-nilai yang merupakan hasil situasi teknologis dan ekonomis merupakan pula titik tolak yang harus dipelajari terhadap terjadinya perubahan-perubahan sosial. [6]
b.    Teori Hukum Perkembangan dari Herbet Spencer
Spencer melihat bahwa dalam keadaan apapun perkembangan selalu berlangsung secara evolusi dari yang sederhana kea rah sesuatu yang ebih kompleks, melalui berbagai tahap diferensiasi yang berkesinambungan. Mulai dari perubahan-perubahan kosmis yang dapat di telusuri hingga pada hasil peradaban akhir. Di dalam kesemuanya itu terdapat proses transformasi dari homogen ke yang heterogen, yang secara esensial memuat perkembangan. Perkembangan dari taraf sederhana menjadi tarah yang mengenal pembagian kerja. [7]
c.    Teori Pertambahan Penduduk dari August Comte
Comte mengistimewakan pengaruh pertambahan penduduk secara alamiah terhadap perubahan sosial. Meskipun Comte mengakui pengaruh factor-faktor lain, tetapi yang utama menurut Comte adalah Pertambahan Penduduk yang dilihatnya selalu merupakan gejala yang konkret dari meningkatnya perbaikan kondisi manusia. Comte menegaskan bahwa pusat perhatiannya bukan kepada pertambahan penduduknya, melainkan pada konsentrasinya di suatu tempat tertentu, yang kemudian dapat diterapkan pada pemusatan-pemusatan manusia dimanapun pada masa apapun dalam perkembangan umat manusia. [8]
d.    Teori Perubahan Hukum dan Masyarakat dari Emile Durkheim
Emile Durkheim memberi perhatian besar kepada persoalan pembagian kerja dalam perubahan sosial. Durkheim menilai melihat bahwa peningkatanjumlah penduduk harus serentak dengan peningkatan kepadatan materi, derajat konsentrasi penduduk pada wilayah tertentu dan terutama kepadatan moral atau kepadatan dinamis. Durkheim melihat bahwa pertumbuhan volume dan kepadatan memaksa adanya pembagian kerja. Ini karena perjuangan hidup dipertajam olehnya. Konflik-konflik sosial hanya mungkin di elakkan, paling tidaknya dikurangi jika orang-orang melakukan spesialisasi. Jadi Durkheim melihat peningkatan pembagian kerja sebagai “daya penggerak kemajuan”, dan yang kesemuanya proses mekanis yang berlangsung terlepas dari kemauan individu.[9]
IV.        Pembahasan
Hukum di Indonesia Terhadap Perkembangan Masyarakat
Hukum yang berkembang dalam masyarakat bukanlah hukum yang statis melainkan hukum yang dinamis. Sesungguhnya sistem hukum bukanlah semata cuma seperangkat aturan statis melainkan refleksi yang senantiasa berubah-ubah dari perkembangan terutama hubungan keragaman karakteristik sosial yang hidup dalam masyarakat baik masyarakat tradisional maupun masyarakat modern, baik perubahan secara cepat maupun perubahan secara lambat. Sejalan dengan pemikiran bahwa hukum adalah reflektif dari keragaman karakterisitik sosial, maka tidak ada hukum yang tidak mengalami perubahan dan perubahan itu senantiasa produk konflik.[10]
Tuntutan perubahan sosial membawa dampak pada keberadaan sistem hukum yang selama ini berada dalam keajegan. Perubahan hukum secara sunatullah, natural, dan melalui seleksi alamiah mengalami perubahan dengan sendirinya, bukan persoalan hukum mau tidak mau, suka atau tidak suka, tetapi kembali pada persoalan perubahan itu sendiri. Jika hukum tidak mengalami perubahan maka akan mengalami banyak kendala baik itu yang berhadapan langsung dengan rasa keadilan masyarakat maupun persoalan penegakan hukum (law enforcement). Tunututan yang terjadi pada diri hukum yang harus melakukan pemulihan-pemulihan terhadap eksistensinya dalam masyarakat akan member konsekuensi berbeda pada perubahan hukum yang akan dilakukan. Selama perubahan hukum itu responsif dan mengikuti irama hukum yang hidup dalam masyarakat, maka hukum akan selalu selaras dengan kehidupan masyarakat.
Suatu pendekatan lain terhadap arti hukum dilakukan dengan menelaah fungsi yang harus dipenuhi oleh hokum. E. Adamson Hobel dan Karl Llewellyn menyatakan bahwa hukum mempunyai fungsi yang pentingdemi keutuhan masyarakat, fungsi-fungsi itu adalah sebagai berikut:[11]
1.    Menetapkan hubungan antara para warga masyarakat, dengan menetapkan perikelakuan mana yang diperbolehkan dan mana yang dilarang.
2.    Membuat alokasi wewenang (authority) dan menetukan dengan seksama pihak-pihak yang secara sah dapat melakukan paksaan dengan sekaluigus memilih sanksi-sanksi yang tepat danh efektif.
3.     Disposisi masalah-masalah sengketa.
4.    Menyesuaikan pola-pola hubungan dengan perubahan-perubahan kondisi kehidupan.
Sementara itu, ciri-ciri hukum yang maju antara lain seperti yang dikemukakan oleh Marc Galanter adalah:[12]
1.    Terdapat aturan yang seragam, baik substansinya maupun pelaksanaannya
2.    Hukumbersifat transaksial, yang berarti bahwa hak dan kewajiban timbul dari perjanjian tanpa dipengaruhi oleh usia, kelas, agama, gender, ras, dan lain-lain.
3.    Bersifat universal, yang berari hokum dapat diterima oleh umum.
4.    Hierarkis peradilan yang tegas.
5.    Bersifat birokratis, artinya prosedur dilaksanakan sesuai yang telah ditetapkan oleh undang-undang.
6.    Hukum haruslah rasional.
7.    Profesional, pelaksana hukum haruslah orang-orang professional.

