BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Dewasa ini
kualitas lingkungan hidup mengalami penurunan dari ke tahun ke tahun. Hal itu
disebabkan berbagai macam faktor, salah satunya adalah faktor pembangunan yang
hanya menguntungkan kepentingan pengusaha dan tindak memerhatikan kelestarian
lingkungan hidup. Dampak dari pembangunan yang tidak memerhatikan mengenai
keadaan lingkungan hidup dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan hidup.
Sehingga pembangunan yang tidak memerhatikan kelestarian lingkungan hidup berdampak
pula bagi masyarakat sekitar yang tinggal berdekatan dengan lokasi proyek
pembangunan. Salah satunya pembangunan PLTU di Cilacap yang menuai protes dari
warga sekitar dan nelayan setempat.. Berikut kutipan berita dari website: www.republika.co.id.[1]
REPUBLIKA.CO.ID, CILACAP--Rencana pembangunan PLTU Cilacap II di Desa Bunton Kecamatan Adipala
Kabupaten Cilacap atau PLTU Bunton menghadapi banyak kendala. Setelah
tersandung kasus korupsi dalam proses pembebasan tanahnya, rencana pembangunan
PLTU yang menggunakan bahan bakar batubara ini juga dihadapkan penolakan warga, terutama dari
kalangan nelayan.
Pernyataan
sikap penolakan pembangunan PLTU ini, diutarakan kelompoknelayan PPSC
(Pelabuhan Perikanan Samudra Cilacap). Ketua kelompok nelayan PPSC, Srigito,
mengatakan penolakan nelayan PPSC dilandasi dampak yang ditimbulkan dari
keberadaan PLTU Cilacap I yang ada di Desa Karangkandri.''Keberadaan PLTU
Karangkandri itu saja sudah sangat merugikan nelayan. Apalagi bila kelak ada
satu PLTU lagi,'' katanya, Ahad (23/5).
Dia
menyebutkan, kerugian yang dialami nelayan bukan disebabkan oleh pengoperasikan
PLTU itu sendiri. Tapi dari aktivitas kapal tongkang pengangkut batubara di
perairan Cilacap. Saat menunggu proses bongkar muatan di DUKS (Dermaga Untuk
Kepentingan Sendiri) PTLU Karangkandri, seringlai ada lima hingga tujuh kapal
tongkang membuang jangkar di perairan Cilacap.
Dia
menyebutkan, selain antrian kapal tongkang di perairan Cilacap sangat
mengganggu antivitas nelayan yang sedang menangkap ikan, batubara yang diangkut
kapal tongkang juga banyak yang tumpah di perairan tersebut. 'Tumpahan batubara
di perairan Cilacap membuat ikan yang semula banyak berada di perairan Cilacap,
makin berkurang. Karena itu, ikan hasil tangkapan nelayan di perairan Cilacap
ini, dari waktu ke waktu menjadi makin menurun,'' kata Srigito.
Dia
menyebutkan, keluhan nelayan terhadap dampak lingkungan yang diakibatkan
aktivitas kapal tongkang batubara ini, bukan hanya berasal dari kelompok
nelatan PPSC saja. Tapi juga dari tujuh kelompok nelayan lain di Cilacap. ''Sebelum ada PLTU Karangkandri, tangkapan
kami bagus dan masa paceklik juga paling banter tiga bulan. Tapi setelah PLTU
tersebut beroperasi,
musim
paceklik bisa berlangsung sampai tujuh bulan,'' katanya.
Penegasan
serupa juga dikemukakan Ketua Kelompok Tegalkatilayu, Kamto. Menurutnya,
sebelum ada PLTU Karangkandri, nelayan Cilacap sudah cukup mendapat banyak ikan
dari penangkapan di wilayah perairan yang kini menjadi jalur antrian kapal
tongkang batubara. ''Tapi setelah lokasi itu dipenuhi antrian tongkang
batubara, untuk mendapat ikan dalam jumlah memadai, kami harus melaut lebih
jauh lagi dari garis pantai,'' katanya.