Hukum sebagai rekayasa sosial atau sarana rekayasa sosial merupakan fenomena yang menonjol pada abad ke-20. Tidak seperti halnya dalam suasana tradisional, dimana hukum lebih merupakan pembadanan dari kaidah-kaidah sosial yang sudah tertanam dalam diri masyarakat, hukum sekarang sudah menjadi sarana yang sarat dengan keputusan politik. Dengan demikian hukum berubah menjadi sarana implementasi keputussan politik dan dengan demikian kehilangan akarnya pada kehiddupan tradisional. Dewasa ini hokum tidak lagi melihat ke belakang, melainkan ke depan dengan cara banyak melakukan perubahan terhadap keadaan kini menuju kepada masa depan yang dicita-citakan. Dengan demikian hukum bukan lagi mempertahankan status quo, melainkan banyak melakukan perubahan sosial.
Penggunaan paradigma rekayasa sosial menekankan pada efektivitas hukum, yang umumnya diabaikan pada studi hukum  tradisional yang lebih menekankan kepada struktur dan konsistensi rasional dari sistem hukum. Dengan memperhatikan perihal efektivitas hukum maka perihal studi hukum menjadi melebar dan melampaui kajian tradisional yang hanya menekankan pada masalah legalitas dan legitimasi saja. Membicarakan efektivitas hukum hanya dapat dilakukan dengan pendekatan sosiologis, yaitu mengamati interaksi antara hukum dengan lingkungan sosialnya. Hukum tidak dapat dilihat sebagai institusi yang steril, melainkan senantiasa diuji kehadirannya dan karya-karyanya dari hasil dan akibat yang ditimbulkannya dalam kehidupan masyarakat luas.

Perubahan hukum yang kemudian dapat merubah suatu pandangan/sikap dan kehidupan suatu masyarakat berasal dari stimulus sebagai berikut:[13]
1.    Berbagai perubahan secara evolutif terhadap norma-norma dalam masyarakat.
2.    Kebutuhan dadakan dari masyarakat karena adanya keadaan khusus atau keadaan darurat khususnya dalam hubungan dengan distribusi sumber daya atau dalam hubungannya dengan standar baru tentang keadilan.
3.    Atas inisiatif dari sekelompok kecil masyarakat yang dapat melihat jauh ke depan yang kemudian sedikit demi sedikit mempengaruhi pandangan dan cara hidup masyarakat.
4.    Ada ketidakadilan secara teknikal hokum yang meminta diubahnya hukum tersebut.
5.    Ada ketidaksonsistenan dalam tubuh hokum yang juga meminta perubahan terhadap hukum tersebut.

Perkembangan sistem Hukum Indonesia makin tampak ketika adanya sumbangan dari pemikiran para filsuf pemikir hukum. Perkembangan itu salah satunya adalah dari madzhab positivis. Dalam arti ini, positivisme sama tuanya dengan filsafat. Tetapi sebagai gerakan yang tetap dalam filsafat umum, sosiologi dan ilmu hukum pada hakikatnya adalah gejala modern. Yang di satu pihak menyertai pentingnya ilmu pengetahuan, dan sisi yang lain menjelaskan tentang filsafat politik dan teori tentang ilmu hukum.[14]
Positivisme atau yang dikenal dengan aliran positivis mempunyai pengaruh yang besar dalam proses pembentukan dan penegakan hukum di Indonesia. Pada kebanyakan tindakan lembaga legilatif untuk membuat undang-undang, tindakan Pemerintah (Excecutive) dan aparat dalam menegakkan hukum, bahkan tindakan hakim dalam memutus perkara selalu menjadikan pemikiran mazhab ini sebagai acuan. Selain itu, aspek keadilan dalam penegakan hukum dalam sistem hukum nasional selalu dilihat dari perspektif keadilan hukum.
Lahirnya pemikiran mazhab positivis mempunyai landasan tersendiri sehingga pandangan ini memiliki ciri khas tersendiri, namun sayangnya pejabat negara yang diberi tugas untuk membentuk dan melaksanakan hukum kurang memperhatikan landasan pemikiran mazhab hukum positivis, akibatnya keadilan hukum selalu menjadi perdebatan dalam masyarakat dan tidak jarang selalu melahirkan konflik baik vertikal maupun horizontal.
Positivisme menekankan setiap metodologi yang dipikirkan untuk menemukan suatu kebenaran, hendaknya menjadikan realitas sebagai sesuatu yang eksis dan objektif dan harus dilepaskan dari berbagai macam konsepsi metafisis subjektif. Ketika pemikiran positivisme diterapkan ke dalam bidang hukum, positivisme hukum melepaskan pemikiran hukum sebagaimana dianut oleh para pemikir aliran hukum alam. Jadi setiap norma hukum haruslah eksis secara objektif sebagai norma-norma yang positif. Hukum tidak dikonsepkan sebagai asas-asas moral yang abstrak tentang hakikat keadilan, melainkan sesuatu yang telah dipositifkan sebagai undang-undang guna menjamin kepastian hukum.
Hukum sebagai sistem norma yang berlaku bagi masyarakat Indonesia, senantiasa dihadapkan pada perubahan sosial yang sedemikian dinamis seiring dengan perubahan kehidupan masyarakat, baik dalam konteks kehidupan individual, soaial maupun politik bernegara. Pikiran bahwa hukum harus peka terhadap perkembangan masyarakat dan bahwa hukum harus disesuaikan atau menyesuaikan diri dengan keadaan yang telah berubah, sesungguhnya terdapat dalam alam pikiran manusia Indonesia.[15]
Roscoe Pound adalah salah satu ahli hukum yang beraliran Sociological Jurisprudence yang lebih mengarahkan perhatiannya pada kenyataan hukum daripada kedudukan dan fungsi hukum dalam masyarakat. Kenyataan hukum pada dasarnya adalah kemauan publik, jadi tidak sekedar hukum dalam pengertian law in books (hukum tertulis). Sociological Jurisprudence menunjukkan kompromi yang cermat antara hukum tertulis sebagai kebutuhan masyarakat hukum demi terciptanya kepastian hukum (positivism law) dan living law sebagai wujud penghargaan terhadap pentingnya peranan masyarakat dalam pembentukan hukum dan orientasi hukum.[16]
Aliran Sociological Jurisprudence dalam ajarannya berpokok pada pembedaan antara hukum positif dengan hukum yang hidup (living law) , atau dengan perkataan lain suatu pembedaan antar kaidah-kaidah hukum dengan kaidah-kaidah sosial lainnya. Bahwa hukum positif hanya akan efektif apabila selaras dengan hukum yang hidup dalam masyarakat. Bahwa pusat perkembangan dari hukum bukanlah terletak pada badan-badan legislatif, keputusan-keputusan badan judikatif ataupun ilmu hukum, akan tetapi justru terletak di dalam masyarakat itu sendiri.[17]
Roscoe Pound menyatakan dan menjelaskan sebuah ringkasan antinomi lain yang berwujud ketegangan antara hukum dan aspek-aspek lain dari kehidupan bersama. Filsafat hukum mencerminkan keadaan bersitegang antara tradisi dan kemajuan, stabilitas dengan perubahan serta kepastian hukum. Sebegitu jauh, karena salah satu tugas hukum adalah untuk menegakkan ketertiban