Ketua
HNSI Cilacap, Indon Cahyono, membenarkan bahwa sebagian besar nelayan Cilacap,
menolak rencana pembangunan PLTU Bunton. ''Kami paham, bahwa proyek PLTU di
Cilacap, merupakan proyek nasional untuk kepentingan masyarakat luas. Namun
mestinya, proyek nasional tersebut tak sampai merugikan kepentingan nelayan,''
katanya kepada //Republika//, Ahad (23/5).
Untuk
itu, kata Indon, bila memang pemerintah hendak melanjutkan pembangunan proyek
PLTU Cilacap II atau PLTU, hendaknya pemerintah membenahi dulu proses pemasokan
kebutuhan batubara di PLTU Karangkandri. ''Selama prosesnya masih merugikan
nelayan, maka kalangan nelayan pasti akan menentang pembangunan PLTU Bunton,''
tegasnya.
PLTU
Bunton itu sendiri, rencananya akan memiliki kapasitas produksi daya listrik
sebesar 2 kali 300 megawatt (MW). Sama dengan kapasitas produksi PLTU
Karangikandri. Sedangkan nilai proyek fisiknya, mencapai Rp 1,89 triliun.
Berdasarkan kasus diatas pembangunan
PLTU ( Pembangkit Listrik Tenaga Uap ) di Cilacap Jawa Tengah telah mengganggu
aktivitas nelayan karena wira-wira kapal tongkang yang mengangkut material
pembangunan PLTU. Selain itu dampak pemasokan batu bara sebagai bahan bakar
untuk menjalankan tenaga uap tersebut telah menggangu lingkungan hidup
disekitar nelayan sehingga hasil tangkapan ikan nelayan menurun dari seperti biasanya.
B.
Rumusan
Masalah
Permasalahan
lingkungan hidup akan timbul ketika terdapat proyek pembangunan yang tidak
memperhatikan dampak lingkungan dan sosial disuatu wilayah. Dalam hal ini
penulis akan membahas:
1. Bagaimana
penyelesaian permasalahan dampak lingkungan dan sosial dalam pembangunan
Pembangkit Listrik Tenaga Uap di Cilacap ?
C.
Tinjauan
Pustaka
Pengertian lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar manusia yang
memengaruhi perkembangan kehidupan manusia baik langsung maupun tidak langsung.
Lingkungan bisa dibedakan menjadi lingkungan biotik dan abiotik.
Lingkungan merupakan kombinasi antara kondisi fisik yang mencakup
keadaan sumber daya alam seperti tanah, air, energi surya, mineral,
serta flora dan fauna yang tumbuh di atas tanah maupun di dalam lautan, dengan
kelembagaan yang meliputi ciptaan manusia seperti keputusan bagaimana
menggunakan lingkungan fisik tersebut.[2]
Berdasarkan
UU No. 23 Tahun 1997, lingkungan
hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda dan kesatuan makhluk hidup
termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya yang melangsungkan perikehidupan
dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya. Sudah sepantasnya kita
sebagai mahluk hidup yang tinggal dalam lingkungan tersebut wajib menjaga dan
melestarikan lingkungan hidup. Akan tetapi kurangnya kesadaran manusia akan
kelestarian lingkungan hidup dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan, sebagai contoh
pencemaran lingkungan. Sudah di atur dalam Pasal
3 Undang-undang
No 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup[3]
bahwa tujuan dari pada Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup:
a. melindungi
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dari pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup.
b. menjamin
keselamatan, kesehatan, dan kehidupan manusia.
c. menjamin
kelangsungan kehidupan makhluk hidup dan kelestarian ekosistem.
d. menjaga
kelestarian fungsi lingkungan hidup.
e. mencapai
keserasian, keselarasan, dan keseimbangan lingkungan hidup.
f. menjamin
terpenuhinya keadilan generasi masa kini dan generasi masa depan.
g. menjamin
pemenuhan dan perlindungan hak atas lingkungan hidup sebagai bagian dari hak
asasi manusia.
h. mengendalikan
pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana.
i. mewujudkan
pembangunan berkelanjutan mengantisipasi isu lingkungan global.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pembahasan
Rencana lokasi
PLTU Cilacap terletak di dua desa, yaitu desa Karangkandri dan Desa Manganti,
Kecamatan Kesugihan, Kabupaten Cilacap, Propinsi Jawa Tengah. Lokasi proyek
terletak kurang lebih 12 KM di sebelah timur laut dari pusat pemerintah Kota
Cilacap. Daerah rencana lokasi PLTU merupakan pesisir pantai yang berjarak
sekitar 1 KM dari Muara Sungai Serayu kearah Barat.