Dalam paham sosiologi hukum, yang dikembangkan oleh aliran Pragmatic Legal Realism yang dipelopori antara lain oleh Roscoe Pound memiliki keyakinan bahwa hukum adalah “a tool of social engineering” atau “alat pembaharuan masyarakat” atau menurut Mochtar Kusumaatmadja “sarana perubahan masyarakat”, dalam konteks perubahan hukum di Indonesia harus diarahkan ke jangkauan yang lebih luas, yang berorientasi pada :
a.    Perubahan hukum melalui peraturan perundangan ang lebih bercirikan sikap hidup serta karakter bangsa Indonesia, tanpa mengabaikan nilai-nilai universal manusia sebagai warga dunia, sehingga kedepan akan terjadi transformasi hukum yang lebih bersifat Indonesiani (mempunyai seperangkat karakter bangsa yang positif).
b.    Perubahan hukum harus mampu membimbing bangsa Indonesia menjadi bangsa yang mandiri, bermartabat dan terhormat dimata pergaulan antar bangsa, karena hukum bisa dijadikan sebagai sarana mencapai tujuan bangsa yang efektif.

Perubahan hukum di Indonesia pada kenyataannya berlangsung, baik yang dilakukan oleh penyelenggara negara yang berwenang (lembaga legislatif dan eksekutif) melalui penciptaan berbagai peraturan perundangan yang menjangkau semua fase kehidupan baik yang berorientasi pada kehidupan perorangan, kehidupan sosial maupun kehidupan bernegara (politik) atau yang diusulkan oleh berbagai lembaga yang memiliki komitmen tentang pemabruan dan pembinaan hukum, sehingga mampu mengisi kekosongan atau kevakuman hukum dalam berbagai segi kehidupan.
Penegakan supremasi hukum adalah sebuah upaya manusia untuk menggapai keteraturan atau ketertiban yang dibutuhkannya. Dalam hal mana penegakan tersebut, yang pokok adalah menyinergikan ketiga pilarnya, yaitu peraturan perundangan, aparat penegak hukum, dan budaya hokum masyarakatnya.
Fungsi hukum sebagai alat untuk memelihara ketertiban dalam masyarakat dapat diartikan bahwa hukum memelihara dan mempertahankan yang telah dicapai. Fungsi demikian diperlukan oleh setiap masyarakat, termasuk masyarakat yang sedang membangun, karena disini ada hasil-hasil yang harus dipelihara, dilindungi, dan diamankan. Akan tetapi, masyarakat yang sedang membangun, dalam hal ini adalah masyarakat yang sedang berubah dengan cepat , hukum tidak hanya memiliki fungsi demikian saja, tetapi juga dapat membantu proses perubahan masyarakat. Pandangan yang kolot tentang hukum yang menitikberatkan fungsi pemeliharaan dalam arti statis, dan menekankan sifat konservatif dari hukum, menganggap bahwa hukum tidak dapat memainkan suatu peranan yang berarti dalam proses pembaruan.