Lokasi
proyek ini berbatasan dengan:
Sebelah
Utara : Jalan Lingkar, Kali
Yasa dan Sawah
Sebelah
Selatan : Perairan Laut Samudra
Indonesia
Sebelah
Timur : Tegalan dan sawah
Sebelah
Barat : Tegalan, jalan
Lingkar dan sawah
Rencana
kegiatan/usaha PLTU Cilacap dan akan menempati lahan seluas 95 hektar, yang
terdiri dari lahan seluas 93 hektar di Desa Karangkandri, dengan perincian 28
hektar milik rakyat dan 65 hektar milik TNI, serta di Desa Manganti seluas 2
hektar lahan milik rakyat. Perolehan lahan dari TNI-AD dilakukan dengan cara
tukar guling. Saat ini sedang dilakukan negosiasi antara pemrakarsa dan TNI-AD
mengenai lokasi pengganti bagi TNI-AD. Lahan milik rakyat akan dibeli langsung
oleh pemrakarsa melalui kordinasi dengan Pemda Kabupaten Cilacap. Kondisi lahan
sebagian berupa lahan berpasir dan sebagian berupa lahan sawah serta sebagian
kecil berupa lading dengan elevasi kurang lebih 3 meter.
HASIL INVESTIGASI DAN
TEMUAN LAPANGAN
1) Kondisi
Sebelumnya
Desa Karangkandri, desa
Slarang dan desa Menganti sebelumnya bukan merupakan area industi (tertera
dalam RUTRK Cilacap tahun 1997), untuk kualitas udara relatif masih bersih khas pantai, namun setelah adanya
Proyek Pembangunan PTLU dilakukan “revisi” RUTRK Cilacap tahun 2004 sehingga
kawasan tersebut berubah menjadi kawasan Industri kota Cilacap.
2) Tahap
Pra Konstruksi
Pada tahapan ini,
proyek PLTU Cilacap memulai pekerjaan fiik, yaitu pengurugan tanah dan pasir.
Banyak sekali tanah dan pasir berjatuhan di jalan raya dari Dump Truck yang
tidak menutup tanah angkutannya, suara bising transportasi angkutan tanah dan
pasir yang seenaknya ngebut ngejar setoran tanpa memperhatikan keamanan
pengguna jalan lainnya.
Pada saat musim hujan
yang mana kebetulan awal Proyek itu terjadi pada musim penghujan, jalan yang
penuh tanah menjadi licin.Warga perum Griya Kencana Permai (GKP) yang
menggunakan jalan raya tersebut sebagai satu-satunya akses jalan keluar masuk
perumahan, banyak yang tergelincir dan ada yang mengalami kecelakaan. Meskipun
sudah ada upaya walaupun tidak optimal untuk pengerukan tanah yang berceceran
tetap saja tidak bisa mengatasi permasalahan tersebut.
Di saat musim kemarau,
tanah, pasir, dan debu sangat mengganggu pengguna jalan. Debu, tanah, dan pasir
berhamburan masuk ke pemukiman warga Perum GKP, hal tersebut menggangu
kesehatan mata dan pernafasan. Upaya pihak proyek dengan penyemprotan air tidak
membuahkan hasil yang optimal.
3) Tahap
Konstruksi
Tahap ini dimulai
dengan pemandangan tiang-tiang beton. Banyak kendaraan alat berat hilir mudik,
beberapa diantaranya parkir seenaknya. Pada saat pemancangan, puluhan mesin
pancang yang bekerja siang dan malam sangat mengganggu warga Perum GKP, selain
suara yang bising, asap sisa hasil pembakaran dari mesin pancang yang terbawa
oleh hembusan angin laut masuk ke pemukiman warga Perum GKP. Asap tersebut
menyebabkan noda-noda hitam pada lantai rumah, pakaian yang dijemur, dinding
dan tumbuhan di sekitar Perumahan. Hal tersebut berlangsung selama
berbulan-bulan.