Hukum di Indonesia Terhadap Perkembangan Kejahatan
Dalam Bidang Teknologi Informasi Elektronik
Perkembangan dan kemajuan Teknologi Informasi yang demikian pesat telah menyebabkan perubahan kegiatan kehidupan manusia dalam berbagai bidang yang secara langsung telah memengaruhi lahirnya bentuk-bentuk perbuatan hukum baru penggunaan dan pemanfaatan Teknologi Informasi harus terus dikembangkan untuk menjaga, memelihara, dan memperkukuh persatuan dan kesatuan nasional berdasarkan Peraturan Perundang-undangan demi kepentingan nasional. Pemanfaatan Teknologi Informasi berperan penting dalam perdagangan dan pertumbuhan perekonomian nasional untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Pemerintah perlu mendukung pengembangan Teknologi Informasi melalui infrastruktur hukum dan pengaturannya sehingga pemanfaatan Teknologi Informasi dilakukan secara aman untuk mencegah penyalahgunaannya dengan memperhatikan nilai-nilai agama dan sosial budaya masyarakat Indonesia.
Dalam ruang siber (cyber space) pelaku pelanggaran seringkali menjadi sulit dijerat karena hukum dan pengadilan Indonesia tidak memiliki yurisdiksi terhadap pelaku dan perbuatan hukum yang terjadi, mengingat pelanggaran hukum bersifat transnasional tetapi akibatnya justru memiliki implikasi hukum di Indonesia. Dalam hukum internasional, dikenal tiga jenis jurisdiksi, yakni jurisdiksi untuk menetapkan undang-undang (the jurisdiction to prescribe), jurisdiksi  untuk penegakan hukum (the jurisdiction to enforce), dan jurisdiksi untuk menuntut (the jurisdiction to adjudicate).[20]
Untuk Indonesia, regulasi hukum siber menjadi bagian penting dalam sistem hukum positif secara keseluruhan. Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat perlu segera menuntaskan Rancangan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik. untuk dijadikan hukum positif, mengingat aktivitas penggunaan dan pelanggarannya telah demikian tinggi.[21]
Terdapat beberapa alternatif model pengaturan, pertama model pengaturan yang berpijak pada pemilahan materi hukum secara ketat sehingga regulasi yang dibuat bersifat sangat sempit dan spesifik pada sektor tertentu saja, kedua model pengaturan yang bersifat komprehensif dalam arti materi muatan yang diatur mencakup hal yang lebih luas disesuaikan dengan kebutuhan yang saat ini terjadi sehingga dalam regulasi tersebut akan tercakup aspek hukum perdata materil, hukum acara perdata dan pidana (walaupun dapat berupa kaidah penunjuk berlakunya hukum tertentu), hukum pembuktian, dan hukum pidana. Model kedua ini yang dijadikan acuan Rancangan Undang-undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Ada beberapa asas yang harus diperhatikan dalam pembentukan peraturan teknologi informasi. Asas pertama adalah adalah kepastian hukum dimana diperlukannya suatu peraturan tertulis agar peraturannya dapat berlaku secara seragam tanpa adanya perbedaan dalam penerapan hukummya. Asas kedua adalah asas manfaat, dimana teknolgi informasi digunakan untuk mempermudah kehidupan masyarakat. Kemudian asas yang harus diperhatikan adalah asas kehati-hatian, mengingat bahwa teknologi ini selain dapat membawa manfaat yang besar, juga dapat menimbulkan kerugian. Teknologi Informasi harus digunakan sebaik-baiknya dengan itikad yang baik.
Asas yang terakhir adalah asas netral teknologi dimana tidak adanya diskriminasi terhadap berbagai teknik yang mungkin dapat dipakai untuk berkomunikasi atau di simpan informasinya secara elektronik, sehingga peraturannya dapat mencakup perkembangan teknologinya.
Salah satu keuntungan dengan menggunakan teknologi informasi adalah teknologinya amat memudahkan penggunanya untuk menyebarkan infomasi secara global. Akibatnya pengguna juga mendapatkan akses informasi dunia secara mudah. Karena sifat ini, teknologi informasi sering kali disebut sebagai teknologi yang tidak mengenal wilayah (borderless). Oleh karena itu, salah satu tujuan pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik antara lain adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia. Selain itu, dengan sifat borderless teknologinya, maka terbuka peluang baru secara ekonomi. Perdagangan dan perekonomian nasional dapat diperluas untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi nasional. Teknologi informasi juga dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi pelayanan publik dengan memanfaatkan teknologi informasi secara optimal agar tercapainya keadilan dan kepastian hukum. Oleh karena itu diberikan kesempatan seluas-luasnya kepada setiap orang untuk mengembangkan pemikiran dan kemampuannya di bidang teknologi informasi secara bertanggung jawab dalam rangka menghadapi perkembangan teknologi informasi dunia.

V.           Kesimpulan
Perubahan hukum dewasa ini harus terus dilakukan seiring dengan perkembangan dan perubahan masyarakat yang terjadi. Hukum harus dapat menyesuaikan diri dengan perubahan yang ada jika tidak ingin tertinggal jauh di belakangnya. Upaya pembaharuan hukum haruslah tetap menjadikan Pancasila sebagai paradigmanya, sebab Pancasila berkedudukan sebagai dasar, idiologi, cita hukum, dan norma fundamental negara yang harus dijadikan orientasi arah sumber nilai-nilai, dan karenanya juga kerangka berpikir dalamsetiap pembaharuan hukum.
Oleh karena itu diperlukan kerjasama antara lembaga-lembaga terkait dalam hal perubahan hukum yang harus disesuaikan dengan perubahan yang terjadi di dalam masyarakat, karena hal tersebut sangat penting untuk menjaga ketertibaan dan keteraturan dalam masyarakat agar kehidupan masyarakat tetap fungsional.
Perkembangan masyarakat juga mempengaruhi perkembangan kejahatan khususnya dalam bidang teknologi informas dan komunikasi. Hukum Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagai payung hukum apabila terjadi kejahatan yang menggunakan teknologi informasi dan komunikasi. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 merupakan Lex Spesialis, oleh karena itu dalam penerapannya merujuk pada undang-undang lainnya yang relevan.
Penerapan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik memerlukan keahlian khusus dan/atau keterangan ahli. Selain itu dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana belum memasukan bukti elektronik sebagai alat bukti yang sah berdasarkan hukum posisitf.

Daftar Pustaka

Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Dasar-dasar Filsafat dan Teori Hukum, PT. Citra AdityaBakti, Bandung, 2007.
Sabian Utsman. Dasar-dasar Sosiologi Hukum Makna Dialog antara Hukum dan Masyarakat. Pustaka Pelajar Yokyakarta. 2009
Satjipto Rahardjo, Hukun dan Masyarakat, Angkasa, Bandung, 1980.
Soerjono Soekanto. 2007. Pokok-Pokok Sosiologi Hukum.
Saifullah. Refleksi Sosiologi Hukum. Refika Aditama. Semarang. 2007.
Mochtar Kusumaatmadja. Konsep-konsep Hukum dalam Pembangunan. Alumni Bandung. 2002.
Munir Fuady. Sosiologi Hukum Kontemporer Interaksi Hukum, Kekuuasaan dan Masyarakat. Citra Aditya Bakti. Bandung. 2007.