4) Tahap
Pasca Konstruksi
Proyek PLTU Unit I
selesai akhir tahun 2005, sebelum uji coba produksi terlebih dahulu dilakukan
clean up dengan Steam Blow. Menjelang pagi sebelum subuh semua warga Perum GKP
dikejutkan dengan suara raungan yang sangat memekakkan telinga. Apalagi warga
Perum GKP tepat berada pada arah pipa pembuangan suara. Suara raungan tersebut
bahkan terdengar sampai terdengar sampai puluhan kilometer. Kejadian tersebut
berlangsung lebih dari satu minggu dengan interval waktu kurang lebih setengah
jam sekali siang dan malam.
Dari
kejadian tersebut tidak sdikit warga Perum GKP yang mempunyai anak Balita
mengungsi, baik ke tempat orang tua ataupun saudara. Bahkan ada beberapa
diantaranya yang jauh dari orang tua, sanak saudara menginap di hotel. Bagi
warga yang jauh dari orang tua, sanak saudara dan yang tidak cukup uang untuk
menginap dengan terpaksa tetap tinggal di Perumahan dengan segala resiko suara
bising yang dihadapinya.
Kami
cukup mengerti dan paham bahwa Steam Blow merupakan bagian dari tahap
pra-produksi. Tetapi yang kami sayangkan adalah tidak adanya upaya untuk
mengurangi kebisingan dan tidak adanya sosialisasi terlebih dahulu ke warga
terutama kami yang terdekat dengan PLTU.
Kejadian
tersebut embali terjadi hal yang sama pada saat clean up denfgan steam blow
untuk Unit II (300 MW Tahap Kedua) sekitar catur wulan kedua tahun 2006. Uara
bising yang sangat memekakkan telinga tetap saja terjadi.
5) Kondisi
Riil Sekarang
Pada kondisi ini adalah
tahapan oprasionalisasi PLTU Cilacap, sebaran debu Batubara, suara bising, dan
bau tak sedap merupakan masalah yang paling urgen pada konteks dampak
lingkungan hidup bagi warga di Perum GKP.
DESKRPSI PROYEK
·
Kapasitas PLTU : 1x660 MW
·
Target Konstruksi : 36 bulan
·
Target Oerasi : Pertengahan 2015
·
Panjang Breakwater : 400 – 550 m
·
Panjang Trestle Jetty : 1,98 km
PENGELOLAAN LINGKUNGAN
1.
|
1.
Limbah Cair :
a. Reject Reverse Osmosis.
b. Deminseralisasi.
c. Boiler Blowdown.
d. Limpahan & Infiltrasi dari Coal Yard.
e. Limpahan & infiltrasi dari Ash Yard.
f. Ceceran Minyak.
|
Instalasi Pengelolaan Air Limbah
|
2.
|
Limbah Bahang ( Bekas Pendingin Kondensor ).
|
Siphon Well dan Pendinginan di Kanal ± 1 km
|
3.
|
Emisi Pertikulat Sisa Pembakaran Batubara.
|
Elektrostatik Presipatator, Dispersi Emisi dengan
Cerobong Asap Tinggi 275 m dan Diameter 10,4 m.
|
4.
|
Sebaran Debu dari Coal Yard & Ash Yard
|
Penyiraman dan pembuatan green belt
|
5.
|
Kebisingan
|
Peredam dan Isolasi di Ruangan Tertutup
|
PERMASALAHAN DENGAN
OPERASIONAL PLTU
Komite
Aspirasi Masyarakat (KAM) mengatasnamakan warga masyarakat sekitar PLTU
mengeluhkan tentang keberadaan PLTU yang menyebabkan :
·
Pencemaran akibat
sebaran debu/Polusi debu partikel batubara.
·
Tergenangnya air di
persawahan dusun Rawajarit-Menganti.
·
Banjir di dusun Winong
akibat luapan air laut.
·
Gorong-gorong yang
berada di dusun Kewasen Karangkandri ambles.
·
Perumahan Griya Kencana
Permai mangalami banjir.
KAM menuntut antara lain :
1.
Pembebasan lahan
Perumahan Griya Kencana Permai.
2.
Pembebasan sawah yang
terkena banjir di dusun Rawajarit-Menganti.
3.
PLTU melakukan
pengobatan secara gratis kepada masyarakat yang terkena dampak.
4.
Melakukan penghijauan
di sekitar lokasi kegiatan.