[1] Saifullah. Refleksi Sosiologi Hukum. Refika Aditama. Semarang. 2007. H.24
[2] Mochtar Kusumaatmadja. Konsep-konsep Hukum dalam Pembangunan. Alumni Bandung. 2002. H 4.
[3] Achmad Ali, Menjelajahi Kajian Empiris Terhadap Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2012, hlm. 201
[4] Ibid, Hlm. 203
[5] Ibid, Hlm. 209
[6] Ibid, Hlm. 218
[7] Ibid, Hlm. 219
[8] Ibid, Hlm. 219
[9] Ibid, Hlm. 220
[10] Sabian Utsman. Dasar-dasar Sosiologi Hukum Makna Dialog antara Hukum dan Masyarakat. Pustaka Pelajar Yokyakarta. 2009. H. 201
[11] Soerjono Soekanto. Pokok-pokok Sosiologi Hukum. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 2001. H. 65
[12] Munir Fuady. Sosiologi Hukum Kontemporer Interaksi Hukum, Kekuuasaan dan Masyarakat. Citra Aditya Bakti. Bandung. 2007. H.86-87
[13] Munir Fuady. Ibid. h.61
[14] Friedmann. 1960. Teori dan Filsafat Hukum, telaah kritis atas teori hukum (Jilid 1) hal; 143
[15] Mochtar Kusumaatmadja, 1976 : 6 di Ilhami Bisri. 2004. Sistem Hukum Indonesia. hlm.125
[16] Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Dasar-dasar Filsafat dan Teori Hukum, PT. Citra AdityaBakti, Bandung, 2007.
[17] Soerjono Soekanto. 2007. Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, hlm.42.
[18] Satjipto Rahardjo, Hukun dan Masyarakat, Angkasa, Bandung, 1980, hlm 27.
[19] Ibid, hlm 28.
[20] Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, hlm. 12.
[21] Cf. Ahmad M. Ramli, Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang tentang Kejahatan Dunia Maya (Cyber Crime), Kementerian Komunikasi dan Informasi, Jakarta, Maret 2004, hlm. 1.

Comments

Popular posts from this blog

Makalah Manajemen Kepegawaian

I.                   Pendahuluan A.    Latar Belakang Di era serba modern ini administrasi yang baik adalah kunci utama untuk mencapai tujuan suatu lembaga, jika suatu lembaga tersebut memiliki pengadministrasian yang baik maka sudah tentu lembaga tersebut dapat dikatakan sukses dalam mengatur rumah tangganya. Demikian pula seluruh birokrasi pemerintahan dan terutama segi kepegawaian. Karena merekalah yang pada akhirnya menjadi pelaksana dari kegiatan-kegiatan pemerintah, baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. Namun memang harus diakui bahwa pada sebagian besar negara-negara berkembang, terdapat kelemahan-kelemahan dan hambatan-hambatan dibidang administrasi kepegawaian ini. Salah satu diantaranya adalah orientasi dan kondisi kepegawaian yang diwarisi dari jaman penjajahan yang lebih ditujukan untuk kepentingan negara jajahannya dan kepentingan pemeliharaan keamanan dan ketertiban belaka. Itulah ciri-ciri tradisionil masyarakat negara –negara yang belum maju seringkali

Makalah Hak Cipta

TUGAS MAKALAH HAK CIPTA Disusun Dalam Rangka Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hak Kekayaan Intelektual       Disusun oleh :             Nama   : Singgih Herwibowo             NIM    : E1A010205             Kelas   : C FAKULTAS HUKUM KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO 2012 Daftar Isi           I.                   Daftar Isi                               ............................... 2               II.                Pendahuluan A.     Latar Belakang                              ............................... 3      B.      Landasan Teori                             ............................... 4      C.     Perumusan Masalah                      ............................... 5      III.            Pembahasan A.     Sejarah hak cipta                           ............................... . 6 B.      Pengertian dan dasar hukum         ..............................

Makalah Organisasi Internasional

I.                   Pendahuluan A.    Latar Belakang Dewasa ini tidak dapat dipungkiri bahwa tidak ada satu negara pun di dunia yang dapat hidup sendiri dalam hubungannya dengan negara lain. Fungsi sosial dari suatu negara terhadap negara lain sangatlah besar dan oleh karena itu maka eksistensi dari suatu organisasi sangatlah diperlukan. Organisasi ini berfungsi sebagai wadah negara-negara dalam menyalurkan aspirasi, kepentingan, dan pengaruh mereka . Terdapat banyak organisasi yang tumbuh dan berkembang di dunia, mulai dari organisasi antar keluarga, antar daerah, antar propinsi sampai ke lingkup yang lebih luas yaitu antar negara yang berada dalam satu kawasan. Sebagai anggota masyarakat internasional, suatu negara tidak dapat hidup tanpa adanya hubungan dengan negara lain. Hubungan antar negara sangat kompleks sehingga di perlukan pengaturan. Untuk mengaturnya agar mencapai tujuan bersama, negara-negara membutuhkan wadah yaitu Organisasi Internasional. Timbulnya hubungan in