5.
Membentuk koperasi
serba usaha untuk masyarakat do Ring I.
Langkah-langkah yang telah dilakukan
anatara lain :
1.
Pemerintah Kabupaten
Cilacap memfasilitasi penyelesaian sengketa dengan pihak PLTU dengan membentuk
Tim penyelesaian dampak lingkungan.
2.
Telah dibetuk koperasi
untuk masyarakat di Ring I.
3.
Pemasangan paranet
disekitar sock pile batubara.
4.
Penyemprotan air secara
rutin/water jet.
5.
Pemanbahan chemical
untuk mempertahankan butiran/diameter batubara.
6.
Membuat pintu klep
otomatis untuk menghindari limpasan air laut.
7.
Pengurangan lahan yang
telah dibebaskan di depan PLTU untuk keperluan green belt.
8.
Membuat gorong-gorong.
Menurut warga pada saat musim angina
timur/kemarau, debu sangat kelihatan dan menempel di rumah dan tanaman,
sehingga rumah tidak nyaman untuk ditempati dan banyak warga perum yang pndah
tempat tinggal. PLTU berdiri pada tahun 2006, sejak beroperasi telah banyak
menimbulkan masalah akibat dari pengerukan dan penataan kawasan PLTU sehingga
mengakibatkan jalan menjadi berdebu dan pada saat hujan menjadi becek kaerana
tanah berwarna merah. Selain itu, proses bongkar muat batubara dengan
menggunakan truck dari pelabuhan menuju PLTU juga mengakibatkan kebisingan
serta debu yang berceceran disepanjang jalan.
Dalam penyelesaian
dampak lingkungan dan sosial pembanunan Pembangkit Tenaga Listrik Tenaga Uap di
Cilacap dapat dapat ditempuh melalui pengadilan atau diluar pengadilan, berikut
kutipan pasal 84 dan pasal 85 Undang-undang Perlindangan dan Pengelolaab
Lingkungan Hidup:
Pasal
84
(1)
Penyelesaian
sengketa lingkungan hidup dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar
pengadilan.
(2) Pilihan penyelesaian sengketa lingkungan
hidup dilakukan secara suka rela oleh para
pihak yang bersengketa.
(3) Gugatan melalui pengadilan hanya dapat
ditempuh apabila upaya penyelesaian
sengketa di luar pengadilan yang dipilih
dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu atau
para pihak yang bersengketa.
Pasal 85
(1)
Penyelesaian
sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan dilakukan untuk mencapai
kesepakatan mengenai:
a.
bentuk
dan besarnya ganti rugi;
b.
tindakan
pemulihan akibat pencemaran dan/atau perusakan;
c.
tindakan
tertentu untuk menjamin tidak akan terulangnya pencemaran dan/atau
perusakan; dan/atau
d.
tindakan
untuk mencegah timbulnya dampak negatif terhadap lingkungan
hidup.
(2)
Penyelesaian
sengketa di luar pengadilan tidak berlaku terhadap tindak pidana lingkungan
hidup sebagaimana diatur dalam Undang-
Undang ini.
(3)
Dalam
penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan dapat digunakan
jasa mediator dan/atau arbiter untuk
membantu menyelesaikan sengketa
lingkungan hidup.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dalam
penyelesaian persoalan lingkungan dan sosial langkah yang baik dilakukan diluar
pengadilan. Penyelesaian sengketa diluar pengadilan lebih kekeluargaan dan para
pihak dapat mencapai kesepakatan yang tidak merugikan salah satu pihak. Bentuk
penyelesaian sengketa diluar pengadilan yaitu “Negosisasi”. Negosisasi
merupakan cara penyelesaian konflik melalui perundingan langsung antara pihak
yang bersengketa tanpa harus melalui pihak ketiga untuk mencari dan menemukan
bentuk-bentuk penyelesaian yang disepakati bersama.
Daftar Pustaka
Abdurrahman,
Pengantar Hukum Lingkungan Industri,
PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung, 1990.
Silalahi, Daud, Hukum
Lingkungan dalam Sistem Penegakan Hukum Lingkungan
Indonesia, Alumni, Bandung, 1992.
Undang-undang
No 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup ( Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 140 )
Comments
Post a Comment